Proyek Di Banjarnegara Diduga Wajib Didukung PT Sambas Wijaya

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Komisaris PT Sambas Wijaya Eling Purwoko pada Rabu (8/9) kemarin. Eling diperiksa sebagai saksi untuk kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Banjarnegara pada 2017 sampai 2018.

“Dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan adanya kewajiban berupa surat dukungan dari PT SW (Sambas Wijaya) bagi para peserta lelang untuk mengerjakan paket pekerjaan di Kabupaten Banjarnegara,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat pesan singkat, Kamis (9/9).

Surat dukungan dari PT Sambas Wihaya itu diyakini terkait dengan dugaan rasuah yang diulik. Selain itu, pada hari yang sama, penyidik komisi antirasuah juga memeriksa Direktur Utama PT Buton Tirto Baskoro, I Putu Doddy.

Dalam pemeriksaan, Doddy diminta menjelaskan paket pekerjaan yang dikerjakan perusahaannya di Banjarnegara.

Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono diduga menerima uang dari pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara. Total, dia diyakini telah menerima Rp 2,1 miliar yang dari beberapa proyek. Budhi dibantu pihak swasta Kedy Afandi yang sekaligus orang kepercayaannya.

 

Budhi dan Kedy disangkakan melanggar Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KPK menduga Budhi dan Kedy melanggar Pasal 12 huruf (i) yang menyebut pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

Lalu, kedua orang itu disangkakan melanggar Pasal 12B yang menyebut setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. yang nilainya Rp10.000.000,00 atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;

b. yang nilainya kurang dari Rp10.000.000,00, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. [OKT]

]]> Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Komisaris PT Sambas Wijaya Eling Purwoko pada Rabu (8/9) kemarin. Eling diperiksa sebagai saksi untuk kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Banjarnegara pada 2017 sampai 2018.

“Dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan adanya kewajiban berupa surat dukungan dari PT SW (Sambas Wijaya) bagi para peserta lelang untuk mengerjakan paket pekerjaan di Kabupaten Banjarnegara,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat pesan singkat, Kamis (9/9).

Surat dukungan dari PT Sambas Wihaya itu diyakini terkait dengan dugaan rasuah yang diulik. Selain itu, pada hari yang sama, penyidik komisi antirasuah juga memeriksa Direktur Utama PT Buton Tirto Baskoro, I Putu Doddy.

Dalam pemeriksaan, Doddy diminta menjelaskan paket pekerjaan yang dikerjakan perusahaannya di Banjarnegara.

Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono diduga menerima uang dari pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara. Total, dia diyakini telah menerima Rp 2,1 miliar yang dari beberapa proyek. Budhi dibantu pihak swasta Kedy Afandi yang sekaligus orang kepercayaannya.

 

Budhi dan Kedy disangkakan melanggar Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KPK menduga Budhi dan Kedy melanggar Pasal 12 huruf (i) yang menyebut pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

Lalu, kedua orang itu disangkakan melanggar Pasal 12B yang menyebut setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. yang nilainya Rp10.000.000,00 atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;

b. yang nilainya kurang dari Rp10.000.000,00, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. [OKT]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories