Pandemi Covid-19 Nggak Bikin Teroris Dan Radikalisme Berhenti BNPT Gandeng Kominfo Dan Polri Lakukan Penegakan Hukum

Pandemi Covid-19 tidak serta merta membuat aksi terorisme dan radikalisme menurun. Gerakan yang mengganggu keamanan negara itu, justru semakin meningkat.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar mengungkapkan, selama masa pandemi, grup teroris memaksimalkan aktivitas daring.

Mereka aktif melakukan propaganda, proses rekrutmen anggota, hingga penggalangan dana. Karena itu, konten radikal-terorisme di dunia maya cenderung mengalami peningkatan di masa pandemi Covid-19.

“Jaringan terorisme memanfaatkan media sosial untuk meraih simpati dan pengikut. Dengan cara membuat website dengan konten-konten yang jumlahnya ribuan,” ujar Boy kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Mencegah dampak yang lebih buruk, BNPT bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) dan penyidik Polri untuk melakukan penegakan hukum.

Menurut Boy, selain membuat kelompok teroris bisa dengan mudah beraktivitas, internet juga lebih efektif untuk mendoktrin generasi muda mendukung ideologi mereka dan kemudian ikut melakukan aksi teror.

Menangkal konten radikal terorisme ini, BNPT fokus kepada empat platform medsos. Keempatnya adalah Telegram, WhatsApp, Facebook, dan Tamtam.

Dalam menghadapi tantangan tersebut, BNPT telah melakukan penguatan criminal justice response pada isu penanggulangan terorisme melalui pengesahan dan penerapan beberapa peraturan.

Di antaranya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, PP Nomor 77 Tahun 2019, PP Nomor 35 Tahun 2020, serta Perpres Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstrimisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme.

 

BNPT melakukan konter terhadap konten-konten radikal terorisme itu di medsos. Tak sendirian, badan itu bekerja sama dengan para mitranya, yakni warganet yang berada di berbagai daerah. Termasuk, pemberdayaan Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT).

“Perlu dilakukan kontra narasi bersama warganet, agar masyarakat tidak mudah percaya dengan narasi yang di bangun jaringan radikal terorisme,” beber eks Kadiv Humas Polri ini.

Sementara untuk mencegah kelompok teroris untuk menggalang dana, BNPT bersinergi dengan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam melakukan penyelidikan aliran dana yang mencurigakan. Baik yang bersumber dari luar negeri, maupun dalam negeri.

“Memutus aliran pendanaan teroris adalah salah satu strategi pencegahan terorisme yang efektif untuk menghentikan aksi radikal terorisme,” jelas mantan Kapolda Papua ini.

Selain itu, bersama dengan sejumlah K/L melalui Peraturan Bersama tentang Pencantuman Individu dan Entitas Teroris/Organisasi Teroris, Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT), berhasil diciptakan sistem pencegahan pendanaan terorisme melalui pemblokiran serta merta.

“BNPT bangga menjadi bagian dari Satgas DTTOT bersama dengan K/L terkait. Pada tahun 2020 -2022, Pemerintah telah mencantumkan individu sebanyak 22 dan 22 entitas atau organisasi pada DTTOT,” ungkap Boy.

Dia merinci, selama 2018-2022, ada 69 individu didakwa melakukan tindak pidana pendanaan terorisme. Capaian tersebut tentunya berhasil karena dukungan dari laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK dari Laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) dari penyedia jasa keuangan.

“Selama lima tahun, PPATK telah menerima lebih dari 5.000 LKTM, dan PPATK sendiri meneruskan sekitar 261 hasil analisa ke penegak hukum dengan hasil yang saya sebutkan di atas. Hal tersebut efektif mencegah rezim pencegahan dan pemberantasan pendanaan terorisme yang dimiliki pemerintah Indonesia,” tandas Boy. [DIR]

]]> Pandemi Covid-19 tidak serta merta membuat aksi terorisme dan radikalisme menurun. Gerakan yang mengganggu keamanan negara itu, justru semakin meningkat.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar mengungkapkan, selama masa pandemi, grup teroris memaksimalkan aktivitas daring.

Mereka aktif melakukan propaganda, proses rekrutmen anggota, hingga penggalangan dana. Karena itu, konten radikal-terorisme di dunia maya cenderung mengalami peningkatan di masa pandemi Covid-19.

“Jaringan terorisme memanfaatkan media sosial untuk meraih simpati dan pengikut. Dengan cara membuat website dengan konten-konten yang jumlahnya ribuan,” ujar Boy kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Mencegah dampak yang lebih buruk, BNPT bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) dan penyidik Polri untuk melakukan penegakan hukum.

Menurut Boy, selain membuat kelompok teroris bisa dengan mudah beraktivitas, internet juga lebih efektif untuk mendoktrin generasi muda mendukung ideologi mereka dan kemudian ikut melakukan aksi teror.

Menangkal konten radikal terorisme ini, BNPT fokus kepada empat platform medsos. Keempatnya adalah Telegram, WhatsApp, Facebook, dan Tamtam.

Dalam menghadapi tantangan tersebut, BNPT telah melakukan penguatan criminal justice response pada isu penanggulangan terorisme melalui pengesahan dan penerapan beberapa peraturan.

Di antaranya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, PP Nomor 77 Tahun 2019, PP Nomor 35 Tahun 2020, serta Perpres Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstrimisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme.

 

BNPT melakukan konter terhadap konten-konten radikal terorisme itu di medsos. Tak sendirian, badan itu bekerja sama dengan para mitranya, yakni warganet yang berada di berbagai daerah. Termasuk, pemberdayaan Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT).

“Perlu dilakukan kontra narasi bersama warganet, agar masyarakat tidak mudah percaya dengan narasi yang di bangun jaringan radikal terorisme,” beber eks Kadiv Humas Polri ini.

Sementara untuk mencegah kelompok teroris untuk menggalang dana, BNPT bersinergi dengan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam melakukan penyelidikan aliran dana yang mencurigakan. Baik yang bersumber dari luar negeri, maupun dalam negeri.

“Memutus aliran pendanaan teroris adalah salah satu strategi pencegahan terorisme yang efektif untuk menghentikan aksi radikal terorisme,” jelas mantan Kapolda Papua ini.

Selain itu, bersama dengan sejumlah K/L melalui Peraturan Bersama tentang Pencantuman Individu dan Entitas Teroris/Organisasi Teroris, Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT), berhasil diciptakan sistem pencegahan pendanaan terorisme melalui pemblokiran serta merta.

“BNPT bangga menjadi bagian dari Satgas DTTOT bersama dengan K/L terkait. Pada tahun 2020 -2022, Pemerintah telah mencantumkan individu sebanyak 22 dan 22 entitas atau organisasi pada DTTOT,” ungkap Boy.

Dia merinci, selama 2018-2022, ada 69 individu didakwa melakukan tindak pidana pendanaan terorisme. Capaian tersebut tentunya berhasil karena dukungan dari laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK dari Laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) dari penyedia jasa keuangan.

“Selama lima tahun, PPATK telah menerima lebih dari 5.000 LKTM, dan PPATK sendiri meneruskan sekitar 261 hasil analisa ke penegak hukum dengan hasil yang saya sebutkan di atas. Hal tersebut efektif mencegah rezim pencegahan dan pemberantasan pendanaan terorisme yang dimiliki pemerintah Indonesia,” tandas Boy. [DIR]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories