Atasi Masalah Sampah Plastik, Unilever Beri Pelatihan Ke Pemulung

Unilever Indonesia menggandeng Perkumpulan Pemulung Indonesia Mandiri (PPIM) memberikan edukasi dan pemberdayaan tentang pengolahan sampah kepada 3.000 pemulung.

Program ini meliputi pelatihan literasi keuangan hingga perilaku hidup bersih sehat (PHBS) untuk meningkatkan kualitas hidup dan dapat berkontribusi di dalam rantai nilai pengelolaan sampah.

“Ini komitmen Unilever untuk mengatasi permasalahan plastik mulai dari hulu, tengah hingga hilir rantai bisnisnya. Kami percaya bahwa plastik sebagai bagian tak terpisahkan dari keseharian memiliki tempat tersendiri di dalam ekonomi dan tidak seharusnya tercecer begitu saja di lingkungan,” jelas Head of Corporate Affairs and Sustainability PT Unilever Indonesia, Tbk. Nurdiana Darus.

Menurut dia, semua pihak memiliki peranannya masing-masing untuk mewujudkan ekonomi linear tradisional (buat, gunakan, buang) menggunakan sumber daya yang dapat dipakai semaksimal mungkin atau istilahnya ekonomi sirkular.

Dari mulai ruang lingkup terkecil yaitu keluarga dengan bijak menggunakan plastik dan memilah sampah dari rumah, para pemulung dan pelapak dengan mengumpulkan sampah, hingga Pemerintah pada tatanan regulasi.

“Sebagai pelaku industri, hingga tahun 2020, Unilever Indonesia bersama dengan para mitra telah berbagi peran dalam membantu pengumpulan dan pemrosesan lebih dari 13.000 ton sampah plastik di seluruh Indonesia. Perjalanan kita masih panjang, untuk itu, #MariBerbagiPeran sayangi bumi,” kata dia lagi.

Program Unilever Indonesia dan PPIM ini melanjutkan kerja sama pada 2020 melalui penyerahan sarana mesin press sampah plastik untuk membantu meningkatkan nilai ekonomis sampah plastik yang kemudian dijual oleh para pemulung kepada para pengepul sampah.

Sementara dari hasil studi Unilever Indonesia dan SWI terungkap bahwa lebih dari 80 persen sampah plastik yang terkumpul di Pulau Jawa berasal dari pemulung, sedangkan 20 persen sisanya berasal dari bank sampah, tempat pembuangan sementara dan penampung sampah plastik lainnya.

Namun sayangnya, menurut Ketua Umum PPIM Prispolly Davina Lengkong sebagian masyarakat kerap menyematkan stigma negatif kepada pemulung sebagai masalah sosial yang mesti segera diatasi sehingga kehadiran mereka kerap mendapatkan tantangan.

“Tantangan semakin berat ketika pandemi. Mereka seringkali dianggap pembawa penyakit jadi pekerjaan terhalang. Banyaknya pembatasan juga membuat mereka sulit bermobilisasi, untuk dapat menyambung hidup dan berkontribusi dalam mengurai permasalahan sampah, mereka membutuhkan dukungan dari kita semua,” tandasnya. [MER]

]]> Unilever Indonesia menggandeng Perkumpulan Pemulung Indonesia Mandiri (PPIM) memberikan edukasi dan pemberdayaan tentang pengolahan sampah kepada 3.000 pemulung.

Program ini meliputi pelatihan literasi keuangan hingga perilaku hidup bersih sehat (PHBS) untuk meningkatkan kualitas hidup dan dapat berkontribusi di dalam rantai nilai pengelolaan sampah.

“Ini komitmen Unilever untuk mengatasi permasalahan plastik mulai dari hulu, tengah hingga hilir rantai bisnisnya. Kami percaya bahwa plastik sebagai bagian tak terpisahkan dari keseharian memiliki tempat tersendiri di dalam ekonomi dan tidak seharusnya tercecer begitu saja di lingkungan,” jelas Head of Corporate Affairs and Sustainability PT Unilever Indonesia, Tbk. Nurdiana Darus.

Menurut dia, semua pihak memiliki peranannya masing-masing untuk mewujudkan ekonomi linear tradisional (buat, gunakan, buang) menggunakan sumber daya yang dapat dipakai semaksimal mungkin atau istilahnya ekonomi sirkular.

Dari mulai ruang lingkup terkecil yaitu keluarga dengan bijak menggunakan plastik dan memilah sampah dari rumah, para pemulung dan pelapak dengan mengumpulkan sampah, hingga Pemerintah pada tatanan regulasi.

“Sebagai pelaku industri, hingga tahun 2020, Unilever Indonesia bersama dengan para mitra telah berbagi peran dalam membantu pengumpulan dan pemrosesan lebih dari 13.000 ton sampah plastik di seluruh Indonesia. Perjalanan kita masih panjang, untuk itu, #MariBerbagiPeran sayangi bumi,” kata dia lagi.

Program Unilever Indonesia dan PPIM ini melanjutkan kerja sama pada 2020 melalui penyerahan sarana mesin press sampah plastik untuk membantu meningkatkan nilai ekonomis sampah plastik yang kemudian dijual oleh para pemulung kepada para pengepul sampah.

Sementara dari hasil studi Unilever Indonesia dan SWI terungkap bahwa lebih dari 80 persen sampah plastik yang terkumpul di Pulau Jawa berasal dari pemulung, sedangkan 20 persen sisanya berasal dari bank sampah, tempat pembuangan sementara dan penampung sampah plastik lainnya.

Namun sayangnya, menurut Ketua Umum PPIM Prispolly Davina Lengkong sebagian masyarakat kerap menyematkan stigma negatif kepada pemulung sebagai masalah sosial yang mesti segera diatasi sehingga kehadiran mereka kerap mendapatkan tantangan.

“Tantangan semakin berat ketika pandemi. Mereka seringkali dianggap pembawa penyakit jadi pekerjaan terhalang. Banyaknya pembatasan juga membuat mereka sulit bermobilisasi, untuk dapat menyambung hidup dan berkontribusi dalam mengurai permasalahan sampah, mereka membutuhkan dukungan dari kita semua,” tandasnya. [MER]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories