UU Cipta Kerja Diyakini Lindungi Para Awak Kapal Perikanan
Potensi ekonomi kelautan dan perikanan Indonesia menyumbang 3,7 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Hal ini terjadi pada kondisi kerja layak dan hak nelayan sebagai pekerja yang belum terpenuhi secara khusus tentang kepastian upah minimum.
Melalui SAFE Seas Project, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) menyelenggarakan diskusi nasional secara virtual bertajuk “Kepastian Upah Minimum Bagi Awak Kapal Perikanan Dalam Kacamata UU Cipta Kerja” pada Rabu (17/2), yang mengangkat peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam memberikan keadilan dan perlindungan awak kapal perikanan dengan memberikan kepastian upah minimum.
Profesi nelayan mengalami penurunan jumlah dari 2,7 juta orang di 2019, menjadi 2,2 juta orang di 2020. Meskipun Nilai Tukar Nelayan (NTN) mengalami peningkatan berkala setiap tahunnya namun, kenaikan tersebut tidak berbanding lurus dengan kenaikan kesejahteraan nelayan, terutama pada lingkup kondisi kerja layak dan pemenuhan hak sebagai pekerja.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Provinsi Sulawesi Utara, serta Dewan Pengupahan Nasional sepakat bahwa diskusi ini dapat mendorong kejelasan tentang peran Pemerintah Pusat dan Daerah dalam menentukan dan memastikan adanya upah minimum bagi awak kapal perikanan, dan penyelarasan dengan kondisi kerja mereka.
“Kepastian Upah Minimum Awak Kapal Perikanan perlu mengikuti ketentuan yang ada baik yang bersifat umum dari sisi ketenagakerjaan maupun yang bersifat khusus yang diatur secara teknis, dengan tetap memperhatikan relevansi ketentuan terhadap implementasi di lapangan serta dengan mempertimbangkan kelangsungan bekerja dan keberlanjutan usaha,” tutur Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam sambutannya, Rabu (17/2).
Sejalan dengan kebijakan tentang pengupahan dan memastikan kepatuhan dari pemberi kerja, Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan bahwa instrumen kontrol yang digunakan adalah melalui penerapan perjanjian kerja laut sebagai salah satu syarat dalam penerbitan izin berlayar bagi setiap kapal yang akan melakukan penangkapan ikan.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Daerah Jawa Tengah, Fendiawan Tiskiantoto juga mendorong penerapan Perjanjian Kerja Laut (PKL) sebagai upaya perlindungan awak kapal perikanan dengan mensosialisasikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan PKL di 11 pelabuhan perikanan di Jawa Tengah.
Terkait peran pemerintah daerah dalam memastikan perlindungan awak kapal perikanan yang dalam UU Cipta Kerja telah dihapuskan denda pelanggaran oleh pengusaha, Provinsi Daerah Sulawesi Utara telah membentuk Forum Daerah Perlindungan Awak Kapal Perikanan melalui SK Gubernur Sulawesi Utara Nomor 117 Tahun 2020.
Kepala Seksi Penegakan Hukum Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara, Elric Takanasanakeng forum tersebut merupakan wadah kolaborasi antara instansi terkait di sektor Ketenagakerjaan, Kelautan dan Perikanan, serta Perhubungan untuk memastikan kondisi kerja, keselamatan dan kesehatan kerja (K3), PKL, dan akomodasi di atas kapal melalui kegiatan inspeksi bersama.
Dosen Hukum Perburuhan Universitas Airlangga, Hadi Subhan menjelaskan bahwa filosofi dari upah minimum adalah proteksi hak pekerja, jaringan pengaman sosial, dan produktivitas. Mendorong upah minimum artinya mendorong perlindungan hak asasi pekerja di sektor perikanan dengan cara adanya penetapan upah berbasis sektor perikanan.
Sedangkan Albert Bonasahat dari Organisasi Buruh Internasional (ILO) menjelaskan bahwa upah minimum untuk awak kapal perikanan juga diterapkan di negara lain seperti Thailand. Untuk itu penting bagi pemerintah Indonesia mulai memikirkan penetapan upah sektoral bagi awak kapal perikanan sebagai bagian dari perlindungan.
Sementara itu, Direktur SAFE Seas Project, Nono Sumarsono, menambahkan dengan berlakunya UU Cipta Kerja No. 11 tahun 2020. “Kami berharap ada kepastian hukum dan implementasi perbaikan kesejahteraan awak kapal perikanan dan nelayan buruh, yang dimulai dari upah yang layak,” ujarnya.
SAFE Seas Project yang didukung oleh Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (USDOL) berupaya untuk memperkuat perlindungan awak kapal perikanan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mendorong industri perikanan. [NOV]
]]> Potensi ekonomi kelautan dan perikanan Indonesia menyumbang 3,7 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Hal ini terjadi pada kondisi kerja layak dan hak nelayan sebagai pekerja yang belum terpenuhi secara khusus tentang kepastian upah minimum.
Melalui SAFE Seas Project, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) menyelenggarakan diskusi nasional secara virtual bertajuk “Kepastian Upah Minimum Bagi Awak Kapal Perikanan Dalam Kacamata UU Cipta Kerja” pada Rabu (17/2), yang mengangkat peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam memberikan keadilan dan perlindungan awak kapal perikanan dengan memberikan kepastian upah minimum.
Profesi nelayan mengalami penurunan jumlah dari 2,7 juta orang di 2019, menjadi 2,2 juta orang di 2020. Meskipun Nilai Tukar Nelayan (NTN) mengalami peningkatan berkala setiap tahunnya namun, kenaikan tersebut tidak berbanding lurus dengan kenaikan kesejahteraan nelayan, terutama pada lingkup kondisi kerja layak dan pemenuhan hak sebagai pekerja.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Provinsi Sulawesi Utara, serta Dewan Pengupahan Nasional sepakat bahwa diskusi ini dapat mendorong kejelasan tentang peran Pemerintah Pusat dan Daerah dalam menentukan dan memastikan adanya upah minimum bagi awak kapal perikanan, dan penyelarasan dengan kondisi kerja mereka.
“Kepastian Upah Minimum Awak Kapal Perikanan perlu mengikuti ketentuan yang ada baik yang bersifat umum dari sisi ketenagakerjaan maupun yang bersifat khusus yang diatur secara teknis, dengan tetap memperhatikan relevansi ketentuan terhadap implementasi di lapangan serta dengan mempertimbangkan kelangsungan bekerja dan keberlanjutan usaha,” tutur Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam sambutannya, Rabu (17/2).
Sejalan dengan kebijakan tentang pengupahan dan memastikan kepatuhan dari pemberi kerja, Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan bahwa instrumen kontrol yang digunakan adalah melalui penerapan perjanjian kerja laut sebagai salah satu syarat dalam penerbitan izin berlayar bagi setiap kapal yang akan melakukan penangkapan ikan.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Daerah Jawa Tengah, Fendiawan Tiskiantoto juga mendorong penerapan Perjanjian Kerja Laut (PKL) sebagai upaya perlindungan awak kapal perikanan dengan mensosialisasikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan PKL di 11 pelabuhan perikanan di Jawa Tengah.
Terkait peran pemerintah daerah dalam memastikan perlindungan awak kapal perikanan yang dalam UU Cipta Kerja telah dihapuskan denda pelanggaran oleh pengusaha, Provinsi Daerah Sulawesi Utara telah membentuk Forum Daerah Perlindungan Awak Kapal Perikanan melalui SK Gubernur Sulawesi Utara Nomor 117 Tahun 2020.
Kepala Seksi Penegakan Hukum Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara, Elric Takanasanakeng forum tersebut merupakan wadah kolaborasi antara instansi terkait di sektor Ketenagakerjaan, Kelautan dan Perikanan, serta Perhubungan untuk memastikan kondisi kerja, keselamatan dan kesehatan kerja (K3), PKL, dan akomodasi di atas kapal melalui kegiatan inspeksi bersama.
Dosen Hukum Perburuhan Universitas Airlangga, Hadi Subhan menjelaskan bahwa filosofi dari upah minimum adalah proteksi hak pekerja, jaringan pengaman sosial, dan produktivitas. Mendorong upah minimum artinya mendorong perlindungan hak asasi pekerja di sektor perikanan dengan cara adanya penetapan upah berbasis sektor perikanan.
Sedangkan Albert Bonasahat dari Organisasi Buruh Internasional (ILO) menjelaskan bahwa upah minimum untuk awak kapal perikanan juga diterapkan di negara lain seperti Thailand. Untuk itu penting bagi pemerintah Indonesia mulai memikirkan penetapan upah sektoral bagi awak kapal perikanan sebagai bagian dari perlindungan.
Sementara itu, Direktur SAFE Seas Project, Nono Sumarsono, menambahkan dengan berlakunya UU Cipta Kerja No. 11 tahun 2020. “Kami berharap ada kepastian hukum dan implementasi perbaikan kesejahteraan awak kapal perikanan dan nelayan buruh, yang dimulai dari upah yang layak,” ujarnya.
SAFE Seas Project yang didukung oleh Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (USDOL) berupaya untuk memperkuat perlindungan awak kapal perikanan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mendorong industri perikanan. [NOV]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .
