Tunduk Pada Pancasila Bisa Tangkal Radikalisme Di Kampus .
Peran civitas akademika sebagai agen perubahan sangat fundamental. Salah satunya menangkal praktik radikalisme di lingkungan kampus.
Hal ini mengemuka dalam Refleksi Hari Pendidikan Nasional “Pembumian Ideologi Pancasila Di Kalangan Mahasiswa Sebagai Upaya melawan Radikalisme Di Kampus” di Aula Garuda Mukti, Kampus C Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (2/5).
Sebagai keynote speaker, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi mengingatkan Sumpah Pemuda 1928 sebagai tonggak nasionalisme. Dari era agama atau primordial jadi kebangsaan hingga lahir kemerdekaan Indonesia.
“Pemuda motor perjuangan. Semua ilmu dari kampus. Bagaimana memaksimalkan semua potensi dari Tuhan,” buka Yudian dihadapan para mahasiswa dan peserta daring.
Ia mengandaikan, Pancasila sebagai Lailatul Qadar sebagai mukjizat bangsa Indonesia setelah Sumpah Pemuda yang telah merintis persatuan. “Mengapa kita harus tunduk pada Pancasila? Salah satunya konsensus seluruh unsur mendirikan negara dengan musyawarah mufakat,” tukas Yudian.
Sementara itu, Wakil Rektor Unair, Bambang Sektiari Lukiswanto mengenang, Reformasi 1998. Perjuangan bangsa Indonesia untuk lebih demokratis telah berhasil. Sayangnya setelah itu demokratisasi cenderung menjurus liberalisasi.
“Pancasila seakan-akan dilangitkan. Bertahun-tahun dipelajari jadi seolah terhapuskan,” ucap Bambang.
Ia mengingatkan, Pancasila adalah final perjuangan. Semangat ini penting memasuki revolusi industri 4.0 yang sarat digitalisasi.
“Pembumian Pancasila bagi civitas akademika sebagai agent of change fundamental. Agar radikalisme sempit tidak tumbuh di kampus,” tandas Bambang.
Peran penting Pancasila juga diamini Presiden BEM FISIP Unair, Yoga Haryo Prayogo. Bukan hanya untuk kesejahteraan dan keberadaban, juga sebagai penangkal ekstrimisme.
Direktur Pengendalian BPIP, Mukhammad Fahrurozi, juga menyoroti intoleransi dan radikalisme. Dia menilai pintu masuk kedua fenomena negatif itu bukan hanya datang dari kalangan kurang mampu. Justru di kalangan mapan ekonomi dan terdidik.
“ASN, aparatur, politisi juga ikut terpapar,” cetusnya.
Sebagai solusi, kata Fahrurozi, perlu diperbanyak kegiatan yang menyasar milenial. Lewat media musik, olahraga, kuliner, film. “Secara periodik, teratur memberikan kuliah wawasan pancasila. Kami di BPIP menggeliatkan produk-produk yang menjadi minat pemuda,” selorohnya.
Dalam acara ini juga dilakukan Deklarasi Kader Inti Pancasila. Butir-butir penting dibacakan lantang oleh beberapa perwakilan mahasiswa Unair. [BCG]
]]> .
Peran civitas akademika sebagai agen perubahan sangat fundamental. Salah satunya menangkal praktik radikalisme di lingkungan kampus.
Hal ini mengemuka dalam Refleksi Hari Pendidikan Nasional “Pembumian Ideologi Pancasila Di Kalangan Mahasiswa Sebagai Upaya melawan Radikalisme Di Kampus” di Aula Garuda Mukti, Kampus C Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (2/5).
Sebagai keynote speaker, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi mengingatkan Sumpah Pemuda 1928 sebagai tonggak nasionalisme. Dari era agama atau primordial jadi kebangsaan hingga lahir kemerdekaan Indonesia.
“Pemuda motor perjuangan. Semua ilmu dari kampus. Bagaimana memaksimalkan semua potensi dari Tuhan,” buka Yudian dihadapan para mahasiswa dan peserta daring.
Ia mengandaikan, Pancasila sebagai Lailatul Qadar sebagai mukjizat bangsa Indonesia setelah Sumpah Pemuda yang telah merintis persatuan. “Mengapa kita harus tunduk pada Pancasila? Salah satunya konsensus seluruh unsur mendirikan negara dengan musyawarah mufakat,” tukas Yudian.
Sementara itu, Wakil Rektor Unair, Bambang Sektiari Lukiswanto mengenang, Reformasi 1998. Perjuangan bangsa Indonesia untuk lebih demokratis telah berhasil. Sayangnya setelah itu demokratisasi cenderung menjurus liberalisasi.
“Pancasila seakan-akan dilangitkan. Bertahun-tahun dipelajari jadi seolah terhapuskan,” ucap Bambang.
Ia mengingatkan, Pancasila adalah final perjuangan. Semangat ini penting memasuki revolusi industri 4.0 yang sarat digitalisasi.
“Pembumian Pancasila bagi civitas akademika sebagai agent of change fundamental. Agar radikalisme sempit tidak tumbuh di kampus,” tandas Bambang.
Peran penting Pancasila juga diamini Presiden BEM FISIP Unair, Yoga Haryo Prayogo. Bukan hanya untuk kesejahteraan dan keberadaban, juga sebagai penangkal ekstrimisme.
Direktur Pengendalian BPIP, Mukhammad Fahrurozi, juga menyoroti intoleransi dan radikalisme. Dia menilai pintu masuk kedua fenomena negatif itu bukan hanya datang dari kalangan kurang mampu. Justru di kalangan mapan ekonomi dan terdidik.
“ASN, aparatur, politisi juga ikut terpapar,” cetusnya.
Sebagai solusi, kata Fahrurozi, perlu diperbanyak kegiatan yang menyasar milenial. Lewat media musik, olahraga, kuliner, film. “Secara periodik, teratur memberikan kuliah wawasan pancasila. Kami di BPIP menggeliatkan produk-produk yang menjadi minat pemuda,” selorohnya.
Dalam acara ini juga dilakukan Deklarasi Kader Inti Pancasila. Butir-butir penting dibacakan lantang oleh beberapa perwakilan mahasiswa Unair. [BCG]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .