
Tumbuh Positif Gegara Miliki Dana Murah Jumbo Ekonom Sebut Semua Bank Ingin Seperti BRI .
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menjadi salah satu bank yang memiliki sumber dana murah yang besar. Komposisi dana murah yang besar oleh perbankan, membuat kinerja perusahaan bisa tumbuh positif dan berkelanjutan.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, tidak ada bank yang enggan memiliki porsi dana murah jumbo. Alasannya, kepemilikan sumber pendanaan murah bisa membuat sebuah bank meraup laba lebih besar.
Artinya, porsi dana murah yang besar akan berdampak positif terhadap kinerja sebuah bank. Bahkan menurutnya, semua bank berharap memiliki struktur pendanaan yang didominasi dana murah, layaknya BRI.
“Bank-bank yang memiliki sumber dana murah yang besar, seperti BRI, memiliki peluang mendapatkan laba yang lebih besar,” ujar Piter di Jakarta, Senin (15/2).
Hingga akhir 2020 lalu, BRI Group memiliki dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 1.121,10 triliun. Jumlah ini naik 9,8 persen secara tahunan.
Dari jumlah DPK tersebut, sebanyak 59,67 persen di antaranya merupakan dana murah (current account saving account/CASA) yang bersumber dari tabungan dan giro. Pencapaian CASA BRI di akhir 2020 lebih tinggi dibandingkan dengan posisi akhir 2019, yang tercatat sebesar 57,70 persen.
Nilai giro yang dikelola BRI mencapai Rp 193,1 triliun per Desember 2020, dan pada saat yang sama terdapat Rp 475,8 triliun dana tabungan yang dikelola BRI.
“Dengan cost of fund (beban dana) yang lebih rendah, maka perbankan akan lebih efisien dan dapat lebih kompetitif dalam menyalurkan kredit,” imbuhnya.
Dengan begitu, maka nasabah yang didapatkan juga akan lebih baik. Sehingga risiko kredit akan lebih rendah, kualitas kredit akan lebih baik, dan pada akhirnya keuntungan akan lebih besar.
“Dengan keuntungan yang lebih baik, maka modal bank akan terus tumbuh,” tutup Piter. [DWI]
]]> .
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menjadi salah satu bank yang memiliki sumber dana murah yang besar. Komposisi dana murah yang besar oleh perbankan, membuat kinerja perusahaan bisa tumbuh positif dan berkelanjutan.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, tidak ada bank yang enggan memiliki porsi dana murah jumbo. Alasannya, kepemilikan sumber pendanaan murah bisa membuat sebuah bank meraup laba lebih besar.
Artinya, porsi dana murah yang besar akan berdampak positif terhadap kinerja sebuah bank. Bahkan menurutnya, semua bank berharap memiliki struktur pendanaan yang didominasi dana murah, layaknya BRI.
“Bank-bank yang memiliki sumber dana murah yang besar, seperti BRI, memiliki peluang mendapatkan laba yang lebih besar,” ujar Piter di Jakarta, Senin (15/2).
Hingga akhir 2020 lalu, BRI Group memiliki dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 1.121,10 triliun. Jumlah ini naik 9,8 persen secara tahunan.
Dari jumlah DPK tersebut, sebanyak 59,67 persen di antaranya merupakan dana murah (current account saving account/CASA) yang bersumber dari tabungan dan giro. Pencapaian CASA BRI di akhir 2020 lebih tinggi dibandingkan dengan posisi akhir 2019, yang tercatat sebesar 57,70 persen.
Nilai giro yang dikelola BRI mencapai Rp 193,1 triliun per Desember 2020, dan pada saat yang sama terdapat Rp 475,8 triliun dana tabungan yang dikelola BRI.
“Dengan cost of fund (beban dana) yang lebih rendah, maka perbankan akan lebih efisien dan dapat lebih kompetitif dalam menyalurkan kredit,” imbuhnya.
Dengan begitu, maka nasabah yang didapatkan juga akan lebih baik. Sehingga risiko kredit akan lebih rendah, kualitas kredit akan lebih baik, dan pada akhirnya keuntungan akan lebih besar.
“Dengan keuntungan yang lebih baik, maka modal bank akan terus tumbuh,” tutup Piter. [DWI]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .