
Transaksi RI-China Pake Rupiah Dan Yuan BI: Lebih Efisien Dan Mudahkan Pengusaha
Indonesia dan China bersepakat menggunakan skema pembayaran Local Currency Settlement (LCS) mulai kemarin. Ini artinya, transaksi bilateral antara Indonesia dan China akan menggunakan mata uang lokal kedua negara, yakni rupiah dan yuan. Tak lagi menggunakan dolar.
Implementasi LCS ini merupakan kesepakatan Bank Indonesia (BI) dan People’s Bank of China (PBC), kemarin.
Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono menjelaskan, kerangka kerja sama yang dimaksud. Yakni, penggunaan kuotasi nilai tukar secara langsung atau direct quotation. Dan, relaksasi regulasi tertentu dalam transaksi valuta asing antara mata uang rupiah dan yuan.
Kerangka kerja sama ini disusun berdasarkan nota kesepahaman yang telah disepakati dan ditandatangani oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dan Gubernur PBC Yi Gang pada 30 September 2020.
“Selain dengan China, BI juga memiliki kerangka kerja sama LCS dengan beberapa negara mitra lainnya, yaitu Jepang, Malaysia dan Thailand,” ujar Erwin dalam keterangan resmi BI, kemarin.
Menurut Erwin, implementasi kerja sama ini bagian dari upaya BImendorong penggunaan mata uang lokal dalam penyelesaian transaksi perdagangan dan investasi langsung dengan berbagai negara mitra.
Perluasan penggunaan LCS juga diharapkan, dapat mendukung stabilitas rupiah melalui dampaknya terhadap pengurangan ketergantungan pada mata uang tertentu di pasar valuta asing domestik.
Dikatakan Erwin, bank sentral mencatat penggunaan LCS memberikan banyak manfaat langsung kepada pelaku usaha. Antara lain, biaya konversi transaksi valuta asing yang lebih efisien dan tersedianya alternatif pembiayaan perdagangan. Termasuk, investasi langsung dalam mata uang lokal.
Juga tersedianya alternatif instrumen lindung nilai dalam mata uang lokal, dan diversifikasi eksposur mata uang yang digunakan dalam penyelesaian transaksi luar negeri.
Erwin melanjutkan, untuk mendukung operasionalisasi kerangka LCS menggunakan rupiah dan yuan, BI dan PBC telah menunjuk beberapa bank di negara masing-masing untuk berperan sebagai Appointed Cross Currency Dealer (ACCD).
“Bank yang ditunjuk sebagai ACCD adalah perbankan yang dinilai telah memiliki kemampuan untuk memfasilitasi transaksi rupiah dan yuan, sesuai kerangka kerja sama LCS yang disepakati,” ujar Erwin.
Selain itu, bank yang ditunjuk juga harus memiliki tingkat ketahanan dan kesehatan yang baik, berpengalaman dalam memfasilitasi transaksi perdagangan/investasi dan memiliki kapasitas menyediakan berbagai jasa keuangan.
“Mereka juga harus memiliki hubungan kerja sama yang baik dengan bank di negara mitra,” tegas Erwin.
Bank yang ditetapkan sebagai ACCD di Indonesia adalah PT Bank Central Asia Tbk, Bank of China (Hong Kong) Ltd, PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk, PT Bank Danamon Indonesia Tbk dan PT Bank ICBC Indonesia. [NOV]
]]> Indonesia dan China bersepakat menggunakan skema pembayaran Local Currency Settlement (LCS) mulai kemarin. Ini artinya, transaksi bilateral antara Indonesia dan China akan menggunakan mata uang lokal kedua negara, yakni rupiah dan yuan. Tak lagi menggunakan dolar.
Implementasi LCS ini merupakan kesepakatan Bank Indonesia (BI) dan People’s Bank of China (PBC), kemarin.
Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono menjelaskan, kerangka kerja sama yang dimaksud. Yakni, penggunaan kuotasi nilai tukar secara langsung atau direct quotation. Dan, relaksasi regulasi tertentu dalam transaksi valuta asing antara mata uang rupiah dan yuan.
Kerangka kerja sama ini disusun berdasarkan nota kesepahaman yang telah disepakati dan ditandatangani oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dan Gubernur PBC Yi Gang pada 30 September 2020.
“Selain dengan China, BI juga memiliki kerangka kerja sama LCS dengan beberapa negara mitra lainnya, yaitu Jepang, Malaysia dan Thailand,” ujar Erwin dalam keterangan resmi BI, kemarin.
Menurut Erwin, implementasi kerja sama ini bagian dari upaya BImendorong penggunaan mata uang lokal dalam penyelesaian transaksi perdagangan dan investasi langsung dengan berbagai negara mitra.
Perluasan penggunaan LCS juga diharapkan, dapat mendukung stabilitas rupiah melalui dampaknya terhadap pengurangan ketergantungan pada mata uang tertentu di pasar valuta asing domestik.
Dikatakan Erwin, bank sentral mencatat penggunaan LCS memberikan banyak manfaat langsung kepada pelaku usaha. Antara lain, biaya konversi transaksi valuta asing yang lebih efisien dan tersedianya alternatif pembiayaan perdagangan. Termasuk, investasi langsung dalam mata uang lokal.
Juga tersedianya alternatif instrumen lindung nilai dalam mata uang lokal, dan diversifikasi eksposur mata uang yang digunakan dalam penyelesaian transaksi luar negeri.
Erwin melanjutkan, untuk mendukung operasionalisasi kerangka LCS menggunakan rupiah dan yuan, BI dan PBC telah menunjuk beberapa bank di negara masing-masing untuk berperan sebagai Appointed Cross Currency Dealer (ACCD).
“Bank yang ditunjuk sebagai ACCD adalah perbankan yang dinilai telah memiliki kemampuan untuk memfasilitasi transaksi rupiah dan yuan, sesuai kerangka kerja sama LCS yang disepakati,” ujar Erwin.
Selain itu, bank yang ditunjuk juga harus memiliki tingkat ketahanan dan kesehatan yang baik, berpengalaman dalam memfasilitasi transaksi perdagangan/investasi dan memiliki kapasitas menyediakan berbagai jasa keuangan.
“Mereka juga harus memiliki hubungan kerja sama yang baik dengan bank di negara mitra,” tegas Erwin.
Bank yang ditetapkan sebagai ACCD di Indonesia adalah PT Bank Central Asia Tbk, Bank of China (Hong Kong) Ltd, PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk, PT Bank Danamon Indonesia Tbk dan PT Bank ICBC Indonesia. [NOV]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .