
TNI-Polri Aktif Jadi Pj Kepala Daerah Awas, Jangan Sampai Kita Balik Ke Zaman Orde Baru
Polemik pengangkatan anggota TNI-Polri aktif menjadi Penjabat (Pj) kepala daerah terus berlanjut, meski Pemerintah memastikan tidak ada aturan yang dilanggar. Tidak tegas dan ketatnya aturan, menjadi penyebab masalah ini berlarut-larut.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengungkapkan, tidak ada larangan bagi anggota TNI-Polri aktif menjadi Pj kepala daerah. Secara regulasi hal tersebut dibenarkan.
“Undang-Undang Pilkada menyebutkan kriteria Pj gubernur adalah JPT (Jabatan Pimpinan Tinggi) Madya dan Pj Bupati/Wali Kota adalah JPT Pratama,” ujar Bima kepada wartawan, Jumat (27/5).
Jadi, siapa pun yang menduduki jabatan JPT Madya atau Pratama memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai Pj gubernur atau Pj bupati/wali kota.
Dia menjelaskan, UU Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Pasal 20 mengatur anggota TNI dan Polri boleh menduduki jabatan ASN. Pengisian Jabatan ASN oleh anggota TNI-Polri diatur dalam UU tentang TNI dan UU tentang Polri.
Menurut Bima, anggota Polri aktif juga dapat menjabat sebagai JPT Madya di instansi Pemerintah, sejauh bidang tugasnya berkesesuaian dengan bidang tugas di Polri dan mengikuti seleksi terbuka.
Sedangkan untuk anggota TNI aktif hanya dapat menduduki jabatan JPT Madya pada instansi di mana anggota TNI tersebut diperbolehkan.
Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Prof Muradi mengatakan, polemik ini terjadi karena aturan yang kurang tegas dan tidak ketat.
“Baik yang menolak kebijakan tersebut maupun yang mendukung, memiliki pijakan dan argumentasi legal-politik yang sama kuat,” katanya.
Muradi mengungkapkan, ada 4 cara yang bisa dilakukan untuk menghentikan polemik terkait penunjukan anggota TNI-Polri menjadi Pj kepala daerah.
Pertama, sinkronisasi dan perlunya disegerakan merevisi UU terkait dengan hal tersebut, terutama UU Pilkada. Kedua, penegasan dalam aturan untuk tidak menjabat ganda dalam waktu bersamaan. Baik yang diperbolehkan secara UU maupun yang berbasis pada kebutuhan organisasi dari kementerian maupun badan.
Ketiga, mengintegrasikan politik kepemiluan agar dapat segera serentak melaksanakan hajat politik.
“Sehingga mengurangi jeda politik yang membuka adanya Penjabat kepala daerah, yang akhirnya terjadi polemik berkepanjangan,” tutur Muradi.
Keempat, menguatkan politik birokrasi sipil. Menurut Muradi, hal ini dapat berimplikasi pada berkurangnya ketergantungan pada simbol-simbol yang mempersepsikan politik sipil yang lemah, yang akhirnya membuka ruang bagi kebijakan yang mengarah pada pelibatan anggota TNI-Polri.
Netizen menolak anggota TNI-Polri ditunjuk menjadi Pj kepala daerah. Alasannya, masih banyak pejabat sipil yang berkompeten menggantikan. Selain itu, penunjukan TNI-Polri merupakan langkah mundur.
Akun @indra_ruimassa mengatakan, UU tentang TNI telah sangat jelas membolehkan pengangkatan pejabat dari luar kalangan sipil. Namun, permasalahan timbul setelah ada putusan yang memberikan norma tersendiri, berbeda dengan norma yang terdapat pada Pasal 47 UU tentang TNI.
“Rezim yang katanya anti Orde Baru tapi nyatanya banyak cara Orba yang mereka pakai,” ujar @mohamad_habbil_supari. “Dulu paling keras demo Orde Baru, sekarang adopsi konsepnya,” tambah @crazypoor_g.
Akun @dimasadiputra70 menyoal pentingnya supremasi sipil. Dia menjelaskan, militer telah diberikan wewenang sebagai satu-satunya lembaga yang boleh memegang senjata dan melakukan pertahanan atas nama UU.
“Nah, dengan kelebihan tersebut, maka wajar dong jika mereka dilarang ikut campur dalam urusan lain. Pemerintahan dan ekonomi,” tutur akun @dimasadiputra70.
Akun @dannywah_yudi mengatakan, pengangkatan anggota TNI-Polri aktif bisa menghambat kemajuan suatu daerah. Dia lebih setuju Pj kepala daerah diangkat dari kalangan birokrat karier seperti sekretaris daerah yang sudah bertahun-tahun mengabdi.
“Seharusnya, Pj adalah birokrat yang berkarier di wilayah tersebut. Paham teritorinya, bisa meneruskan program yang baik, merevisi yang kurang baik. Bapak-Bapak TNI-Polri tetap fokus pada pertahanan dan keamanan,” saran @baiou_2829. [ASI]
]]> Polemik pengangkatan anggota TNI-Polri aktif menjadi Penjabat (Pj) kepala daerah terus berlanjut, meski Pemerintah memastikan tidak ada aturan yang dilanggar. Tidak tegas dan ketatnya aturan, menjadi penyebab masalah ini berlarut-larut.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengungkapkan, tidak ada larangan bagi anggota TNI-Polri aktif menjadi Pj kepala daerah. Secara regulasi hal tersebut dibenarkan.
“Undang-Undang Pilkada menyebutkan kriteria Pj gubernur adalah JPT (Jabatan Pimpinan Tinggi) Madya dan Pj Bupati/Wali Kota adalah JPT Pratama,” ujar Bima kepada wartawan, Jumat (27/5).
Jadi, siapa pun yang menduduki jabatan JPT Madya atau Pratama memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai Pj gubernur atau Pj bupati/wali kota.
Dia menjelaskan, UU Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Pasal 20 mengatur anggota TNI dan Polri boleh menduduki jabatan ASN. Pengisian Jabatan ASN oleh anggota TNI-Polri diatur dalam UU tentang TNI dan UU tentang Polri.
Menurut Bima, anggota Polri aktif juga dapat menjabat sebagai JPT Madya di instansi Pemerintah, sejauh bidang tugasnya berkesesuaian dengan bidang tugas di Polri dan mengikuti seleksi terbuka.
Sedangkan untuk anggota TNI aktif hanya dapat menduduki jabatan JPT Madya pada instansi di mana anggota TNI tersebut diperbolehkan.
Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Prof Muradi mengatakan, polemik ini terjadi karena aturan yang kurang tegas dan tidak ketat.
“Baik yang menolak kebijakan tersebut maupun yang mendukung, memiliki pijakan dan argumentasi legal-politik yang sama kuat,” katanya.
Muradi mengungkapkan, ada 4 cara yang bisa dilakukan untuk menghentikan polemik terkait penunjukan anggota TNI-Polri menjadi Pj kepala daerah.
Pertama, sinkronisasi dan perlunya disegerakan merevisi UU terkait dengan hal tersebut, terutama UU Pilkada. Kedua, penegasan dalam aturan untuk tidak menjabat ganda dalam waktu bersamaan. Baik yang diperbolehkan secara UU maupun yang berbasis pada kebutuhan organisasi dari kementerian maupun badan.
Ketiga, mengintegrasikan politik kepemiluan agar dapat segera serentak melaksanakan hajat politik.
“Sehingga mengurangi jeda politik yang membuka adanya Penjabat kepala daerah, yang akhirnya terjadi polemik berkepanjangan,” tutur Muradi.
Keempat, menguatkan politik birokrasi sipil. Menurut Muradi, hal ini dapat berimplikasi pada berkurangnya ketergantungan pada simbol-simbol yang mempersepsikan politik sipil yang lemah, yang akhirnya membuka ruang bagi kebijakan yang mengarah pada pelibatan anggota TNI-Polri.
Netizen menolak anggota TNI-Polri ditunjuk menjadi Pj kepala daerah. Alasannya, masih banyak pejabat sipil yang berkompeten menggantikan. Selain itu, penunjukan TNI-Polri merupakan langkah mundur.
Akun @indra_ruimassa mengatakan, UU tentang TNI telah sangat jelas membolehkan pengangkatan pejabat dari luar kalangan sipil. Namun, permasalahan timbul setelah ada putusan yang memberikan norma tersendiri, berbeda dengan norma yang terdapat pada Pasal 47 UU tentang TNI.
“Rezim yang katanya anti Orde Baru tapi nyatanya banyak cara Orba yang mereka pakai,” ujar @mohamad_habbil_supari. “Dulu paling keras demo Orde Baru, sekarang adopsi konsepnya,” tambah @crazypoor_g.
Akun @dimasadiputra70 menyoal pentingnya supremasi sipil. Dia menjelaskan, militer telah diberikan wewenang sebagai satu-satunya lembaga yang boleh memegang senjata dan melakukan pertahanan atas nama UU.
“Nah, dengan kelebihan tersebut, maka wajar dong jika mereka dilarang ikut campur dalam urusan lain. Pemerintahan dan ekonomi,” tutur akun @dimasadiputra70.
Akun @dannywah_yudi mengatakan, pengangkatan anggota TNI-Polri aktif bisa menghambat kemajuan suatu daerah. Dia lebih setuju Pj kepala daerah diangkat dari kalangan birokrat karier seperti sekretaris daerah yang sudah bertahun-tahun mengabdi.
“Seharusnya, Pj adalah birokrat yang berkarier di wilayah tersebut. Paham teritorinya, bisa meneruskan program yang baik, merevisi yang kurang baik. Bapak-Bapak TNI-Polri tetap fokus pada pertahanan dan keamanan,” saran @baiou_2829. [ASI]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .