Terima Dana Kompensasi Rp 24,6 Triliun PLN Happy, Pemerintah Peduli Sama Masyarakat

Pemerintah akhirnya membayar utang kompensasi kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN sebesar Rp 24,6 triliun. Uang itu untuk mengganti dana talangan atas stimulus listrik yang dilakukan sepanjang tahun 2021. Ini artinya, Pemerintah selain memihak pada rakyat, juga memikirkan keberlangsungan bisnis PLN.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengapresiasi langkah Pemerintah, yang mempercepat pembayaran kompensasi hanya dalam kurun waktu satu semester setelah tutup tahun buku 2021. Mengingat sebelumnya, proses pencairan kompensasi ini perlu waktu sampai dua tahun.

“Percepatan ini sangat berarti bagi PLN. Kami sangat mengapresiasi dan ini bukti perbaikan tata kelola dari Pemerintah terkait kompensasi,” ujar pria yang akrab disapa Darmo ini di Jakarta, Jumat (1/7).

Menurutnya, kompensasi dari Pemerintah ini juga wujud dukungan dan keberpihakan Pemerintah kepada masyarakat. Mengingat sejak 2017, tidak pernah ada penyesuaian tarif listrik untuk seluruh golongan tarif pelanggan.

Selain itu, Pemerintah telah menggelontorkan subsidi listrik sebesar Rp 243,3 triliun dan kompensasi sebesar Rp 94,17 triliun sejak 2017 hingga 2021.

Bahkan, pemberian subsidi tetap dilakukan di tengah naiknya semua komoditas sektor energi. Seperti batu bara, gas, Bahan Bakar Minyak (BBM) dan lainnya.

Sebagai gambaran, lonjakan harga terjadi hampir di seluruh komoditas energi. Seperti batu bara yang semula 70-80 dolar Amerika Serikat (AS) per Metric Ton (MT), sekarang di posisi 200-300 dolar AS per MT.

Namun, Pemerintah mengeluarkan kebijakan DMO (Domestic Market Obligation), untuk pembangkit listrik harganya diatur maksimal 70 dolar AS per MT.

“Dengan dukungan ini, PLN tidak perlu membeli dengan harga pasar atau internasional. Sehingga pasokan batu bara bisa tetap terjaga dan tak ada kenaikan,” terang Darmo.

Begitu juga harga minyak, sambung dia, yang tadinya diprediksi harga 63 dolar AS per barel, nyatanya tembus di atas 100 dolar per barel.

“Meski di tengah kondisi ini, negara tetap hadir menjaga daya beli dan inflasi. Sehingga masyarakat tetap bisa memperoleh pelayanan listrik yang berkesinambungan,” ucapnya.

 

Dia menilai, alokasi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) ini sangat mendukung PLN dalam memastikan pelayanan kelistrikan masyarakat tidak terganggu.

Karenanya, perseroan akan menggunakan dana kompensasi ini untuk disalurkan kembali ke masyarakat. Terutama melalui pembangunan infrastruktur kelistrikan. Sehingga dapat menjamin pasokan listrik yang andal ke depannya.

“Kami menjalankan peran dengan mendukung penalangan biaya listrik masyarakat terlebih dahulu. Sehingga listrik tetap bisa tersedia bagi masyarakat,” ucapnya.

Dia memastikan, skema penyaluran subsidi maupun kompensasi listrik ini akan terus diperbaiki. Termasuk pencocokan dan akurasi data terus dilakukan, agar alokasi subsidi dan kompensasi ini bisa tepat sasaran.

Tak hanya itu, hadirnya Pemerintah juga diperkuat dengan penerapan tariff adjustment hanya untuk rumah tangga mampu. Yaitu di atas 3.500 VA (Volt Ampere) dan pelanggan Pemerintah.

Sementara pelanggan rumah tangga, sambung dia, dan yang lainnya masih tetap ada keberpihakan dari Pemerintah.

“Ke depan, anggaran APBN dapat terus dialokasikan untuk program-program yang lebih luas asas kemanfaatannya dan berkeadilan sosial,” tuturnya.

Sepanjang 2021, sambung pria berkaca mata ini, pihaknya juga melakukan extraordinary effort untuk menjaga stabilitas kondisi keuangan PLN akibat oversupply, yaitu dengan melakukan upaya efisiensi.

Di antaranya, dari sisi Opex (Operating Expenditure/Biaya Operasional) maupun Capex (Capital Expenditure/Belanja Modal), serta pengendalian BPP (Biaya Pokok Penyediaan) dan Non Allowable Cost, melalui penerapan Cash War Room dan Spend Control Tower.

Tujuannya, agar langkah cost avoidance dan cost reduction termonitor dengan ketat, lalu ada digitalisasi dan integrasi proses bisnis end to end.

“Kami juga lakukan sentralisasi pembayaran berbasis digital. Sehingga cash bisa dioptimasi,” terangnya.

 

Dia mengaku, dengan adanya upaya efisiensi ini, likuiditas PLN membaik. Sehingga perseroan belum perlu melakukan penarikan pinjaman Global Bond.

Bahkan, perseroan tetap dapat melakukan pembayaran kewajiban tepat waktu. Baik itu pembayaran pinjaman maupun pembayaran kepada pihak ketiga.

Selain itu, pihaknya juga melakukan konsolidasi para pengembang IPP (Independent Power Producer), pembangkit IPP yang seharusnya Commercial Operation Date (COD) tahun 2021 dan 2022, direnegosiasi untuk penundaan jadwal COD.

“Dengan langkah ini, maka beban TOP (Take or Pay) tahun 2021 dan 2022 terhindarkan. Dan ada cost saving yang kapitalisasinya sebesar Rp 45 triliun bagi PLN. Ke depan, langkah efisiensi akan terus diperkuat,” bebernya.

Menanggapi ini, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengapresiasi langkah Pemerintah yang mempercepat pembayaran kompensasi. Apalagi kompensasi tak hanya diberikan kepada PLN, juga ke BUMN (Badan Usaha Milik Negara) lain, yaitu PT Pertamina (Persero).

“Ini membuktikan, Pemerintah tak hanya peduli kepada masyarakat, juga peduli kepada BUMN, baik PLN maupun Pertamina, dengan mempercepat pembayaran kompensasi,” kata Mamit kemarin kepada Rakyat Merdeka.

Pasalnya, BUMN memiliki peranan penting. Khususnya di sektor energi, karena dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.

Karenanya, dia tak heran ketika Pemerintah juga mengalokasikan dana hingga Rp 520 triliun untuk menambah anggaran subsidi dan kompensasi energi.

“Upaya-upaya ini tentunya dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi. Makanya, ketika Pemerintah membayar kompensasi, BUMN kita bisa kembali ‘bernapas’ di tengah kondisi yang cukup sulit,” jelasnya.

Menurutnya, dengan dana kompensasi itu, ada ruang secara fiskal bagi PLN agar bisa meningkatkan kembali kinerja keuangannya. Sekaligus mengurangi bebanbeban operasional lainnya.

Diharapkan, PLN menyiapkan strategi jitu dalam penyaluran subsidi listrik, agar semakin tepat sasaran ke depannya.

“Misal, subsidi nantinya diberikan tidak lagi ke bentuk barang, tapi lebih ke individu yang berhak. Tapi, kita imbau juga masyarakat agar hemat energi di tengah kondisi global saat ini,” pungkasnya. ■

]]> Pemerintah akhirnya membayar utang kompensasi kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN sebesar Rp 24,6 triliun. Uang itu untuk mengganti dana talangan atas stimulus listrik yang dilakukan sepanjang tahun 2021. Ini artinya, Pemerintah selain memihak pada rakyat, juga memikirkan keberlangsungan bisnis PLN.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengapresiasi langkah Pemerintah, yang mempercepat pembayaran kompensasi hanya dalam kurun waktu satu semester setelah tutup tahun buku 2021. Mengingat sebelumnya, proses pencairan kompensasi ini perlu waktu sampai dua tahun.

“Percepatan ini sangat berarti bagi PLN. Kami sangat mengapresiasi dan ini bukti perbaikan tata kelola dari Pemerintah terkait kompensasi,” ujar pria yang akrab disapa Darmo ini di Jakarta, Jumat (1/7).

Menurutnya, kompensasi dari Pemerintah ini juga wujud dukungan dan keberpihakan Pemerintah kepada masyarakat. Mengingat sejak 2017, tidak pernah ada penyesuaian tarif listrik untuk seluruh golongan tarif pelanggan.

Selain itu, Pemerintah telah menggelontorkan subsidi listrik sebesar Rp 243,3 triliun dan kompensasi sebesar Rp 94,17 triliun sejak 2017 hingga 2021.

Bahkan, pemberian subsidi tetap dilakukan di tengah naiknya semua komoditas sektor energi. Seperti batu bara, gas, Bahan Bakar Minyak (BBM) dan lainnya.

Sebagai gambaran, lonjakan harga terjadi hampir di seluruh komoditas energi. Seperti batu bara yang semula 70-80 dolar Amerika Serikat (AS) per Metric Ton (MT), sekarang di posisi 200-300 dolar AS per MT.

Namun, Pemerintah mengeluarkan kebijakan DMO (Domestic Market Obligation), untuk pembangkit listrik harganya diatur maksimal 70 dolar AS per MT.

“Dengan dukungan ini, PLN tidak perlu membeli dengan harga pasar atau internasional. Sehingga pasokan batu bara bisa tetap terjaga dan tak ada kenaikan,” terang Darmo.

Begitu juga harga minyak, sambung dia, yang tadinya diprediksi harga 63 dolar AS per barel, nyatanya tembus di atas 100 dolar per barel.

“Meski di tengah kondisi ini, negara tetap hadir menjaga daya beli dan inflasi. Sehingga masyarakat tetap bisa memperoleh pelayanan listrik yang berkesinambungan,” ucapnya.

 

Dia menilai, alokasi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) ini sangat mendukung PLN dalam memastikan pelayanan kelistrikan masyarakat tidak terganggu.

Karenanya, perseroan akan menggunakan dana kompensasi ini untuk disalurkan kembali ke masyarakat. Terutama melalui pembangunan infrastruktur kelistrikan. Sehingga dapat menjamin pasokan listrik yang andal ke depannya.

“Kami menjalankan peran dengan mendukung penalangan biaya listrik masyarakat terlebih dahulu. Sehingga listrik tetap bisa tersedia bagi masyarakat,” ucapnya.

Dia memastikan, skema penyaluran subsidi maupun kompensasi listrik ini akan terus diperbaiki. Termasuk pencocokan dan akurasi data terus dilakukan, agar alokasi subsidi dan kompensasi ini bisa tepat sasaran.

Tak hanya itu, hadirnya Pemerintah juga diperkuat dengan penerapan tariff adjustment hanya untuk rumah tangga mampu. Yaitu di atas 3.500 VA (Volt Ampere) dan pelanggan Pemerintah.

Sementara pelanggan rumah tangga, sambung dia, dan yang lainnya masih tetap ada keberpihakan dari Pemerintah.

“Ke depan, anggaran APBN dapat terus dialokasikan untuk program-program yang lebih luas asas kemanfaatannya dan berkeadilan sosial,” tuturnya.

Sepanjang 2021, sambung pria berkaca mata ini, pihaknya juga melakukan extraordinary effort untuk menjaga stabilitas kondisi keuangan PLN akibat oversupply, yaitu dengan melakukan upaya efisiensi.

Di antaranya, dari sisi Opex (Operating Expenditure/Biaya Operasional) maupun Capex (Capital Expenditure/Belanja Modal), serta pengendalian BPP (Biaya Pokok Penyediaan) dan Non Allowable Cost, melalui penerapan Cash War Room dan Spend Control Tower.

Tujuannya, agar langkah cost avoidance dan cost reduction termonitor dengan ketat, lalu ada digitalisasi dan integrasi proses bisnis end to end.

“Kami juga lakukan sentralisasi pembayaran berbasis digital. Sehingga cash bisa dioptimasi,” terangnya.

 

Dia mengaku, dengan adanya upaya efisiensi ini, likuiditas PLN membaik. Sehingga perseroan belum perlu melakukan penarikan pinjaman Global Bond.

Bahkan, perseroan tetap dapat melakukan pembayaran kewajiban tepat waktu. Baik itu pembayaran pinjaman maupun pembayaran kepada pihak ketiga.

Selain itu, pihaknya juga melakukan konsolidasi para pengembang IPP (Independent Power Producer), pembangkit IPP yang seharusnya Commercial Operation Date (COD) tahun 2021 dan 2022, direnegosiasi untuk penundaan jadwal COD.

“Dengan langkah ini, maka beban TOP (Take or Pay) tahun 2021 dan 2022 terhindarkan. Dan ada cost saving yang kapitalisasinya sebesar Rp 45 triliun bagi PLN. Ke depan, langkah efisiensi akan terus diperkuat,” bebernya.

Menanggapi ini, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengapresiasi langkah Pemerintah yang mempercepat pembayaran kompensasi. Apalagi kompensasi tak hanya diberikan kepada PLN, juga ke BUMN (Badan Usaha Milik Negara) lain, yaitu PT Pertamina (Persero).

“Ini membuktikan, Pemerintah tak hanya peduli kepada masyarakat, juga peduli kepada BUMN, baik PLN maupun Pertamina, dengan mempercepat pembayaran kompensasi,” kata Mamit kemarin kepada Rakyat Merdeka.

Pasalnya, BUMN memiliki peranan penting. Khususnya di sektor energi, karena dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.

Karenanya, dia tak heran ketika Pemerintah juga mengalokasikan dana hingga Rp 520 triliun untuk menambah anggaran subsidi dan kompensasi energi.

“Upaya-upaya ini tentunya dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi. Makanya, ketika Pemerintah membayar kompensasi, BUMN kita bisa kembali ‘bernapas’ di tengah kondisi yang cukup sulit,” jelasnya.

Menurutnya, dengan dana kompensasi itu, ada ruang secara fiskal bagi PLN agar bisa meningkatkan kembali kinerja keuangannya. Sekaligus mengurangi bebanbeban operasional lainnya.

Diharapkan, PLN menyiapkan strategi jitu dalam penyaluran subsidi listrik, agar semakin tepat sasaran ke depannya.

“Misal, subsidi nantinya diberikan tidak lagi ke bentuk barang, tapi lebih ke individu yang berhak. Tapi, kita imbau juga masyarakat agar hemat energi di tengah kondisi global saat ini,” pungkasnya. ■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories