Temen-temennya Sudah Divaksin Ribka Tetap Keras Kepala .

Meskipun menuai banyak kritik, para wakil rakyat di Senayan tetap melanjutkan vaksinasi Covid-19. Mayoritas anggota DPR beserta keluarganya, mendapatkan kesempatan untuk divaksin. Namun, anggota DPR dari PDIP, Ribka Tjiptaning mengambil sikap berbeda. Ribka tetap keras kepala untuk menolak, meskipun teman-temannya sudah divaksin.

Penulis buku “Aku Bangga Jadi Anak PKI” ini sempat bikin heboh karena sikapnya menolak vaksin Covid-19 buatan Sinovac, China. Karena sikapnya itu, Ribka yang sebelumnya duduk di Komisi IX DPR, akhirnya digeser PDIP ke Komisi VII DPR.

Ternyata, perpindahan komisi tak membuat sikap Ribka mengendur soal vaksin. Eks Ketua Komisi IX DPR ini masih konsisten dengan sikapnya. Ribka tetap menolak untuk divaksin.

Apa alasannya? Kepada Rakyat Merdeka, Ribka menjelaskan sejumlah alasan di balik penolakannya. Salah satunya, soal efek samping yang ditimbulkan dari vaksin buatan China itu. “Banyak yang tidak terekspos (efek samping vaksin),” katanya, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Dia bersikukuh dengan pendiriannya sejak Pemerintah berencana memanfaatkan vaksin sebagai kekebalan tubuh masyarakat. “Statemenku sudah dari awal itu dan sudah diprediksi,” ungkapnya.

Karenanya, dia ogah disuntik vaksin. Bahkan, penolakan vaksin dia tularkan kepada keluarganya. Menurut Ribka, cukup mengkonsumsi hasil sumber daya alam untuk mencegah dirinya dan keluarga tertular virus asal Wuhan itu.

“Makanya aku dan keluarga tetap nggak mau vaksin. Hanya jaga daya tahan tubuh aja dengan matahari dan rempah-rempah yang sudah dianugrahkan Tuhan untuk bumi Indonesia. Termasuk sayur mayur, buah-buahan untuk menambah vitamin dan juga suka cita,” paparnya.

Secara tegas, sedikitpun dia tidak berniat divaksin. “Belum lah (niat vaksin),” tekannya.

 

Ditanya apakah ada paksaan dari PDIP kepada kadernya untuk divaksin, Ribka enggan menjawab. “No komen lah. Yang penting saya dan keluarga tetap pada pendirian awal,” jelasnya.

Politisi senior PDIP, Hendrawan Supratikno tidak mempermasalahkan pernyataan Ribka. Menurut Hendrawan, Ribka tidak asal bicara. “Putusan beliau tentu rasional, didasarkan sejumlah pertimbangan medis sesuai pendidikan dan pengalamannya sebagai dokter. Bahkan saya dengar beliau punya ramuan jamu ‘anticovid’ yang cespleng,” terangnya.

Pengakuan Ribka juga didukung Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin. Dia menilai Ribka punya hak menolak vaksin. Apalagi Ribka adalah seorang dokter. “RT (Ribka) mungkin takut dengan efek samping vaksin. Jadi dia paham dengan argumen yang dibuatnya,” imbuh Ujang kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Meski demikian, dia merasa aneh dengan sikap Ribka yang tidak sejalan dengan Pemerintah. Padahal PDIP adalah partai pengusung Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019. “Partainya mendukung Pemerintah tapi kader partainya menolak divaksin, yang dimana soal vaksin itu bagian dari kebijakan Pemerintah,” tutur dosen Universitas Al Azhar itu.

Ujang pun mempertanyakan hubungan PDIP dengan Jokowi. Kata dia, kejadian ini merupakan preseden buruk bagi Pemerintah. “Masa iya kader partai koalisi Pemerintah menolak untuk divaksin. Sekaligus lucu dan geli karena ini kejadian hanya terjadi di kader PDIP yang menjadi partai tempat bernaung Jokowi,” bebernya.

Jangan-jangan, sambungnya, yang ditolak Ribka bukan vaksinnya tapi kebijakannya. “Jika menolak divaksin, apakah RT takut efek samping seperti yang dinyatakannya, atau apakah menolak kebijakan Pemerintah. Ini yang perlu didalami,” sebutnya.

Sementara itu, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menilai, kasus vaksin hesitansi alias penolakan terhadap pelayanan program imunisasi yang tersedia tidak memandang siapapun. “Mau dia dokter, pejabat publik, dan siapapun itu, ragu atau tidak percaya vaksin dengan berbagai macam alasan,” pungkasnya kepada Rakyat Merdeka.

Untuk itu, vaksin hesitansi menjadi pekerjaan rumah Pemerintah. “Cara menghadapinya harus dengan strategi komunikasi risiko yang tepat dan efektif. Bukan dengan represif seperti denda dan semacamnya,” beber Dicky. [UMM]

]]> .
Meskipun menuai banyak kritik, para wakil rakyat di Senayan tetap melanjutkan vaksinasi Covid-19. Mayoritas anggota DPR beserta keluarganya, mendapatkan kesempatan untuk divaksin. Namun, anggota DPR dari PDIP, Ribka Tjiptaning mengambil sikap berbeda. Ribka tetap keras kepala untuk menolak, meskipun teman-temannya sudah divaksin.

Penulis buku “Aku Bangga Jadi Anak PKI” ini sempat bikin heboh karena sikapnya menolak vaksin Covid-19 buatan Sinovac, China. Karena sikapnya itu, Ribka yang sebelumnya duduk di Komisi IX DPR, akhirnya digeser PDIP ke Komisi VII DPR.

Ternyata, perpindahan komisi tak membuat sikap Ribka mengendur soal vaksin. Eks Ketua Komisi IX DPR ini masih konsisten dengan sikapnya. Ribka tetap menolak untuk divaksin.

Apa alasannya? Kepada Rakyat Merdeka, Ribka menjelaskan sejumlah alasan di balik penolakannya. Salah satunya, soal efek samping yang ditimbulkan dari vaksin buatan China itu. “Banyak yang tidak terekspos (efek samping vaksin),” katanya, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Dia bersikukuh dengan pendiriannya sejak Pemerintah berencana memanfaatkan vaksin sebagai kekebalan tubuh masyarakat. “Statemenku sudah dari awal itu dan sudah diprediksi,” ungkapnya.

Karenanya, dia ogah disuntik vaksin. Bahkan, penolakan vaksin dia tularkan kepada keluarganya. Menurut Ribka, cukup mengkonsumsi hasil sumber daya alam untuk mencegah dirinya dan keluarga tertular virus asal Wuhan itu.

“Makanya aku dan keluarga tetap nggak mau vaksin. Hanya jaga daya tahan tubuh aja dengan matahari dan rempah-rempah yang sudah dianugrahkan Tuhan untuk bumi Indonesia. Termasuk sayur mayur, buah-buahan untuk menambah vitamin dan juga suka cita,” paparnya.

Secara tegas, sedikitpun dia tidak berniat divaksin. “Belum lah (niat vaksin),” tekannya.

 

Ditanya apakah ada paksaan dari PDIP kepada kadernya untuk divaksin, Ribka enggan menjawab. “No komen lah. Yang penting saya dan keluarga tetap pada pendirian awal,” jelasnya.

Politisi senior PDIP, Hendrawan Supratikno tidak mempermasalahkan pernyataan Ribka. Menurut Hendrawan, Ribka tidak asal bicara. “Putusan beliau tentu rasional, didasarkan sejumlah pertimbangan medis sesuai pendidikan dan pengalamannya sebagai dokter. Bahkan saya dengar beliau punya ramuan jamu ‘anticovid’ yang cespleng,” terangnya.

Pengakuan Ribka juga didukung Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin. Dia menilai Ribka punya hak menolak vaksin. Apalagi Ribka adalah seorang dokter. “RT (Ribka) mungkin takut dengan efek samping vaksin. Jadi dia paham dengan argumen yang dibuatnya,” imbuh Ujang kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Meski demikian, dia merasa aneh dengan sikap Ribka yang tidak sejalan dengan Pemerintah. Padahal PDIP adalah partai pengusung Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019. “Partainya mendukung Pemerintah tapi kader partainya menolak divaksin, yang dimana soal vaksin itu bagian dari kebijakan Pemerintah,” tutur dosen Universitas Al Azhar itu.

Ujang pun mempertanyakan hubungan PDIP dengan Jokowi. Kata dia, kejadian ini merupakan preseden buruk bagi Pemerintah. “Masa iya kader partai koalisi Pemerintah menolak untuk divaksin. Sekaligus lucu dan geli karena ini kejadian hanya terjadi di kader PDIP yang menjadi partai tempat bernaung Jokowi,” bebernya.

Jangan-jangan, sambungnya, yang ditolak Ribka bukan vaksinnya tapi kebijakannya. “Jika menolak divaksin, apakah RT takut efek samping seperti yang dinyatakannya, atau apakah menolak kebijakan Pemerintah. Ini yang perlu didalami,” sebutnya.

Sementara itu, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menilai, kasus vaksin hesitansi alias penolakan terhadap pelayanan program imunisasi yang tersedia tidak memandang siapapun. “Mau dia dokter, pejabat publik, dan siapapun itu, ragu atau tidak percaya vaksin dengan berbagai macam alasan,” pungkasnya kepada Rakyat Merdeka.

Untuk itu, vaksin hesitansi menjadi pekerjaan rumah Pemerintah. “Cara menghadapinya harus dengan strategi komunikasi risiko yang tepat dan efektif. Bukan dengan represif seperti denda dan semacamnya,” beber Dicky. [UMM]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories