Tak Bisa Berikan Kesimpulan Ilmiah, KNKT Terus Cari CVR Sriwijaya Air SJ 182 .

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) belum menemukan Cockpit Voice Recorder (CVR) pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang jatuh di Kepulauan Seribu. Tanpa CVR itu, KNKT tidak bisa memberikan kesimpulan secara ilmiah penyebab jatuhnya pesawat tersebut.

“Ini kondisi yang menyedihkan bagi kami. Kami tidak bisa memberikan suatu hasil atau kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” ujar Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono dalam konferensi pers laporan awal (preliminary report) investigasi SJ 182 secara virtual, Rabu (10/2).

Karena ini, dia memastikan KNKT akan tetap melanjutkan pencarian CVR hingga ditemukan, meski operasi SAR sudah dihentikan pada 21 Januari 2021. “CVR harus ditemukan dan belum berpikir kalau tidak ketemu. Sepanjang masih sanggup dibantu Kemenhub dari Basarnas, saling gotong-royong akan terus mencari hingga ketemu,” tegasnya.

Soerjanto mengungkapkan, kendala yang dialami tim pencarian umumnya disebabkan karena cuaca. Tingginya curah hujan di Pulau Jawa, khususnya di DKI Jakarta, mengakibatkan gelombang tinggi dan berpengaruh pada arus bawah laut.

Selain itu, banjir yang terjadi di sejumlah daerah di Pulau Jawa beberapa hari terakhir juga turut jadi penyebab sulitnya pencarian CVR tersebut. Banjir mengakibatkan lumpur sungai terbawa sampai ke perairan Kepulauan Seribu.

Hal ini memperburuk jarak pandang penyelam ketika melakukan pencarian.”Cuaca ini sangat krusial, mudah-mudahan setelah seminggu cuaca akan membaik dan kami menemukan CVR,” beber Soerjanto. 

Dalam acara yang sama, Kepala Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo menduga, CVR terendam lumpur. Meski begitu, Nurcahyo mengatakan, saat ini KNKT sudah memiliki prediksi koordinat atau posisi CVR.

Titik tersebut, kata dia, mengacu kepada titik ditemukannya Flight Data Recorder (FDR) dan Underwater Locator Beacon (ULB) dari CVR dan FDR. Lokasi yang diprediksi menjadi koordinat CVR itu diperkirakan memiliki dimensi panjang 25 meter dan lebar 25 meter.

“Kami sudah buat garis di bawah laut, dibuat kotak-kotak lima meter, sehingga penyelam akan cari kotak pertama, kotak kedua, sampai selesai masing-masing,” beber Nurcahyo.

KNKT juga sudah menggunakan alat peniup lumpur sehingga air akan lebih bersih. Dengan begitu, Nurcahyo mengharapkan dapat melihat posisi CVR pesawat tersebut.

Peniup lumpur tersebut sudah dioperasikan sejak kemarin (9/2) pada pagi hari. Selanjutnya, pada sore hari, penyelam datang, namun air lumpur dari sungai sampai ke lokasi sehingga kembali mengganggu visibilitas atau jarak pandang.

“Baru pagi ini penyelam bisa lihat lagi hasil setelah ditiup dan hasilnya baik. Jadi memang terlihat area di bagian yang kita tenggarai (koordinat CVR),” ungkap Nurcahyo.

Dia juga berharap CVR dapat segera ditemukan. Sebab peran “kotak hitam” itu sangat signifikan terhadap proses investigasi kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182.

“Mudah-mudahan tidak lama menemukan CVR ini. Kalau ditemukan pengaruhnya signifikan karena kami tidak memiliki data apa diskusi pilot bagaimana komunikasi keduanya, apa yang terjadi di kokpit. Kita enggak begitu tahu karena enggak ada CVR,” tutupnya. [​OKT]

]]> .
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) belum menemukan Cockpit Voice Recorder (CVR) pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang jatuh di Kepulauan Seribu. Tanpa CVR itu, KNKT tidak bisa memberikan kesimpulan secara ilmiah penyebab jatuhnya pesawat tersebut.

“Ini kondisi yang menyedihkan bagi kami. Kami tidak bisa memberikan suatu hasil atau kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” ujar Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono dalam konferensi pers laporan awal (preliminary report) investigasi SJ 182 secara virtual, Rabu (10/2).

Karena ini, dia memastikan KNKT akan tetap melanjutkan pencarian CVR hingga ditemukan, meski operasi SAR sudah dihentikan pada 21 Januari 2021. “CVR harus ditemukan dan belum berpikir kalau tidak ketemu. Sepanjang masih sanggup dibantu Kemenhub dari Basarnas, saling gotong-royong akan terus mencari hingga ketemu,” tegasnya.

Soerjanto mengungkapkan, kendala yang dialami tim pencarian umumnya disebabkan karena cuaca. Tingginya curah hujan di Pulau Jawa, khususnya di DKI Jakarta, mengakibatkan gelombang tinggi dan berpengaruh pada arus bawah laut.

Selain itu, banjir yang terjadi di sejumlah daerah di Pulau Jawa beberapa hari terakhir juga turut jadi penyebab sulitnya pencarian CVR tersebut. Banjir mengakibatkan lumpur sungai terbawa sampai ke perairan Kepulauan Seribu.

Hal ini memperburuk jarak pandang penyelam ketika melakukan pencarian.”Cuaca ini sangat krusial, mudah-mudahan setelah seminggu cuaca akan membaik dan kami menemukan CVR,” beber Soerjanto. 

Dalam acara yang sama, Kepala Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo menduga, CVR terendam lumpur. Meski begitu, Nurcahyo mengatakan, saat ini KNKT sudah memiliki prediksi koordinat atau posisi CVR.

Titik tersebut, kata dia, mengacu kepada titik ditemukannya Flight Data Recorder (FDR) dan Underwater Locator Beacon (ULB) dari CVR dan FDR. Lokasi yang diprediksi menjadi koordinat CVR itu diperkirakan memiliki dimensi panjang 25 meter dan lebar 25 meter.

“Kami sudah buat garis di bawah laut, dibuat kotak-kotak lima meter, sehingga penyelam akan cari kotak pertama, kotak kedua, sampai selesai masing-masing,” beber Nurcahyo.

KNKT juga sudah menggunakan alat peniup lumpur sehingga air akan lebih bersih. Dengan begitu, Nurcahyo mengharapkan dapat melihat posisi CVR pesawat tersebut.

Peniup lumpur tersebut sudah dioperasikan sejak kemarin (9/2) pada pagi hari. Selanjutnya, pada sore hari, penyelam datang, namun air lumpur dari sungai sampai ke lokasi sehingga kembali mengganggu visibilitas atau jarak pandang.

“Baru pagi ini penyelam bisa lihat lagi hasil setelah ditiup dan hasilnya baik. Jadi memang terlihat area di bagian yang kita tenggarai (koordinat CVR),” ungkap Nurcahyo.

Dia juga berharap CVR dapat segera ditemukan. Sebab peran “kotak hitam” itu sangat signifikan terhadap proses investigasi kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182.

“Mudah-mudahan tidak lama menemukan CVR ini. Kalau ditemukan pengaruhnya signifikan karena kami tidak memiliki data apa diskusi pilot bagaimana komunikasi keduanya, apa yang terjadi di kokpit. Kita enggak begitu tahu karena enggak ada CVR,” tutupnya. [​OKT]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories