Syarat Naik Pesawat Pemerintah Gampang Gonta-Ganti Kebijakan

Pemerintah gampang sekali gonta-ganti kebijakan. Contohnya mengenai syarat naik pesawat. Awalnya, Pemerintah mewajibkan calon penumpang pesawat melakukan tes Polymerase Chain Reaction (PCR). Namun, setelah banyak dikritik, kebijakan ini diganti dengan cukup tes Antigen.

Kewajiban tes PCR bagi penumpang pesawat mulai berlaku pada 24 Oktober 2021, sesuai Instruksi Mendagri (Inmendagri) Nomor 53 Tahun 2021. Aturan ini lantas banyak dikritik karena dianggap memberatkan penumpang. Menyikapi hal itu, Pemerintah kemudian menurunkan tarif PCR menjadi paling tinggi Rp 275 ribu dan memperpanjang masa berlaku dari 1×24 jam menjadi 3×24 jam.

Namun, protes terhadap kewajiban PCR ini tidak berhenti. Melihat hal ini, Pemerintah pun mengubah kebijakan tadi.

“Untuk perjalanan udara ada perubahan. Untuk Jawa dan Bali, perjalanan udara tidak lagi mengharuskan menggunakan tes PCR. Tetapi cukup menggunakan tes Antigen. Sama dengan yang sudah diberlakukan untuk wilayah luar Jawa dan Bali,” kata Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, dalam jumpa pers virtual setelah Rapat Evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), kemarin.

Menurut Muhadjir, usulan perubahan syarat penumpang pesawat itu disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam Rapat Terbatas bersama Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin. “Ini sesuai dengan usulan dari Mendagri,” tutur Muhadjir.

Dengan perubahan ini, aturan tes PCR bagi calon penumpang pesawat hanya seumur jagung. Aturan tersebut hanya berlaku seminggu.

Gonta-gantinya aturan ini dikritik pakar komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio. Menurut Hendri, gonta-gantinya aturan ini menandakan perencanaan tak matang dan koordinasi kurang berjalan baik.

Dia pun menyarankan agar Pemerintah memperbaiki lagi pola koordinasi antara kementerian/lembaga. “Ada hal serius tentang komunikasi dan koordinasi yang harus segera dibenahi pemerintahan Jokowi,” pesan pria yang akrab disapa Hensat ini.

Jika Jokowi tidak segera memperbaiki komunikasi di internal menteri, kata Hensat, bisa berbahaya. Misalnya, publik akan jengkel lantaran kebijakan yang diterbitkan mudah berubah-ubah.

 

Beres polemik aturan naik pesawat, kini muncul polemik baru. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) baru saja mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menhub Nomor 90 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transport. Dalam SE ini diatur, pelaku perjalanan darat dengan jarak 250 kilometer ke atas atau 4 jam wajib melakukan tes PCR atau Antigen. Padahal, sebelumnya tidak ada aturan ini.

“Para pelaku perjalanan jauh dengan moda transportasi darat dan penyeberangan dengan ketentuan jarak minimal 250 kilometer atau waktu perjalanan 4 jam dari dan ke Pulau Jawa dan Bali wajib menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama dan surat keterangan hasil RT-PCR maksimal 3×24 jam atau Antigen maksimal 1×24 jam sebelum perjalanan,” kata Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi.

Ketentuan ini berlaku bagi seluruh pelaku perjalanan darat. Mulai dari pengguna kendaraan bermotor perseorangan, kendaraan bermotor umum, angkutan penyeberangan, sampai pesepeda motor. 

Kebijakan ini langsung ditentang Ketua Satgas Nasional Gerakan Percepatan Vaksinasi Covid-19 DPP Pro Jokowi (Projo) Panel Barus. “Ini kayak dagelan. Dihapus untuk pesawat udara tapi diberlakukan di transportasi darat,” kata Panel, kemarin.

Di dunia maya, warganet pun ikut mengomentari sikap Pemerintah yang suka gonta-ganti kebijakan. “Labil banget. Kapan majunya negara ini kalau tiap minggu ganti aturan mulu,” sindir @tharanidt.

Akun @Bebque__ menyindir lebih keras. “Peraturan atau Power Ranger sih? Berubah melulu,” tulisnya. “Baru beberapa hari yang lalu tarif PCR berubah. Sekarang aturan diubah lagi. Pembuat kebijakan maunya gimana?” tanya @aian_44.

Akun @beecaos berpendapat seperti Hensat, soal koordinasi dan komunikasi antar kementerian yang kacau. “Jadi ingin menanyakan ini. Pemerintah punya grup WA nggak sih? Kok kayaknya kalau lempar kebijakan nggak ada koordinasi, minim pertimbangan, tergesa-gesa,” tulisnya. [MEN]

]]> Pemerintah gampang sekali gonta-ganti kebijakan. Contohnya mengenai syarat naik pesawat. Awalnya, Pemerintah mewajibkan calon penumpang pesawat melakukan tes Polymerase Chain Reaction (PCR). Namun, setelah banyak dikritik, kebijakan ini diganti dengan cukup tes Antigen.

Kewajiban tes PCR bagi penumpang pesawat mulai berlaku pada 24 Oktober 2021, sesuai Instruksi Mendagri (Inmendagri) Nomor 53 Tahun 2021. Aturan ini lantas banyak dikritik karena dianggap memberatkan penumpang. Menyikapi hal itu, Pemerintah kemudian menurunkan tarif PCR menjadi paling tinggi Rp 275 ribu dan memperpanjang masa berlaku dari 1×24 jam menjadi 3×24 jam.

Namun, protes terhadap kewajiban PCR ini tidak berhenti. Melihat hal ini, Pemerintah pun mengubah kebijakan tadi.

“Untuk perjalanan udara ada perubahan. Untuk Jawa dan Bali, perjalanan udara tidak lagi mengharuskan menggunakan tes PCR. Tetapi cukup menggunakan tes Antigen. Sama dengan yang sudah diberlakukan untuk wilayah luar Jawa dan Bali,” kata Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, dalam jumpa pers virtual setelah Rapat Evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), kemarin.

Menurut Muhadjir, usulan perubahan syarat penumpang pesawat itu disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam Rapat Terbatas bersama Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin. “Ini sesuai dengan usulan dari Mendagri,” tutur Muhadjir.

Dengan perubahan ini, aturan tes PCR bagi calon penumpang pesawat hanya seumur jagung. Aturan tersebut hanya berlaku seminggu.

Gonta-gantinya aturan ini dikritik pakar komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio. Menurut Hendri, gonta-gantinya aturan ini menandakan perencanaan tak matang dan koordinasi kurang berjalan baik.

Dia pun menyarankan agar Pemerintah memperbaiki lagi pola koordinasi antara kementerian/lembaga. “Ada hal serius tentang komunikasi dan koordinasi yang harus segera dibenahi pemerintahan Jokowi,” pesan pria yang akrab disapa Hensat ini.

Jika Jokowi tidak segera memperbaiki komunikasi di internal menteri, kata Hensat, bisa berbahaya. Misalnya, publik akan jengkel lantaran kebijakan yang diterbitkan mudah berubah-ubah.

 

Beres polemik aturan naik pesawat, kini muncul polemik baru. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) baru saja mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menhub Nomor 90 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transport. Dalam SE ini diatur, pelaku perjalanan darat dengan jarak 250 kilometer ke atas atau 4 jam wajib melakukan tes PCR atau Antigen. Padahal, sebelumnya tidak ada aturan ini.

“Para pelaku perjalanan jauh dengan moda transportasi darat dan penyeberangan dengan ketentuan jarak minimal 250 kilometer atau waktu perjalanan 4 jam dari dan ke Pulau Jawa dan Bali wajib menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama dan surat keterangan hasil RT-PCR maksimal 3×24 jam atau Antigen maksimal 1×24 jam sebelum perjalanan,” kata Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi.

Ketentuan ini berlaku bagi seluruh pelaku perjalanan darat. Mulai dari pengguna kendaraan bermotor perseorangan, kendaraan bermotor umum, angkutan penyeberangan, sampai pesepeda motor. 

Kebijakan ini langsung ditentang Ketua Satgas Nasional Gerakan Percepatan Vaksinasi Covid-19 DPP Pro Jokowi (Projo) Panel Barus. “Ini kayak dagelan. Dihapus untuk pesawat udara tapi diberlakukan di transportasi darat,” kata Panel, kemarin.

Di dunia maya, warganet pun ikut mengomentari sikap Pemerintah yang suka gonta-ganti kebijakan. “Labil banget. Kapan majunya negara ini kalau tiap minggu ganti aturan mulu,” sindir @tharanidt.

Akun @Bebque__ menyindir lebih keras. “Peraturan atau Power Ranger sih? Berubah melulu,” tulisnya. “Baru beberapa hari yang lalu tarif PCR berubah. Sekarang aturan diubah lagi. Pembuat kebijakan maunya gimana?” tanya @aian_44.

Akun @beecaos berpendapat seperti Hensat, soal koordinasi dan komunikasi antar kementerian yang kacau. “Jadi ingin menanyakan ini. Pemerintah punya grup WA nggak sih? Kok kayaknya kalau lempar kebijakan nggak ada koordinasi, minim pertimbangan, tergesa-gesa,” tulisnya. [MEN]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories