Supaya Kita Nggak Jadi Pasien Ke-29 IMF Jokowi Minta Semua Eling Lan Waspodo…

Tanda-tanda gelapnya ekonomi global makin nyata. Satu per satu negara tumbang. Pemerintah Indonesia harus secepatnya pasang kuda-kuda untuk mengantisipasi krisis ini, sehingga kita tidak menjadi pasien IMF (International Monetary Fund).

“Saya mendapat informasi dari pertemuan di Washington DC (Annual Meeting IMF), 28 negara sudah antre di markasnya IMF menjadi ‘pasien’,” ungkap Jokowi, saat membuka Investor Daily Summit 2022, di Jakarta Convention Center, kemarin.

Jokowi mewanti-wanti agar Indonesia tidak sampai men­jadi negara ke 29 yang menjadi pasien di IMF.

“Sekali lagi, kita harus men­jaga optimisme. Tapi yang lebih penting hati-hati dan waspada, eling lan waspodo,” kata eks Wali Kota Solo tersebut.

Jokowi mengatakan, kon­disi ini terjadi karena adanya perubahan fundamental da­lam ekonomi global. Jika dulu ekonomi relatif mudah dipredik­si, dihitung, dikalkulasi, namun saat ini kondisi global menjadi penuh ketidakpastian dengan volatilitas tinggi.

Apalagi, kata Jokowi, setelah adanya perang Rusia dan Ukrai­na membuat situasi ekonomi global kian tidak pasti. Hal ini terbukti karena proyeksi pertum­buhan ekonomi dunia pada 2023 terjerumus dari perkiraan awal 3 persen menjadi 2,2 persen.

Kendati begitu, mantan Gu­bernur DKI Jakarta ini mengaku punya beberapa jurus rahasia untuk mengantisipasi situasi ekonomi global. Terutama da­lam pengendalian inflasi.

Pertama, gotong royong an­tarinstansi yang dibuktikan dari pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2022 termasuk yang terbaik di dunia yaitu, 5,44 persen.

Jokowi mengatakan, inflasi In­donesia masih terkendali setelah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi. Inflasi masih di bawah angka 5,9 persen.

Jika dibandingkan dengan negara lain seperti Argentina, kenaikan inflasi sudah mencapai 83,5 persen, dengan kenaikan suku bunga 3.700 basis poin.

“Moneter kita masih pada posisi yang bisa kita kendali­kan. Karena Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan berjalan beriringan, rukun, tidak saling tumpang tindih. Saya lihat komunikasi baik, sehingga fiskal dan moneter bisa berjalan bersama-bersama,” tuturnya.

Kedua, meningkatkan daya beli dan konsumsi masyarakat dengan cara memberikan ban­tuan sosial (bansos), baik berupa kompensasi maupun subsidi.

“Subsidi besarnya luar biasa, Rp 502,6 triliun. Ini angka yang besar sekali,” tegas Jokowi.

 

Ketiga, meminta kementerian dan lembaga melakukan belanja produk dalam negeri. Jokowi geram, lantaran APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) yang dikumpul­kan susah payah, uangnya malah dibelanjakan untuk membeli produk-produk impor.

Jokowi meminta kementerian, lembaga, dan Pemerintah Daer­ah berkomitmen menyisihkan anggaran belanjanya membeli produk-produk dalam negeri.

Dari komitmen kementerian dan lembaga, baik di pusat dan daerah akhirnya terkumpul sebesar Rp 950 triliun untuk membeli produk dalam negeri. Namun, hingga akhir tahun, realisasinya belum 100 persen.

“Realisasi untuk BUMN baru Rp 72 persen, kemudian APBN dan APBD masih 44 persen dari Rp 950 triliun. Kalau nanti ini terealisasi 100 persen, akan kelihatan,” ucapnya.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan me­mastikan, Indonesia tidak akan seperti 28 negara yang saat ini antre menjadi pasien IMF. “Kita jauh dari itu,” tegasnya.

Luhut mengatakan, Indonesia masih mampu menjaga ketahanan ekonomi pasca diterjang pandemi Covid-19.

Jadi, kata Luhut, ketika dihadapkan pada persoalan ekono­mi global seperti inflasi tinggi, krisis energi dan pangan, hingga ancaman resesi 2023, perekono­mian Indonesia masih kuat.

Untuk itu, Luhut menegaskan, semua pihak harus bersikap optimistis terkait investasi dan perekonomian nasional. “Opti­misme harus dibangun. Jangan kita bicara tidak jelas,” ujarnya.

Dia meminta semua pihak menjaga kekompakan serta memperhatikan UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Kedua hal itu merupakan kunci yang mesti diperhatikan untuk menghadapi semua persoalan.

Pasang Kuda-kuda

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, kondisi krisis ekonomi yang dialami dunia saat ini lebih mirip resesi 1970 daripada krisis 1998 dan 2008.

“Tahun 1998, krisisnya re­gional hanya kawasan Asia. Sementara, 2008 penyebabnya krisis sektor keuangan. Pada 1970, dunia dilanda krisis minyak karena perang teluk. Akibatnya, berbagai negara di dunia mengalami gejolak inflasi,” tuturnya.

Bhima meminta Pemerintah pasang kuda-kuda untuk mengantisipasi krisis ini agar tidak menjadi pasien IMF berikutnya.

Misalnya, menjaga stabilitas stok pangan nasional dengan mengurangi ketergantungan im­por beberapa komoditas yang rawan terimbas melemahnya kurs. Stok pangan yang dimaksud adalah gula, garam, daging sapi, gandum, dan bawang putih.

Selanjutnya, Pemerintah perlu mendorong perluasan pasar ekspor ke negara alternatif. Bisa ke negara di kawasan Afrika Utara dan Timur Tengah. [KPJ]

]]> Tanda-tanda gelapnya ekonomi global makin nyata. Satu per satu negara tumbang. Pemerintah Indonesia harus secepatnya pasang kuda-kuda untuk mengantisipasi krisis ini, sehingga kita tidak menjadi pasien IMF (International Monetary Fund).

“Saya mendapat informasi dari pertemuan di Washington DC (Annual Meeting IMF), 28 negara sudah antre di markasnya IMF menjadi ‘pasien’,” ungkap Jokowi, saat membuka Investor Daily Summit 2022, di Jakarta Convention Center, kemarin.

Jokowi mewanti-wanti agar Indonesia tidak sampai men­jadi negara ke 29 yang menjadi pasien di IMF.

“Sekali lagi, kita harus men­jaga optimisme. Tapi yang lebih penting hati-hati dan waspada, eling lan waspodo,” kata eks Wali Kota Solo tersebut.

Jokowi mengatakan, kon­disi ini terjadi karena adanya perubahan fundamental da­lam ekonomi global. Jika dulu ekonomi relatif mudah dipredik­si, dihitung, dikalkulasi, namun saat ini kondisi global menjadi penuh ketidakpastian dengan volatilitas tinggi.

Apalagi, kata Jokowi, setelah adanya perang Rusia dan Ukrai­na membuat situasi ekonomi global kian tidak pasti. Hal ini terbukti karena proyeksi pertum­buhan ekonomi dunia pada 2023 terjerumus dari perkiraan awal 3 persen menjadi 2,2 persen.

Kendati begitu, mantan Gu­bernur DKI Jakarta ini mengaku punya beberapa jurus rahasia untuk mengantisipasi situasi ekonomi global. Terutama da­lam pengendalian inflasi.

Pertama, gotong royong an­tarinstansi yang dibuktikan dari pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2022 termasuk yang terbaik di dunia yaitu, 5,44 persen.

Jokowi mengatakan, inflasi In­donesia masih terkendali setelah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi. Inflasi masih di bawah angka 5,9 persen.

Jika dibandingkan dengan negara lain seperti Argentina, kenaikan inflasi sudah mencapai 83,5 persen, dengan kenaikan suku bunga 3.700 basis poin.

“Moneter kita masih pada posisi yang bisa kita kendali­kan. Karena Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan berjalan beriringan, rukun, tidak saling tumpang tindih. Saya lihat komunikasi baik, sehingga fiskal dan moneter bisa berjalan bersama-bersama,” tuturnya.

Kedua, meningkatkan daya beli dan konsumsi masyarakat dengan cara memberikan ban­tuan sosial (bansos), baik berupa kompensasi maupun subsidi.

“Subsidi besarnya luar biasa, Rp 502,6 triliun. Ini angka yang besar sekali,” tegas Jokowi.

 

Ketiga, meminta kementerian dan lembaga melakukan belanja produk dalam negeri. Jokowi geram, lantaran APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) yang dikumpul­kan susah payah, uangnya malah dibelanjakan untuk membeli produk-produk impor.

Jokowi meminta kementerian, lembaga, dan Pemerintah Daer­ah berkomitmen menyisihkan anggaran belanjanya membeli produk-produk dalam negeri.

Dari komitmen kementerian dan lembaga, baik di pusat dan daerah akhirnya terkumpul sebesar Rp 950 triliun untuk membeli produk dalam negeri. Namun, hingga akhir tahun, realisasinya belum 100 persen.

“Realisasi untuk BUMN baru Rp 72 persen, kemudian APBN dan APBD masih 44 persen dari Rp 950 triliun. Kalau nanti ini terealisasi 100 persen, akan kelihatan,” ucapnya.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan me­mastikan, Indonesia tidak akan seperti 28 negara yang saat ini antre menjadi pasien IMF. “Kita jauh dari itu,” tegasnya.

Luhut mengatakan, Indonesia masih mampu menjaga ketahanan ekonomi pasca diterjang pandemi Covid-19.

Jadi, kata Luhut, ketika dihadapkan pada persoalan ekono­mi global seperti inflasi tinggi, krisis energi dan pangan, hingga ancaman resesi 2023, perekono­mian Indonesia masih kuat.

Untuk itu, Luhut menegaskan, semua pihak harus bersikap optimistis terkait investasi dan perekonomian nasional. “Opti­misme harus dibangun. Jangan kita bicara tidak jelas,” ujarnya.

Dia meminta semua pihak menjaga kekompakan serta memperhatikan UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Kedua hal itu merupakan kunci yang mesti diperhatikan untuk menghadapi semua persoalan.

Pasang Kuda-kuda

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, kondisi krisis ekonomi yang dialami dunia saat ini lebih mirip resesi 1970 daripada krisis 1998 dan 2008.

“Tahun 1998, krisisnya re­gional hanya kawasan Asia. Sementara, 2008 penyebabnya krisis sektor keuangan. Pada 1970, dunia dilanda krisis minyak karena perang teluk. Akibatnya, berbagai negara di dunia mengalami gejolak inflasi,” tuturnya.

Bhima meminta Pemerintah pasang kuda-kuda untuk mengantisipasi krisis ini agar tidak menjadi pasien IMF berikutnya.

Misalnya, menjaga stabilitas stok pangan nasional dengan mengurangi ketergantungan im­por beberapa komoditas yang rawan terimbas melemahnya kurs. Stok pangan yang dimaksud adalah gula, garam, daging sapi, gandum, dan bawang putih.

Selanjutnya, Pemerintah perlu mendorong perluasan pasar ekspor ke negara alternatif. Bisa ke negara di kawasan Afrika Utara dan Timur Tengah. [KPJ]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories

Generated by Feedzy