SP3 Kasus BLBI KPK Yang Wangi Itu Jadi Bau
Keputusan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih, dibenarkan oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Tapi, keputusan Firli Bahuri Cs itu, dikritik keras. Ada yang menilai, KPK yang sedang wangi karena sukses nangkep 2 menteri di kasus benur dan bansos itu, jadi bau lagi.
Keputusan KPK itu diumumkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, di Jakarta, Kamis (1/4) sore. Alex menuturkan, penerbitan SP3 itu sesuai dengan Pasal 40 UU KPK.
“Penghentian penyidikan sebagai bagian adanya kepastian hukum sebagaimana Pasal 5 Undang-Undang KPK,” tuturnya.
Keputusan KPK ini didasarkan pada kasus mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung -tersangka lain kasus ini- yang telah divonis lepas oleh Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi.
Menurut Alex, PK tidak punya upaya hukum lain. KPK berkesimpulan, syarat adanya perbuatan Penyelenggara Negara dalam perkara tersebut tidak terpenuhi. Sedangkan Sjamsul dan Itjih berkapasitas sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan Syafruddin selaku penyelenggara negara.
Tak lama setelah pengumumam, kritikan langsung berdatangan. Mantan komisioner KPK, Busyro Muqoddas kecewa berat dengan keputusan tersebut. “Harus saya nyatakan dengan tegas lugas bahwa itu bukti nyata tumpul dan tandusnya rasa keadilan rakyat yang dirobek-robek atas nama Undang-undang KPK hasil revisi usulan presiden,” kata Busyro.
Busyro tak habis pikir bagaimana kasus perampokan BLBI bisa dengan mudah ditutup oleh rezim KPK saat ini. Padahal, KPK di era sebelumnya sudah mulai mengurai skandal yang licin, panas dan penuh intrik ini. Menurut dia, keluarnya SP3 ini dampak dari dominasi oligarki politik melalui UU KPK baru.
“Semakin tampak akrobat politik hukum yang sengaja ingkar dari jiwa keadilan sosial. Semakin tampak pula peredupan Pancasila dan adab dalam praktik politik legislasi dan penegakan hukum,” kritiknya.
Mantan Komisioner KPK, Bambang Widjojanto melontarkan kritik serupa. Pria yang akrab disapa BW itu heran melihat KPK yang begitu cepat menyerah. Menurut dia, KPK belum melakukan yang terbaik untuk menuntaskan kasus itu. Yang tampak, KPK hanya berpangku tangan.
BW kecewa lantaran keputusan tersebut justru menggadaikan janji pimpinan KPK terdahulu yang berjanji mengusut tuntas kasus tersebut.
Kritikan juga datang dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menyoal putusan MA yang membebaskan Syafruddin Arsyad Temenggung. Putusan itu diwarnai kontroversi, salah satunya kesimpulan majelis hakim yang menyebut perkara Syafruddin Arsyad Temenggung bukan perbuatan pidana.
Padahal, kata dia, dalam fakta persidangan pada tingkat judex factie, sudah secara terang benderang menjatuhkan hukuman penjara belasan tahun kepada terdakwa. Lebih jauh lagi, perdebatan perihal pidana atau perdata seharusnya sudah selesai tatkala permohonan praperadilan Syafruddin Arsyad Temenggung ditolak oleh Pengadilan Negeri.
Bagaimana tanggapan KPK dengan banyak kritik ini? Jubir KPK, Ali Fikri mengatakan, apa yang diputuskan KPK telah sesuai aturan hukum yang berlaku. MA memutuskan perkara Syafrudin Arsyad Temenggung ada perbuatan sebagaimana dakwaan, tapi bukan tindak pidana.
“KPK telah berupaya maksimal sampai kemudian saat itu juga diajukan upaya hukum luar biasa PK dan ditolak oleh MA,” ujarnya. Karena itu demi kepastian hukum KPK menghentikan penyidikan perkara dimaksud.
Bagaimana tanggapan Dewan Pengawas (Dewas) KPK? Anggota Dewas KPK, Albertina Ho menilai tak ada masalah dengan penerbitan SP3 itu. “Itu kewenangan KPK,” kata Albertina saat dimintai konfirmasi, kemarin.
Warganet ikutan riuh menanggapi keputusan tersebut. Aktivis anti-korupsi dan pengajar hukum di Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar melontarkan sindiran.
“Mari ucapkan selamat kepada siapapun, melalui SP3 kasus korupsi pertama KPK dengan Undang-Undang KPK hasil revisi,” kata Zainal di akun twitternya. Mantan Jubir KPK, Febri Diansyah menyampaikan, sindiran yang sama, “Salah satu bukti manfaat revisi Undang-Undang KPK,” cuit @febridiansyah.
Sementara, Pengacara Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail menilai, keputusan KPKitu baik dan tepat. Menurut dia, kasus kliennya dikaitkan dengan perkara Syafruddin Arsyad Temenggung, padahal dia sudah lama dibebaskan oleh MA.
Keputusan KPK telah memenuhi rasa keadilan bagi Sjamsul Nursalim dan istrinya. Juga memberikan kepastian hukum yang diharapkan masyarakat, terutama dari dunia usaha. “Adanya jaminan kepastian hukum ini, akan meningkatkan kepercayaan investor luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia,” kata Maqdir. [BCG]
]]> Keputusan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih, dibenarkan oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Tapi, keputusan Firli Bahuri Cs itu, dikritik keras. Ada yang menilai, KPK yang sedang wangi karena sukses nangkep 2 menteri di kasus benur dan bansos itu, jadi bau lagi.
Keputusan KPK itu diumumkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, di Jakarta, Kamis (1/4) sore. Alex menuturkan, penerbitan SP3 itu sesuai dengan Pasal 40 UU KPK.
“Penghentian penyidikan sebagai bagian adanya kepastian hukum sebagaimana Pasal 5 Undang-Undang KPK,” tuturnya.
Keputusan KPK ini didasarkan pada kasus mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung -tersangka lain kasus ini- yang telah divonis lepas oleh Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi.
Menurut Alex, PK tidak punya upaya hukum lain. KPK berkesimpulan, syarat adanya perbuatan Penyelenggara Negara dalam perkara tersebut tidak terpenuhi. Sedangkan Sjamsul dan Itjih berkapasitas sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan Syafruddin selaku penyelenggara negara.
Tak lama setelah pengumumam, kritikan langsung berdatangan. Mantan komisioner KPK, Busyro Muqoddas kecewa berat dengan keputusan tersebut. “Harus saya nyatakan dengan tegas lugas bahwa itu bukti nyata tumpul dan tandusnya rasa keadilan rakyat yang dirobek-robek atas nama Undang-undang KPK hasil revisi usulan presiden,” kata Busyro.
Busyro tak habis pikir bagaimana kasus perampokan BLBI bisa dengan mudah ditutup oleh rezim KPK saat ini. Padahal, KPK di era sebelumnya sudah mulai mengurai skandal yang licin, panas dan penuh intrik ini. Menurut dia, keluarnya SP3 ini dampak dari dominasi oligarki politik melalui UU KPK baru.
“Semakin tampak akrobat politik hukum yang sengaja ingkar dari jiwa keadilan sosial. Semakin tampak pula peredupan Pancasila dan adab dalam praktik politik legislasi dan penegakan hukum,” kritiknya.
Mantan Komisioner KPK, Bambang Widjojanto melontarkan kritik serupa. Pria yang akrab disapa BW itu heran melihat KPK yang begitu cepat menyerah. Menurut dia, KPK belum melakukan yang terbaik untuk menuntaskan kasus itu. Yang tampak, KPK hanya berpangku tangan.
BW kecewa lantaran keputusan tersebut justru menggadaikan janji pimpinan KPK terdahulu yang berjanji mengusut tuntas kasus tersebut.
Kritikan juga datang dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menyoal putusan MA yang membebaskan Syafruddin Arsyad Temenggung. Putusan itu diwarnai kontroversi, salah satunya kesimpulan majelis hakim yang menyebut perkara Syafruddin Arsyad Temenggung bukan perbuatan pidana.
Padahal, kata dia, dalam fakta persidangan pada tingkat judex factie, sudah secara terang benderang menjatuhkan hukuman penjara belasan tahun kepada terdakwa. Lebih jauh lagi, perdebatan perihal pidana atau perdata seharusnya sudah selesai tatkala permohonan praperadilan Syafruddin Arsyad Temenggung ditolak oleh Pengadilan Negeri.
Bagaimana tanggapan KPK dengan banyak kritik ini? Jubir KPK, Ali Fikri mengatakan, apa yang diputuskan KPK telah sesuai aturan hukum yang berlaku. MA memutuskan perkara Syafrudin Arsyad Temenggung ada perbuatan sebagaimana dakwaan, tapi bukan tindak pidana.
“KPK telah berupaya maksimal sampai kemudian saat itu juga diajukan upaya hukum luar biasa PK dan ditolak oleh MA,” ujarnya. Karena itu demi kepastian hukum KPK menghentikan penyidikan perkara dimaksud.
Bagaimana tanggapan Dewan Pengawas (Dewas) KPK? Anggota Dewas KPK, Albertina Ho menilai tak ada masalah dengan penerbitan SP3 itu. “Itu kewenangan KPK,” kata Albertina saat dimintai konfirmasi, kemarin.
Warganet ikutan riuh menanggapi keputusan tersebut. Aktivis anti-korupsi dan pengajar hukum di Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar melontarkan sindiran.
“Mari ucapkan selamat kepada siapapun, melalui SP3 kasus korupsi pertama KPK dengan Undang-Undang KPK hasil revisi,” kata Zainal di akun twitternya. Mantan Jubir KPK, Febri Diansyah menyampaikan, sindiran yang sama, “Salah satu bukti manfaat revisi Undang-Undang KPK,” cuit @febridiansyah.
Sementara, Pengacara Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail menilai, keputusan KPKitu baik dan tepat. Menurut dia, kasus kliennya dikaitkan dengan perkara Syafruddin Arsyad Temenggung, padahal dia sudah lama dibebaskan oleh MA.
Keputusan KPK telah memenuhi rasa keadilan bagi Sjamsul Nursalim dan istrinya. Juga memberikan kepastian hukum yang diharapkan masyarakat, terutama dari dunia usaha. “Adanya jaminan kepastian hukum ini, akan meningkatkan kepercayaan investor luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia,” kata Maqdir. [BCG]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .