Soal Pro Kontra Pilkada Digelar 2022 Atau 2024 DPRA: Gubernur Aceh Buka Suaranya Dong

Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) ngotot, tetap ingin menggelar Pilkada Aceh pada 2022. DPRA pun meminta Gubernur Aceh Nova Iriansyah tidak berdiam diri dengan polemik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh ini.

“Kami minta Gubernur Aceh tidak buang badan terkait dinamika dan permasalahan Pilkada saat ini,” kata Ketua Komisi I DPR Aceh, Muhammad Yunus kepada wartawan, kemarin.

Menurutnya, isu Pilkada Aceh telah mendapat respons dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan anggota DPR. Tapi, lanjut Yunus, Gubernur Aceh malah tak pernah menanggapi persoalan Pilkada Aceh. Ini tercermin dari sikapnya, hampir tak pernah mengeluarkan pernyataan soal agenda Pilkada.

“Jika ada permasalahan, Pak Nova harusnya berada di garda terdepan mencari solusi, agar Pilkada tetap terlaksana,” jelasnya.

Menurut Yunus, Pilkada Aceh 2022 bukan kepentingan DPR Aceh. Dia mengatakan, tanggung jawab terbesar terlaksananya Pilkada di Aceh adalah Pemerintah Aceh, terutama terkaitpenyediaan dan keabsahan penggunaan anggaran.

“Yang lebih menyedihkan, kami mendengar sampai hari ini gubernur belum menerima Komite Independen Pemilihan (KIP) Aceh secara resmi untuk menerima penetapan jadwal Pilkada. Padahal, KIP sudah menyurati Gubernur Aceh beberapa kali,” jelasnya.

Yunus meminta, Gubernur Nova Iriansyah menggelar pertemuan dengan DPR Aceh dan KIP, untuk mencari solusi permasalahan Pilkada. Selain itu, Nova perlu menggelar rapat koordinasi dengan seluruh kepala daerah di Aceh, untuk menyamakan persepsi.

Bahkan, Yunus mengajak Gubernur Aceh bersama-sama menghadap Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Komisi II DPR, untuk melakukan lobi. “Pak Nova harus hadir dan memimpin upaya lobi-lobi itu. Jangan biarkan isu Pilkada terus-menerus sekadar jadi wacana liar di ruang publik,” ingatnya.

Hal ini, ujar Yunus lagi, merupakan kewajiban Pemerintah Aceh dan DPRA untuk memperjuangkannya. “Jika Pemerintah Aceh dan DPRA kompak, Insya Allah agenda Pilkada tetap terlaksana pada 2022,” yakinnya.

 

Sementara Ketua Fraksi Partai Aceh di DPRA, Tarmizi Panyang menegaskan, hingga ke level Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partainya tegas menolak bila Pilkada se-Aceh digelar pada 2024.

“Di tingkat pimpinan sudah menyampaikan secara tegas, tidak ada tawar-menawar Pilkada tetap digelar 2022. Pembahasan di internal juga sudah dilakukan,” ujarnya.

Tarmizi mengatakan, Pilkada di Aceh sejak 2007 selalu mengacupada UU Pemerintah Aceh. Artinya, bila Pilkada se-Aceh digelar pada 2024, sama saja pusat mengkhianati UU Pemerintah Aceh.

Pihaknya juga sudah melakukan pertemuan dengan KIP dan Komisi II DPR. Kata dia, persoalan ini di Aceh sebenarnya sudah selesai dan tidak lagi diperdebatkan. “Pusat harus berniat baik. Jadi, indahkanlah kekhususan Aceh, salah satunya Pilkada,” katanya.

Sebelumnya, sejumlah partai lokal Aceh bersikukuh ingin Pilkada Aceh digelar 2022. Parpol lokal ini mengatakan sikap mereka didasarkan pada UU Pemerintahan Aceh (UU PA). Mereka menilai Pasal 65 ayat (1) UU PA mengatur Pilkada. Bunyinya, gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan wali kota-wakil wali kota dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat setiap 5 tahun sekali, melalui pemilihan demokratis, bebas, rahasia, serta dilaksanakan secara jujur dan adil.

Gubernur Aceh saat ini, merupakan gubernur terpilih di Pilkada 2017 sehingga masa jabatannya berakhir pada 2022. Persoalannya, apakah Pilkada digelar pada 2022 atau 2024, ini yang kini masih jadi polemik di DPR.

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia, buka suara soal polemik ini. Dia menilai, kekhususan Aceh tak sampai mengatur soal Pilkada. Karenanya, ujar Anggota Fraksi Golongan Karya itu, perlu dipelajari kembali. Apakah memang kekhususan Aceh diatur dalam UU sendiri sampai kepada tingkat pemilihan kepala daerahnya.

“Saya kira, tidak secara lex spesialis dia mengatur itu. Khususnya tidak mengatur sampai pelaksanaan Pilkada,” kata Doli. [EDY]

]]> Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) ngotot, tetap ingin menggelar Pilkada Aceh pada 2022. DPRA pun meminta Gubernur Aceh Nova Iriansyah tidak berdiam diri dengan polemik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh ini.

“Kami minta Gubernur Aceh tidak buang badan terkait dinamika dan permasalahan Pilkada saat ini,” kata Ketua Komisi I DPR Aceh, Muhammad Yunus kepada wartawan, kemarin.

Menurutnya, isu Pilkada Aceh telah mendapat respons dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan anggota DPR. Tapi, lanjut Yunus, Gubernur Aceh malah tak pernah menanggapi persoalan Pilkada Aceh. Ini tercermin dari sikapnya, hampir tak pernah mengeluarkan pernyataan soal agenda Pilkada.

“Jika ada permasalahan, Pak Nova harusnya berada di garda terdepan mencari solusi, agar Pilkada tetap terlaksana,” jelasnya.

Menurut Yunus, Pilkada Aceh 2022 bukan kepentingan DPR Aceh. Dia mengatakan, tanggung jawab terbesar terlaksananya Pilkada di Aceh adalah Pemerintah Aceh, terutama terkaitpenyediaan dan keabsahan penggunaan anggaran.

“Yang lebih menyedihkan, kami mendengar sampai hari ini gubernur belum menerima Komite Independen Pemilihan (KIP) Aceh secara resmi untuk menerima penetapan jadwal Pilkada. Padahal, KIP sudah menyurati Gubernur Aceh beberapa kali,” jelasnya.

Yunus meminta, Gubernur Nova Iriansyah menggelar pertemuan dengan DPR Aceh dan KIP, untuk mencari solusi permasalahan Pilkada. Selain itu, Nova perlu menggelar rapat koordinasi dengan seluruh kepala daerah di Aceh, untuk menyamakan persepsi.

Bahkan, Yunus mengajak Gubernur Aceh bersama-sama menghadap Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Komisi II DPR, untuk melakukan lobi. “Pak Nova harus hadir dan memimpin upaya lobi-lobi itu. Jangan biarkan isu Pilkada terus-menerus sekadar jadi wacana liar di ruang publik,” ingatnya.

Hal ini, ujar Yunus lagi, merupakan kewajiban Pemerintah Aceh dan DPRA untuk memperjuangkannya. “Jika Pemerintah Aceh dan DPRA kompak, Insya Allah agenda Pilkada tetap terlaksana pada 2022,” yakinnya.

 

Sementara Ketua Fraksi Partai Aceh di DPRA, Tarmizi Panyang menegaskan, hingga ke level Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partainya tegas menolak bila Pilkada se-Aceh digelar pada 2024.

“Di tingkat pimpinan sudah menyampaikan secara tegas, tidak ada tawar-menawar Pilkada tetap digelar 2022. Pembahasan di internal juga sudah dilakukan,” ujarnya.

Tarmizi mengatakan, Pilkada di Aceh sejak 2007 selalu mengacupada UU Pemerintah Aceh. Artinya, bila Pilkada se-Aceh digelar pada 2024, sama saja pusat mengkhianati UU Pemerintah Aceh.

Pihaknya juga sudah melakukan pertemuan dengan KIP dan Komisi II DPR. Kata dia, persoalan ini di Aceh sebenarnya sudah selesai dan tidak lagi diperdebatkan. “Pusat harus berniat baik. Jadi, indahkanlah kekhususan Aceh, salah satunya Pilkada,” katanya.

Sebelumnya, sejumlah partai lokal Aceh bersikukuh ingin Pilkada Aceh digelar 2022. Parpol lokal ini mengatakan sikap mereka didasarkan pada UU Pemerintahan Aceh (UU PA). Mereka menilai Pasal 65 ayat (1) UU PA mengatur Pilkada. Bunyinya, gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan wali kota-wakil wali kota dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat setiap 5 tahun sekali, melalui pemilihan demokratis, bebas, rahasia, serta dilaksanakan secara jujur dan adil.

Gubernur Aceh saat ini, merupakan gubernur terpilih di Pilkada 2017 sehingga masa jabatannya berakhir pada 2022. Persoalannya, apakah Pilkada digelar pada 2022 atau 2024, ini yang kini masih jadi polemik di DPR.

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia, buka suara soal polemik ini. Dia menilai, kekhususan Aceh tak sampai mengatur soal Pilkada. Karenanya, ujar Anggota Fraksi Golongan Karya itu, perlu dipelajari kembali. Apakah memang kekhususan Aceh diatur dalam UU sendiri sampai kepada tingkat pemilihan kepala daerahnya.

“Saya kira, tidak secara lex spesialis dia mengatur itu. Khususnya tidak mengatur sampai pelaksanaan Pilkada,” kata Doli. [EDY]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories