
SKSG UI Dorong Revisi UU Kekarantinaan
Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) mendorong agar Undang-Undang (UU) Nomor Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan segera direvisi. Alasannya, SKSG UI melihat, UU tersebut kurang efektif menghalau pandemi, seperti yang terjadi sekarang.
Ketua Tim Peneliti Policy Brief SKSG UI, Muhammad Sya’roni Rofii, menerangkan, dorongan revisi ini merupakan hasil kajian SKSG UI dibantu Direktorat Riset dan Pengembangan UI. Dalam kajian itu, pihaknya menemukan fakta-fakta terkait dampak pandemi Covid-19 yang dirasakan pemerintah daerah dan masyarakat.
Menurutnya, dalam revisi UU Kekarantinaan Kesehatan, nantinya bisa dimasukkan regulasi detail terkait karantina kesehatan. Sehingga, ketika Indonesia kembali diserang pandemi, pemerintah siap dalam penanganannya. “Kita bisa bekerja lebih baik lagi karena didukung oleh regulasi, payung hukum untuk melakukan tanggung jawab,” ujarnya, dalam keterangan yang diterima RM.id, Kamis (25/3).
Sya’roni mengatakan, dalam revisi UU Kekarantinaan Kesehatan juga dapat diatur kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menangani pandemi, sehingga tidak terjadi tumpang tindih. “Semestinya karantina kesehatan dilakukan secara berjenjang, selektif, dan terukur. Karantina dilakukan mulai tingkat RT, RW, atau desa/kelurahan,” sarannya.
Dalam melakukan kajian, lanjut Sya’roni, pihaknya melibatkan para kepala daerah dan akademisi dari berbagai provinsi. “Kami libatkan kepala daerah dan akademisi dari Aceh, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat,” terangnya.
Ia berharap, usulan ini bisa menjadi bahan masukan untuk menciptakan cetak biru melawan pandemi pada tahun ini dan tahun-tahun mendatang. Baik di level pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. [UMM]
]]> Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) mendorong agar Undang-Undang (UU) Nomor Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan segera direvisi. Alasannya, SKSG UI melihat, UU tersebut kurang efektif menghalau pandemi, seperti yang terjadi sekarang.
Ketua Tim Peneliti Policy Brief SKSG UI, Muhammad Sya’roni Rofii, menerangkan, dorongan revisi ini merupakan hasil kajian SKSG UI dibantu Direktorat Riset dan Pengembangan UI. Dalam kajian itu, pihaknya menemukan fakta-fakta terkait dampak pandemi Covid-19 yang dirasakan pemerintah daerah dan masyarakat.
Menurutnya, dalam revisi UU Kekarantinaan Kesehatan, nantinya bisa dimasukkan regulasi detail terkait karantina kesehatan. Sehingga, ketika Indonesia kembali diserang pandemi, pemerintah siap dalam penanganannya. “Kita bisa bekerja lebih baik lagi karena didukung oleh regulasi, payung hukum untuk melakukan tanggung jawab,” ujarnya, dalam keterangan yang diterima RM.id, Kamis (25/3).
Sya’roni mengatakan, dalam revisi UU Kekarantinaan Kesehatan juga dapat diatur kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menangani pandemi, sehingga tidak terjadi tumpang tindih. “Semestinya karantina kesehatan dilakukan secara berjenjang, selektif, dan terukur. Karantina dilakukan mulai tingkat RT, RW, atau desa/kelurahan,” sarannya.
Dalam melakukan kajian, lanjut Sya’roni, pihaknya melibatkan para kepala daerah dan akademisi dari berbagai provinsi. “Kami libatkan kepala daerah dan akademisi dari Aceh, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat,” terangnya.
Ia berharap, usulan ini bisa menjadi bahan masukan untuk menciptakan cetak biru melawan pandemi pada tahun ini dan tahun-tahun mendatang. Baik di level pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. [UMM]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .