Siapa Yang Berhak Menduduki Jabatan Pj Gubernur Cs? Ini Penjelasan Kemendagri

Jelang Pemilu 2024, di mana di dalamnya juga ada Pilkada serentak membuat ratusan jabatan kepala daerah kosong. Lalu siapa yang akan mengisinya?

Direktur Otonomi Khusus Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Andi Batara Lipu merinci, ada 101 kepala daerah yang akan berakhir masa jabatannya. Terdiri dari 7 gubernur, 76 bupati dan 18 wali kota.

Kekosongan kepala daerah ini akan diisi oleh Penjabat atau Pj. Baik untuk Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang.

“Keberadaan penjabat ini untuk memastikan keberlanjutan pemerintah dan pelayanan publik,” kata Andi dalam webinar bertajuk Pj Kepala Daerah Jelang Pilkada Serentak 2024,  yang digelar oleh Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Senin (14/3).

Lalu apa saja syarat atau kriteria untuk mengisi jabatan Pj Gubernur, Bupati dan Wali Kota ini?

Menurut Andi, syarat paling utama untuk menduduki jabatan tersebut adalah harus merupakan pemegang Jabatan Pimpinan Tinggi atau JPT. Untuk Pj Gubernur harus JPT Madya, sementara syarat untuk Pj Bupati harus berasal dari JPT Pratama.

Sebelumnya, jika merujuk PP No 6 Tahun 2005 tentang Pengesahan Pengangkatan, Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Penjabat Kepala Daerah, tidak dikenal istilah JPT dalam penentuan Pj Kepala Daerah. Melainkan ring eselon. 

Dalam pasal 130 Ayat (1) poin b, PP 6/2005 itu disebutkan bahwa untuk menduduki jabatan Pj Gubernur, sekurang-kurangnya menduduki jabatan struktural Eselon I dan pangkat golongan IV/C. Namun, tidak dijelaskan secara rinci, ring Eselon I tersebut. Apakah minimal Eselon IA atau IB atau bisa keduanya?

Begitu pula untuk Pj Bupati/Wali Kota yang berasal dari Eselon II dengan pangkat golongan IV/B. Apakah minimal Eselon IIA, Eselon IIB atau bisa keduanya?

Menurut Andi, sejak UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara atau UU ASN disahkan, tidak lagi mengenal istilah eselonisasi. Diganti menjadi menjadi jabatan pengawas dan administrator.

“Terkait eselon tadi, pemaknaannya mengacu pada UU ASN,” terang Andi.

“Sesudah ada UU ASN, mengubah JPT Madya dan Pratama. Ada uraiannya terkait JPT Pratama dan Madya,” sambungnya. 

Dalam penjelasan Pasal 19 UU ASN huruf b, dijelaskan secara rinci siapa saja yang masuk kategori JPT Madya. Mereka terdiri dari sekretaris jenderal kementerian, sekretaris kementerian, sekretaris utama, sekretaris jenderal kesekretariatan lembaga negara, sekretaris jenderal lembaga nonstruktural, direktur jenderal, deputi, inspektur jenderal, inspektur utama, kepala badan, staf ahli menteri, Kepala Sekretariat Presiden, Kepala Sekretariat Wakil Presiden, Sekretaris Militer Presiden, Kepala Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden, sekretaris daerah provinsi, dan jabatan lain yang setara.

Sementara JPT Pratama, sebagaimana dijelaskan di huruf c dalam bab Penjelasan di pasal yang sama, terdiri dari deputi, sekretaris direktorat jenderal, sekretaris inspektorat jenderal, sekretaris kepala badan, kepala pusat, inspektur, kepala balai besar, asisten sekretariat daerah provinsi, sekretaris daerah kabupaten/kota, kepala dinas/kepala badan provinsi, sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan jabatan lain yang setara.

Jabatan setara lain untuk JPT Pratama juga dijelaskan di Penjelasan Pasal 115 UU ASN.

“Yang dimaksud dengan ”jabatan pimpinan tinggi pratama” adalah sekretaris daerah kabupaten/kota, kepala dinas provinsi, dan kepala dinas kabupaten/kota,” bunyi penjelasan tersebut. 

Sekedar informasi, webinar yang digelar oleh Apkasi ini turut dihadiri oleh Sekjen Kemendagri Suhajar Diantoro, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Penasehat Khusus Apkasi Prof Ryaas Rasyid, Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Dr Teguh Setyabudi, Ketua Umum Apkasi yakni Bupati Dhamasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan, Sekjen Apkasi Adnan Purichta Ichsan dan sejumlah Bupati, Sekda dari berbagai kabupaten/kota. [SAR]

]]> Jelang Pemilu 2024, di mana di dalamnya juga ada Pilkada serentak membuat ratusan jabatan kepala daerah kosong. Lalu siapa yang akan mengisinya?

Direktur Otonomi Khusus Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Andi Batara Lipu merinci, ada 101 kepala daerah yang akan berakhir masa jabatannya. Terdiri dari 7 gubernur, 76 bupati dan 18 wali kota.

Kekosongan kepala daerah ini akan diisi oleh Penjabat atau Pj. Baik untuk Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang.

“Keberadaan penjabat ini untuk memastikan keberlanjutan pemerintah dan pelayanan publik,” kata Andi dalam webinar bertajuk Pj Kepala Daerah Jelang Pilkada Serentak 2024,  yang digelar oleh Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Senin (14/3).

Lalu apa saja syarat atau kriteria untuk mengisi jabatan Pj Gubernur, Bupati dan Wali Kota ini?

Menurut Andi, syarat paling utama untuk menduduki jabatan tersebut adalah harus merupakan pemegang Jabatan Pimpinan Tinggi atau JPT. Untuk Pj Gubernur harus JPT Madya, sementara syarat untuk Pj Bupati harus berasal dari JPT Pratama.

Sebelumnya, jika merujuk PP No 6 Tahun 2005 tentang Pengesahan Pengangkatan, Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Penjabat Kepala Daerah, tidak dikenal istilah JPT dalam penentuan Pj Kepala Daerah. Melainkan ring eselon. 

Dalam pasal 130 Ayat (1) poin b, PP 6/2005 itu disebutkan bahwa untuk menduduki jabatan Pj Gubernur, sekurang-kurangnya menduduki jabatan struktural Eselon I dan pangkat golongan IV/C. Namun, tidak dijelaskan secara rinci, ring Eselon I tersebut. Apakah minimal Eselon IA atau IB atau bisa keduanya?

Begitu pula untuk Pj Bupati/Wali Kota yang berasal dari Eselon II dengan pangkat golongan IV/B. Apakah minimal Eselon IIA, Eselon IIB atau bisa keduanya?

Menurut Andi, sejak UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara atau UU ASN disahkan, tidak lagi mengenal istilah eselonisasi. Diganti menjadi menjadi jabatan pengawas dan administrator.

“Terkait eselon tadi, pemaknaannya mengacu pada UU ASN,” terang Andi.

“Sesudah ada UU ASN, mengubah JPT Madya dan Pratama. Ada uraiannya terkait JPT Pratama dan Madya,” sambungnya. 

Dalam penjelasan Pasal 19 UU ASN huruf b, dijelaskan secara rinci siapa saja yang masuk kategori JPT Madya. Mereka terdiri dari sekretaris jenderal kementerian, sekretaris kementerian, sekretaris utama, sekretaris jenderal kesekretariatan lembaga negara, sekretaris jenderal lembaga nonstruktural, direktur jenderal, deputi, inspektur jenderal, inspektur utama, kepala badan, staf ahli menteri, Kepala Sekretariat Presiden, Kepala Sekretariat Wakil Presiden, Sekretaris Militer Presiden, Kepala Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden, sekretaris daerah provinsi, dan jabatan lain yang setara.

Sementara JPT Pratama, sebagaimana dijelaskan di huruf c dalam bab Penjelasan di pasal yang sama, terdiri dari deputi, sekretaris direktorat jenderal, sekretaris inspektorat jenderal, sekretaris kepala badan, kepala pusat, inspektur, kepala balai besar, asisten sekretariat daerah provinsi, sekretaris daerah kabupaten/kota, kepala dinas/kepala badan provinsi, sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan jabatan lain yang setara.

Jabatan setara lain untuk JPT Pratama juga dijelaskan di Penjelasan Pasal 115 UU ASN.

“Yang dimaksud dengan ”jabatan pimpinan tinggi pratama” adalah sekretaris daerah kabupaten/kota, kepala dinas provinsi, dan kepala dinas kabupaten/kota,” bunyi penjelasan tersebut. 

Sekedar informasi, webinar yang digelar oleh Apkasi ini turut dihadiri oleh Sekjen Kemendagri Suhajar Diantoro, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Penasehat Khusus Apkasi Prof Ryaas Rasyid, Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Dr Teguh Setyabudi, Ketua Umum Apkasi yakni Bupati Dhamasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan, Sekjen Apkasi Adnan Purichta Ichsan dan sejumlah Bupati, Sekda dari berbagai kabupaten/kota. [SAR]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories