Shalat Tarawih Diizinkan Jemaah Harus Saling Kenal
Pemerintah mengizinkan masyarakat menggelar shalat tarawih dan shalat Idul Fitri secara berjemaah di masjid. Tapi ada syaratnya. Pelaksanaannya harus dilakukan dengan mematuhi protokol kesehatan (prokes) secara ketat dan berbasis komunitas.
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, dalam konferensi pers virtual yang digelar usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
“Pada dasarnya dibolehkan. Yang harus dipatuhi adalah protokol kesehatan dilaksanakan dengan sangat ketat,” ujar Muhadjir.
Selain prokes ketat, pelaksanaan shalat di masjid juga harus dibatasi di lingkup komunitas. Artinya, hanya jemaah di lingkungan sekitar. “Jemaah harus saling kenal. Jemaah dari luar mohon tidak diizinkan,” imbaunya.
Muhadjir juga meminta shalat berjemaah ini dibuat sesimpel mungkin, sehingga waktunya tidak panjang. Eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) ini mengingatkan jemaah tak berkerumun, baik di masjid maupun di lapangan. “Baik ketika datang, maupun ketika bubar dari shalat jemaah,” terang Muhadjir.
Aturan soal shalat tarawih dan shalat Ied ini juga sudah diatur dalam surat edaran terkait Panduan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri tahun 2021 atau 1442 Hijriah yang diterbitkan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Quomas.
“Surat Edaran ini untuk memberikan panduan beribadah yang sejalan dengan protokol kesehatan, sekaligus untuk mencegah, mengurangi penyebaran dan melindungi masyarakat dari risiko Covid-19,” kata Menag Yaqut, kemarin.
Dalam poin nomor 4, pelaksanaan ibadah Ramadan di masjid/musala diatur. Pada huruf a disebut, shalat fardu lima waktu, shalat tarawih dan witir, tadarus Alquran, dan iktikaf boleh dilakukan.
Tapi, dengan pembatasan jumlah kehadiran paling banyak 50 persen dari kapasitas masjid/musala dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat, menjaga jarak aman 1 meter antarjemaah, dan setiap jemaah membawa sajadah/mukena masing-masing.
Huruf b-nya, mengatur soal pengajian/ceramah/taushiyah/kultum Ramadan dan kuliah Subuh, paling lama dengan durasi waktu 15 menit.
Huruf c, peringatan Nuzulul Quran di masjid/musala dilaksanakan dengan pembatasan jumlah audiens paling banyak 50 persen dari kapasitas ruangan dengan penerapan protokol kesehatan ketat.
Kemudian dalam poin nomor 5, pengurus dan pengelola masjid/musala diwajibkan menunjuk petugas yang memastikan penerapan protokol kesehatan dan mengumumkan kepada seluruh jemaah.
Di antaranya, melakukan disinfektan secara teratur, menyediakan sarana cuci tangan di pintu masuk masjid/musala, menggunakan masker, menjaga jarak aman dan mengimbau setiap jemaah membawa sajadah/mukena masing-masing.
Sementara soal salat Ied, diatur dalam poin nomor 11. Tertulis, Shalat Idul Fitri 1 Syawal 1442 H/2021 M dapat dilaksanakan di masjid atau di lapangan terbuka dengan memperhatikan protokol kesehatan secara ketat. [DIR]
]]> Pemerintah mengizinkan masyarakat menggelar shalat tarawih dan shalat Idul Fitri secara berjemaah di masjid. Tapi ada syaratnya. Pelaksanaannya harus dilakukan dengan mematuhi protokol kesehatan (prokes) secara ketat dan berbasis komunitas.
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, dalam konferensi pers virtual yang digelar usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
“Pada dasarnya dibolehkan. Yang harus dipatuhi adalah protokol kesehatan dilaksanakan dengan sangat ketat,” ujar Muhadjir.
Selain prokes ketat, pelaksanaan shalat di masjid juga harus dibatasi di lingkup komunitas. Artinya, hanya jemaah di lingkungan sekitar. “Jemaah harus saling kenal. Jemaah dari luar mohon tidak diizinkan,” imbaunya.
Muhadjir juga meminta shalat berjemaah ini dibuat sesimpel mungkin, sehingga waktunya tidak panjang. Eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) ini mengingatkan jemaah tak berkerumun, baik di masjid maupun di lapangan. “Baik ketika datang, maupun ketika bubar dari shalat jemaah,” terang Muhadjir.
Aturan soal shalat tarawih dan shalat Ied ini juga sudah diatur dalam surat edaran terkait Panduan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri tahun 2021 atau 1442 Hijriah yang diterbitkan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Quomas.
“Surat Edaran ini untuk memberikan panduan beribadah yang sejalan dengan protokol kesehatan, sekaligus untuk mencegah, mengurangi penyebaran dan melindungi masyarakat dari risiko Covid-19,” kata Menag Yaqut, kemarin.
Dalam poin nomor 4, pelaksanaan ibadah Ramadan di masjid/musala diatur. Pada huruf a disebut, shalat fardu lima waktu, shalat tarawih dan witir, tadarus Alquran, dan iktikaf boleh dilakukan.
Tapi, dengan pembatasan jumlah kehadiran paling banyak 50 persen dari kapasitas masjid/musala dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat, menjaga jarak aman 1 meter antarjemaah, dan setiap jemaah membawa sajadah/mukena masing-masing.
Huruf b-nya, mengatur soal pengajian/ceramah/taushiyah/kultum Ramadan dan kuliah Subuh, paling lama dengan durasi waktu 15 menit.
Huruf c, peringatan Nuzulul Quran di masjid/musala dilaksanakan dengan pembatasan jumlah audiens paling banyak 50 persen dari kapasitas ruangan dengan penerapan protokol kesehatan ketat.
Kemudian dalam poin nomor 5, pengurus dan pengelola masjid/musala diwajibkan menunjuk petugas yang memastikan penerapan protokol kesehatan dan mengumumkan kepada seluruh jemaah.
Di antaranya, melakukan disinfektan secara teratur, menyediakan sarana cuci tangan di pintu masuk masjid/musala, menggunakan masker, menjaga jarak aman dan mengimbau setiap jemaah membawa sajadah/mukena masing-masing.
Sementara soal salat Ied, diatur dalam poin nomor 11. Tertulis, Shalat Idul Fitri 1 Syawal 1442 H/2021 M dapat dilaksanakan di masjid atau di lapangan terbuka dengan memperhatikan protokol kesehatan secara ketat. [DIR]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .