Setelah Nanggala Wafat, Tersisa 4, 1 Lagi Diservis Kalau Mau Perkasa Di Laut, Harusnya Pak Prabowo Beli 8 Kapal Selam Lagi

Setelah Nanggala-402 tenggelam, jumlah kapal selam yang dimiliki TNI AL tinggal empat. Itu pun, sebagiannya sudah usang. TNI AL khawatir tidak bisa menjaga laut Indonesia tidak optimal. Karena itu, TNI AL berharap, pemerintah segera menambah kapal selam. Idealnya nambah 8 jadi 12 kapal selam. Bagaimana nih Pak Prabowo, bisa dibeliin?

Usulan membeli kapal selam baru ini dikemukakan Wakil Kepala Staf Angkatan Laut (Wakasal) Laksamana Madya TNI Ahmadi Heri Purwono. Menurutnya, kapal selam merupakan alutsista penting yang mesti dimiliki dalam menjaga kedaulatan NKRI. 

Dia lalu menjelaskan kondisi kapal selam yang dimiliki saat ini. Dari empat kapal selam yang tersisa, satu di antaranya, yaitu KRI Cakra-401, sedang diperbaiki atau overhaul di Korea Selatan. Usia kapal ini tak jauh berbeda dengan KRI Nanggala-402, yakni sekitar 40 tahun.

Tiga kapal selam lainnya, yakni KRI Nagapasa-403, KRI Ardadedali-404, dan KRI Alugoro-405 terbilang masih baru. Saat ini hanya tiga kapal selam itu yang siap melaksanakan kegiatan operasi.

“Harapan kami, alutsista ke depan kita bertambah. Bayangkan kalau cuma tinggal empat dengan perairan seluas ini, ya tentu kita tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Ahmadi, dalam keterangannya, kemarin.

Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi memahami permintaan TNI AL ini. Sebab, bila mengacu pada Rencana Strategi (Renstra), idealnya Indonesia punya 12 kapal selam. Berarti, dengan tenggelamnnya Nanggala-402, Indonesia butuh delapan kapal selam baru.

Menanggapi permintaan ini, Juru Bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak, memastikan masterplan upaya modernisasi sistem alutsista Indonesia telah disiapkan. Bersama TNI, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) telah menyusun rencana skema belanja alutsista yang rencananya akan segera disampaikan ke Presiden Jokowi.

“Seperti yang sudah disampaikan Pak Menhan (Prabowo Subianto), Kemhan dan TNI sudah menyiapkan masterplan skema belanja alutsista yang akan diajukan kepada Presiden,” ujar Dahnil.

Soal goal tidaknya pembelian alutsista itu, tergantung kebijakan Jokowi dan sikap DPR. “Tentu pertimbangan Presiden sebagai pemimpin tertinggi dan komunikasi dengan DPR akan sangat menentukan nantinya. Yang jelas, modernisasi alutsista jalannya sudah dan sedang dilakukan oleh Kemenhan dan TNI sejak awal,” ucap Dahnil.

Dahnil mengklaim, sejak awal, upaya modernisasi alutsista telah menjadi prioritas program kerja Prabowo. Target tersebut tak akan berubah hingga nantinya Kemenhan dapat meraih cita-cita untuk memperkuat sistem pertahanan negara di segala lini. “Kalau diperhatikan dengan seksama, kan sejak awal beliau duduk menjadi Menhan modernisasi alutsista menjadi perhatian utama beliau,” kata mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah ini.

Belajar Dari Nanggala 
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati berharap, peristiwa tenggelamnya Nanggala-402 dijadikan pembelajaran semua pihak untuk mengevaluasi alutsista. Baik, sistem perawatan maintenance, repair, and operation (MRO). “Begitu pula kebijakan anggaran pertahanan serta penerapannya,” kata Nuning, sapaan akrab Susaningtyas, kemarin.

Begitu juga upaya meningkatkan pendidikan prajurit TNI dalam mengoperasikan alutsista. “Evaluasi lembaga pendidikan TNI juga harus dilakukan agar para perwira mendapat kesempatan memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi alutsista yang mumpuni. Scholar warrior (perwira atau prajurit akademik) harus semakin banyak di TNI,” sarannya.

Mantan anggota Komisi I DPR ini mengaku sedih bila mengingat jejak rekam Komandan KRI Nanggala Letkol (Laut) Heri Oktavian, yang ikut gugur dalam tenggelamnya Nanggala-402. Sebab, Heri merupakan lulusan Nanyang Technological University (NTU) Singapura dan pernah duduk di Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI di Jerman.

“Sedih sekali harus jadi anumerta di usia muda. Evaluasi alutsista penting agar tak semakin banyak putra terbaik bangsa menjadi anumerta pada usia muda,” sebutnya. 

Dia menilai Kepala Staf TNI AL (KSAL) Laksamana Yudo Margono bertanggung jawab atas tenggelamnya Nanggala-402 itu. “KSAL harus bertanggung jawab,” ucap Nuning.

Nuning mengkritik jika kejadian nahas ini dihubung-hubungkan dengan faktor alam. “Tidak bisa mengatakan ini faktor alam. Toh, ini kan jelas kapal selamnya bermasalah! Sudah diingatkan pula sama salah seorang perwira bahwa ini kapal tidak layak operasi,” cetusnya. 

Apalagi dalam kurun waktu kurang dari setahun, dua kapal milik TNI AL tenggelam. Pertama, KRI Teluk Jakarta-541 tenggelam di perairan Timur Laut Pulau Kangean, Jawa Timur, Selasa (14/7) tahun lalu. Selanjutnya, alias yang teranyar KRI Nanggala-402, tenggelam bersama 53 awaknya di perairan Bali saat akan melakukan latihan uji rudal, Rabu (21/4) lalu. “Karena belum setahun sudah dua KRI alami kecelakaan,” tegas Nuning. 

Di samping itu, dia juga mengkritisi persiapan kapal dan awaknya sebelum melakukan latihan. Berdasarkan informasi yang diterimanya, jelang keberangkatan, KRI Nanggala 402 ke perairan Bali hanya melakukan persiapan selama dua minggu. “Kalau mau matang, persiapannya itu dua bulan. Lho, ini hanya seminggu. Kan tidak paripurna,” sesalnya. [QAR/UMM]

]]> Setelah Nanggala-402 tenggelam, jumlah kapal selam yang dimiliki TNI AL tinggal empat. Itu pun, sebagiannya sudah usang. TNI AL khawatir tidak bisa menjaga laut Indonesia tidak optimal. Karena itu, TNI AL berharap, pemerintah segera menambah kapal selam. Idealnya nambah 8 jadi 12 kapal selam. Bagaimana nih Pak Prabowo, bisa dibeliin?

Usulan membeli kapal selam baru ini dikemukakan Wakil Kepala Staf Angkatan Laut (Wakasal) Laksamana Madya TNI Ahmadi Heri Purwono. Menurutnya, kapal selam merupakan alutsista penting yang mesti dimiliki dalam menjaga kedaulatan NKRI. 

Dia lalu menjelaskan kondisi kapal selam yang dimiliki saat ini. Dari empat kapal selam yang tersisa, satu di antaranya, yaitu KRI Cakra-401, sedang diperbaiki atau overhaul di Korea Selatan. Usia kapal ini tak jauh berbeda dengan KRI Nanggala-402, yakni sekitar 40 tahun.

Tiga kapal selam lainnya, yakni KRI Nagapasa-403, KRI Ardadedali-404, dan KRI Alugoro-405 terbilang masih baru. Saat ini hanya tiga kapal selam itu yang siap melaksanakan kegiatan operasi.

“Harapan kami, alutsista ke depan kita bertambah. Bayangkan kalau cuma tinggal empat dengan perairan seluas ini, ya tentu kita tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Ahmadi, dalam keterangannya, kemarin.

Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi memahami permintaan TNI AL ini. Sebab, bila mengacu pada Rencana Strategi (Renstra), idealnya Indonesia punya 12 kapal selam. Berarti, dengan tenggelamnnya Nanggala-402, Indonesia butuh delapan kapal selam baru.

Menanggapi permintaan ini, Juru Bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak, memastikan masterplan upaya modernisasi sistem alutsista Indonesia telah disiapkan. Bersama TNI, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) telah menyusun rencana skema belanja alutsista yang rencananya akan segera disampaikan ke Presiden Jokowi.

“Seperti yang sudah disampaikan Pak Menhan (Prabowo Subianto), Kemhan dan TNI sudah menyiapkan masterplan skema belanja alutsista yang akan diajukan kepada Presiden,” ujar Dahnil.

Soal goal tidaknya pembelian alutsista itu, tergantung kebijakan Jokowi dan sikap DPR. “Tentu pertimbangan Presiden sebagai pemimpin tertinggi dan komunikasi dengan DPR akan sangat menentukan nantinya. Yang jelas, modernisasi alutsista jalannya sudah dan sedang dilakukan oleh Kemenhan dan TNI sejak awal,” ucap Dahnil.

Dahnil mengklaim, sejak awal, upaya modernisasi alutsista telah menjadi prioritas program kerja Prabowo. Target tersebut tak akan berubah hingga nantinya Kemenhan dapat meraih cita-cita untuk memperkuat sistem pertahanan negara di segala lini. “Kalau diperhatikan dengan seksama, kan sejak awal beliau duduk menjadi Menhan modernisasi alutsista menjadi perhatian utama beliau,” kata mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah ini.

Belajar Dari Nanggala 
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati berharap, peristiwa tenggelamnya Nanggala-402 dijadikan pembelajaran semua pihak untuk mengevaluasi alutsista. Baik, sistem perawatan maintenance, repair, and operation (MRO). “Begitu pula kebijakan anggaran pertahanan serta penerapannya,” kata Nuning, sapaan akrab Susaningtyas, kemarin.

Begitu juga upaya meningkatkan pendidikan prajurit TNI dalam mengoperasikan alutsista. “Evaluasi lembaga pendidikan TNI juga harus dilakukan agar para perwira mendapat kesempatan memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi alutsista yang mumpuni. Scholar warrior (perwira atau prajurit akademik) harus semakin banyak di TNI,” sarannya.

Mantan anggota Komisi I DPR ini mengaku sedih bila mengingat jejak rekam Komandan KRI Nanggala Letkol (Laut) Heri Oktavian, yang ikut gugur dalam tenggelamnya Nanggala-402. Sebab, Heri merupakan lulusan Nanyang Technological University (NTU) Singapura dan pernah duduk di Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI di Jerman.

“Sedih sekali harus jadi anumerta di usia muda. Evaluasi alutsista penting agar tak semakin banyak putra terbaik bangsa menjadi anumerta pada usia muda,” sebutnya. 

Dia menilai Kepala Staf TNI AL (KSAL) Laksamana Yudo Margono bertanggung jawab atas tenggelamnya Nanggala-402 itu. “KSAL harus bertanggung jawab,” ucap Nuning.

Nuning mengkritik jika kejadian nahas ini dihubung-hubungkan dengan faktor alam. “Tidak bisa mengatakan ini faktor alam. Toh, ini kan jelas kapal selamnya bermasalah! Sudah diingatkan pula sama salah seorang perwira bahwa ini kapal tidak layak operasi,” cetusnya. 

Apalagi dalam kurun waktu kurang dari setahun, dua kapal milik TNI AL tenggelam. Pertama, KRI Teluk Jakarta-541 tenggelam di perairan Timur Laut Pulau Kangean, Jawa Timur, Selasa (14/7) tahun lalu. Selanjutnya, alias yang teranyar KRI Nanggala-402, tenggelam bersama 53 awaknya di perairan Bali saat akan melakukan latihan uji rudal, Rabu (21/4) lalu. “Karena belum setahun sudah dua KRI alami kecelakaan,” tegas Nuning. 

Di samping itu, dia juga mengkritisi persiapan kapal dan awaknya sebelum melakukan latihan. Berdasarkan informasi yang diterimanya, jelang keberangkatan, KRI Nanggala 402 ke perairan Bali hanya melakukan persiapan selama dua minggu. “Kalau mau matang, persiapannya itu dua bulan. Lho, ini hanya seminggu. Kan tidak paripurna,” sesalnya. [QAR/UMM]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories