
Saksi Sebut Sekjen Kemensos Rekomendasikan Rekanan untuk Garap Proyek Bansos Covid-19 .
Direktur Jenderal (Dirjen) Perlindungan Jaminan Sosial (Linjamsos) pada Kementerian Sosial (Kemensos) Pepen Nazaruddin mengakui, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemensos Hartono Laras pernah merekomendasikan rekanan untuk ikut menggarap proyek Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19.
Hal itu diungkapkan Pepen Nazaruddin saat bersaksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap terkait pengadaan Bansos untuk penanganan Covid-19. Pepen bersaksi untuk terdakwa mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara.
Dalam persidangan, Pepen mengungkap, awalnya ada rekanan yang datang ke Sekjen Kemensos kemudian diserahkan ke Ditjen Linjamsos.
“Ada (merekomendasikan). Bukan kita. Prinsipnya jadi rekanan itu pertama datang ke Pak Sekjen kemudian dioper ke kita,” ungkapnya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (10/5).
Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis merasa aneh dengan keputusan di Kemensos yang meloloskan perusahaan yang tidak memenuhi persyaratan sebagai penggarap proyek bansos. Menurut Damis, itu bisa berdampak fatal.
“Karena kan agak aneh pak ya, kalau situasi normal rekanan-rekanan yang ada ini, karena belum memenuhi persyaratan, harusnya ditolak pak, harusnya tidak diterima. Fatal loh pak. Menurut keterangan lima saksi yang meneliti persyaratan itu menerangkan ada yang dilengkapi persyaratannya setelah pembayaran,” ucap Damis.
“Nah itu yang saya mau tahu dari saudara. Kenapa perusahaan-perusahaan yang belum memenuhi persyaratan ini bisa dipilih sebagai penyedia?” imbuhnya.
Pepen menyatakan, perusahaan-perusahaan itu lolos karena memang sudah ditunjuk langsung oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Selain itu, katanya, juga untuk mempercepat realisasi bansos Covid-19.
“Yaitu karena KPA dan PA sudah langsung menunjuk dan memang kita utamakan kecepatan untuk realisasi bansos,” ucap Pepen.
Dalam perkara ini, Juliari Peter Batubara didakwa menerima suap sebesar Rp 32.482.000.000 (Rp 32 miliar) dari para pengusaha yang menggarap proyek pengadaan Bansos untuk penanganan Covid-19.
Puluhan miliar uang dugaan suap untuk Juliari Batubara itu berkaitan dengan penunjukan sejumlah perusahaan penggarap proyek bansos Covid-19. Di antaranya, PT Pertani, PT Mandala Hamonganan Sude dan PT Tigapilar Agro Utama.
Uang sebesar Rp 32 miliar itu diduga diterima Juliari Batubara melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso. Adapun, rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko yakni, berasal dari Konsultan Hukum, Harry Van Sidabukke, senilai Rp 1,28 miliar.
Kemudian, dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja, sejumlah Rpb1,95 miliar. Lantas, sebesar Rp 29 miliar berasal dari para pengusaha penyedia barang lainnya.
Atas perbuatannya, Juliari didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. [OKT]
]]> .
Direktur Jenderal (Dirjen) Perlindungan Jaminan Sosial (Linjamsos) pada Kementerian Sosial (Kemensos) Pepen Nazaruddin mengakui, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemensos Hartono Laras pernah merekomendasikan rekanan untuk ikut menggarap proyek Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19.
Hal itu diungkapkan Pepen Nazaruddin saat bersaksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap terkait pengadaan Bansos untuk penanganan Covid-19. Pepen bersaksi untuk terdakwa mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara.
Dalam persidangan, Pepen mengungkap, awalnya ada rekanan yang datang ke Sekjen Kemensos kemudian diserahkan ke Ditjen Linjamsos.
“Ada (merekomendasikan). Bukan kita. Prinsipnya jadi rekanan itu pertama datang ke Pak Sekjen kemudian dioper ke kita,” ungkapnya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (10/5).
Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis merasa aneh dengan keputusan di Kemensos yang meloloskan perusahaan yang tidak memenuhi persyaratan sebagai penggarap proyek bansos. Menurut Damis, itu bisa berdampak fatal.
“Karena kan agak aneh pak ya, kalau situasi normal rekanan-rekanan yang ada ini, karena belum memenuhi persyaratan, harusnya ditolak pak, harusnya tidak diterima. Fatal loh pak. Menurut keterangan lima saksi yang meneliti persyaratan itu menerangkan ada yang dilengkapi persyaratannya setelah pembayaran,” ucap Damis.
“Nah itu yang saya mau tahu dari saudara. Kenapa perusahaan-perusahaan yang belum memenuhi persyaratan ini bisa dipilih sebagai penyedia?” imbuhnya.
Pepen menyatakan, perusahaan-perusahaan itu lolos karena memang sudah ditunjuk langsung oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Selain itu, katanya, juga untuk mempercepat realisasi bansos Covid-19.
“Yaitu karena KPA dan PA sudah langsung menunjuk dan memang kita utamakan kecepatan untuk realisasi bansos,” ucap Pepen.
Dalam perkara ini, Juliari Peter Batubara didakwa menerima suap sebesar Rp 32.482.000.000 (Rp 32 miliar) dari para pengusaha yang menggarap proyek pengadaan Bansos untuk penanganan Covid-19.
Puluhan miliar uang dugaan suap untuk Juliari Batubara itu berkaitan dengan penunjukan sejumlah perusahaan penggarap proyek bansos Covid-19. Di antaranya, PT Pertani, PT Mandala Hamonganan Sude dan PT Tigapilar Agro Utama.
Uang sebesar Rp 32 miliar itu diduga diterima Juliari Batubara melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso. Adapun, rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko yakni, berasal dari Konsultan Hukum, Harry Van Sidabukke, senilai Rp 1,28 miliar.
Kemudian, dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja, sejumlah Rpb1,95 miliar. Lantas, sebesar Rp 29 miliar berasal dari para pengusaha penyedia barang lainnya.
Atas perbuatannya, Juliari didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. [OKT]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .