Saham Dijual Lagi BEI Pastikan Manajemen Baru AISA Jalani Kewajiban
Manajemen anyar PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk (AISA) dikabarkan tengah bekerja keras membenahi masalah yang ditinggalkan manajemen lama.
Sampai akhirnya perdagangan saham perseroan kembali dibuka oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) pada September 2020.
Manajamen sebelumnya yang dipimpin Joko Mogoginta dianggap menaruh banyak masalah.
Hal ini terungkap dari pemaparan Kepala Divisi Penilaian Perusahaan I BEI, Adi Pratomo Aryanto dalam lanjutan sidang perkara dugaan pemalsuan laporan keuangan AISA pada 2017 dengan terdakwa Joko Mogoginta dan Budhi Istanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (24/2)..
“Pada Juli 2020 sebenarnya manajemen telah menyelesaikan semua kewajibannya, menyetor laporan keuangan audit, membayar denda kepada bursa, dan telah mencapai kesepakatan dengan kreditur obligasi dan sukuk ijarah,” ungkapnya di hadapan sidang dikutip dalam keterangan tertulis, Jumat (27/2).
Saham Tiga Pilar dibekukan dari perdagangan oleh Bursa sejak Juli 2018, pemicunya adalah gagalnya perseroan untuk membayar bunga Obligasi TPS Food I/2013 dan Sukuk Ijarah TPS Food II/2016.
Kegagalan pembayaran bunga tersebut yang kemudian menguak masalah lainnya dalam perseroan. Sebab, sebelum gagal membayar bunga surat utang, kinerja Tiga Pilar tercatat mumpuni dalam laporan keuangannya.
Ini yang kemudian memunculkan dugaan ada tindakan rekayasa laporan keuangan yang dilakukan Joko dan Budhi dengan meningkatkan piutang enam perusahaan distributor agar mengesankan peningkatan penjualan Tiga Pilar.
Sehingga secara fundamental kinerja perseroan dapat terlihat baik. Selain merekayasa piutang tersebut, dari hasil persidangan diketahui bahwa enam perusahaan tersebut dikuasai Joko, namun dicatat sebagai entitas pihak ketiga dalam laporan keuangan pada 2016 dan 2017.
“Dari pemeriksaan, diduga kedua terdakwa telah melakukan mengubah laporan keuangan sejak 2014,” kata Ketua Majelis Hakim Akhmad Sayuti.
Setelah disuspensi dan mulai mengemukanya sejumlah masalah pada perseroan, pada Juli 2018 RUPS Tahunan Tiga Pilar memutuskan memberhentikan seluruh direksi, termasuk Joko dan Budhi.
Dan menunjuk Hengky Koestanto sebagai Direktur Utama. Lalu saat RUPSLB, meminta agar dilakukan audit investigasi yang kemudian dilakukan Kantor Akuntan PT Ernst & Young Indonesia sejak Desember 2018.
Secara formal, hasil audit investigasi yang rampung Maret 2019 ini kemudian membeberkan adanya sejumlah tindakan merekayasa laporan keuangan yang diduga dilakukan Joko dan Budhi.
Sebab hasil investigasi menemukan adanya dugaan melebihkan nilai (overstatement) sampai Rp 4 triliun kepada enam perusahaan distributor tadi yang dicatat sebagai pihak ketiga, namun merupakan afiliasi karena dimiliki Joko.
Overstatement juga dilakukan pada akun penjualan senilai Rp 662 miliar dan EBITDA entitas Tiga Pilar pada divisi makanan senilai Rp 329 miliar.
Atas dasar hasil audit investigasi ini, kemudian laporan keuangan 2017 disusun ulang, hasilnya ada rugi bersih sampai Rp5 triliun.
Sementara Adi Pratomo mengaku manajemen Tiga Pilar saat itu cukup cepat menunaikan sejumlah kewajibannya terhadap bursa, termasuk untuk memberikan revisi laporan keuangan 2017.
Ini dilakukan agar saham perseroan tidak didepak dari Bursa alias delisting.
“Dalam peraturan bursa saham yang disuspensi lebih dari 24 bulan berpotensi untuk dikeluarkan dari perdagangan atau delisting. Namun perseroan telah memenuhi kewajiban administratif kepada Bursa sebelum batas waktu yang telah ditetapkan yaitu 5 Juli 2020,” sambungnya.
Adapun suspensi baru dibuka pada Oktober 2020 lantaran Bursa masih meminta Tiga Pilar menggelar paparan public insidentil untuk memberikan informasi terkini mengenai fundamental perseroan. BEI juga meminta perseroan menyampaikan laporan harga saham wajar dari penilai yang terdaftar di OJK kepada publik. [JAR]
]]> Manajemen anyar PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk (AISA) dikabarkan tengah bekerja keras membenahi masalah yang ditinggalkan manajemen lama.
Sampai akhirnya perdagangan saham perseroan kembali dibuka oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) pada September 2020.
Manajamen sebelumnya yang dipimpin Joko Mogoginta dianggap menaruh banyak masalah.
Hal ini terungkap dari pemaparan Kepala Divisi Penilaian Perusahaan I BEI, Adi Pratomo Aryanto dalam lanjutan sidang perkara dugaan pemalsuan laporan keuangan AISA pada 2017 dengan terdakwa Joko Mogoginta dan Budhi Istanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (24/2)..
“Pada Juli 2020 sebenarnya manajemen telah menyelesaikan semua kewajibannya, menyetor laporan keuangan audit, membayar denda kepada bursa, dan telah mencapai kesepakatan dengan kreditur obligasi dan sukuk ijarah,” ungkapnya di hadapan sidang dikutip dalam keterangan tertulis, Jumat (27/2).
Saham Tiga Pilar dibekukan dari perdagangan oleh Bursa sejak Juli 2018, pemicunya adalah gagalnya perseroan untuk membayar bunga Obligasi TPS Food I/2013 dan Sukuk Ijarah TPS Food II/2016.
Kegagalan pembayaran bunga tersebut yang kemudian menguak masalah lainnya dalam perseroan. Sebab, sebelum gagal membayar bunga surat utang, kinerja Tiga Pilar tercatat mumpuni dalam laporan keuangannya.
Ini yang kemudian memunculkan dugaan ada tindakan rekayasa laporan keuangan yang dilakukan Joko dan Budhi dengan meningkatkan piutang enam perusahaan distributor agar mengesankan peningkatan penjualan Tiga Pilar.
Sehingga secara fundamental kinerja perseroan dapat terlihat baik. Selain merekayasa piutang tersebut, dari hasil persidangan diketahui bahwa enam perusahaan tersebut dikuasai Joko, namun dicatat sebagai entitas pihak ketiga dalam laporan keuangan pada 2016 dan 2017.
“Dari pemeriksaan, diduga kedua terdakwa telah melakukan mengubah laporan keuangan sejak 2014,” kata Ketua Majelis Hakim Akhmad Sayuti.
Setelah disuspensi dan mulai mengemukanya sejumlah masalah pada perseroan, pada Juli 2018 RUPS Tahunan Tiga Pilar memutuskan memberhentikan seluruh direksi, termasuk Joko dan Budhi.
Dan menunjuk Hengky Koestanto sebagai Direktur Utama. Lalu saat RUPSLB, meminta agar dilakukan audit investigasi yang kemudian dilakukan Kantor Akuntan PT Ernst & Young Indonesia sejak Desember 2018.
Secara formal, hasil audit investigasi yang rampung Maret 2019 ini kemudian membeberkan adanya sejumlah tindakan merekayasa laporan keuangan yang diduga dilakukan Joko dan Budhi.
Sebab hasil investigasi menemukan adanya dugaan melebihkan nilai (overstatement) sampai Rp 4 triliun kepada enam perusahaan distributor tadi yang dicatat sebagai pihak ketiga, namun merupakan afiliasi karena dimiliki Joko.
Overstatement juga dilakukan pada akun penjualan senilai Rp 662 miliar dan EBITDA entitas Tiga Pilar pada divisi makanan senilai Rp 329 miliar.
Atas dasar hasil audit investigasi ini, kemudian laporan keuangan 2017 disusun ulang, hasilnya ada rugi bersih sampai Rp5 triliun.
Sementara Adi Pratomo mengaku manajemen Tiga Pilar saat itu cukup cepat menunaikan sejumlah kewajibannya terhadap bursa, termasuk untuk memberikan revisi laporan keuangan 2017.
Ini dilakukan agar saham perseroan tidak didepak dari Bursa alias delisting.
“Dalam peraturan bursa saham yang disuspensi lebih dari 24 bulan berpotensi untuk dikeluarkan dari perdagangan atau delisting. Namun perseroan telah memenuhi kewajiban administratif kepada Bursa sebelum batas waktu yang telah ditetapkan yaitu 5 Juli 2020,” sambungnya.
Adapun suspensi baru dibuka pada Oktober 2020 lantaran Bursa masih meminta Tiga Pilar menggelar paparan public insidentil untuk memberikan informasi terkini mengenai fundamental perseroan. BEI juga meminta perseroan menyampaikan laporan harga saham wajar dari penilai yang terdaftar di OJK kepada publik. [JAR]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .