
Revisi Pasal Karet UU ITE, Ini Saran Jimly
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyambut baik keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) merevisi pasal-pasal karet dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Menurut Jimly, ada dua cara yang dilakukan untuk melakukan perbaikan tersebut. Pertama, adalah dengan legislative review di DPR. Hanya saja proses ini cukup lama dan berbelit.
Diketahui legislatif review adalah upaya mengubah UU melalui DPR. Prosesnya sama seperti DPR ketika membuat UU. Merujuk UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, ada lima tahapan yang dilalui yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan.
Pemerintah dan DPR juga harus berkomunikasi siapa yang menginisiasi legislative review dengan mengajukan poin-poin revisi.
Atau, kata Jimly, ada cara yang lebih mudah. Yakni dengan mengajukan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Asal para hakim sungguh-sungguh menghayati makna living dan evolving morality of the constitution (kehidupan dan perkembangan moralitas konstitusi) dengan jangkauan pikiran sesuai perkembangan ke depan. Sehingga dapat terus menata kehidupan bernegara yang kian berkualitas dan berintegritas,” kata Jimly di akun Twitter miliknya, @jimlyas, Selasa (16/2).
Cuitan senator asal DKI Jakarta ini menanggapi kicauan Presiden Jokowi yang ingin merevisi UU ITE. Dalam cuitannya, Presiden Jokowi mengatakan belakangan ini sejumlah warga saling melapor ke polisi dengan UU ITE sebagai salah satu rujukan hukumnya.
Mantan Wali Kota Solo itu memerintahkan Kapolri lebih selektif dalam menyikapi dan menerima pelaporan seperti itu. Pasal-pasal yang multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati.
“Semangat awal UU ITE adalah untuk menjaga agar ruang digital Indonesia bersih, sehat, beretika, dan produktif. Kalau implementasinya menimbulkan rasa ketidakadilan, maka UU ini perlu direvisi. Hapus pasal-pasal karet yang multitafsir, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak,” tulis @jokowi. [BCG]
]]> Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyambut baik keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) merevisi pasal-pasal karet dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Menurut Jimly, ada dua cara yang dilakukan untuk melakukan perbaikan tersebut. Pertama, adalah dengan legislative review di DPR. Hanya saja proses ini cukup lama dan berbelit.
Diketahui legislatif review adalah upaya mengubah UU melalui DPR. Prosesnya sama seperti DPR ketika membuat UU. Merujuk UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, ada lima tahapan yang dilalui yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan.
Pemerintah dan DPR juga harus berkomunikasi siapa yang menginisiasi legislative review dengan mengajukan poin-poin revisi.
Atau, kata Jimly, ada cara yang lebih mudah. Yakni dengan mengajukan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Asal para hakim sungguh-sungguh menghayati makna living dan evolving morality of the constitution (kehidupan dan perkembangan moralitas konstitusi) dengan jangkauan pikiran sesuai perkembangan ke depan. Sehingga dapat terus menata kehidupan bernegara yang kian berkualitas dan berintegritas,” kata Jimly di akun Twitter miliknya, @jimlyas, Selasa (16/2).
Cuitan senator asal DKI Jakarta ini menanggapi kicauan Presiden Jokowi yang ingin merevisi UU ITE. Dalam cuitannya, Presiden Jokowi mengatakan belakangan ini sejumlah warga saling melapor ke polisi dengan UU ITE sebagai salah satu rujukan hukumnya.
Mantan Wali Kota Solo itu memerintahkan Kapolri lebih selektif dalam menyikapi dan menerima pelaporan seperti itu. Pasal-pasal yang multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati.
“Semangat awal UU ITE adalah untuk menjaga agar ruang digital Indonesia bersih, sehat, beretika, dan produktif. Kalau implementasinya menimbulkan rasa ketidakadilan, maka UU ini perlu direvisi. Hapus pasal-pasal karet yang multitafsir, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak,” tulis @jokowi. [BCG]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .