Rasio Tracing Kontak Erat Kita Cuma 1:1 Panglima TNI Pakai Konsep Perang Semesta Lawan Covid-19

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengungkapkan, rasio pelaksanaan tracing kontak erat di Tanah Air hanya 1:1. Rasio itu jauh di bawah standar World Health Organization alias WHO yang menetapkan 1:30.

“Artinya 1 yang terkonfirmasi (Covid-19), dan 1 yang kita laksanakan tracing kontak erat. TNI, Polri, BNPB, dan Kemenkes berusaha memenuhi standar yang dikeluarkan oleh WHO tersebut,” ujar Hadi dalam konferensi pers, Senin (26/7).

Caranya, lanjut Hadi, adalah dengan memperbanyak tracer-tracer dari dinas kesehatan, TNI/Polri, dan BNPB. Saat ini, ada 63 ribu tenaga tracer dari TNI yang sudah tersebar di wilayah-wilayah dan di posko Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro, untuk membantu puskesmas dalam melaksanakan tracing kontak erat.

“Namun kendala juga kita temukan di lapangan. Oleh sebab itu, dari Kemenkes memberikan pelatihan bagi tracer digital, tujuannya adalah untuk mempermudah melaksanakan tracing kontak erat,” tuturnya.

Setelah mendapat notifikasi dari kadinkes, tracer digital akan mewawancarai masyarakat yang harus di-tracing karena terjadi kontak erat dengan menggunakan alat komunikasi, handphone misalnya.

Namun, apabila menemui kendala, maka tracer lapangan, Babinsa dan Bhabinkamtibmas, juga bidan desa akan mendatangi masyarakat yang disinyalir terkena Covid-19 secara manual.

“Hari ini kita melaksanakan pelatihan bagi anggota TNI-Polri untuk bisa mengetahui cara kerja dari aplikasi Silacak Kemenkes yang terus diperdalam oleh Babinsa dan Bhabinkamtibsmas,” ungkap Hadi.

Setelah itu para tracer TNI-Polri ini akan mengimplementasikan di lapangan. Jika ada masalah, mereka akan mengeceknya. “Ini adalah feedback bagi kita untuk memperbaiki permasalahan-permasalahan di lapangan,” bebernya.

Sementara dari BNPB, lanjut Hadi, ada 7 ribu tracer digital yang akan disebar di seluruh wilayah Jawa dan Bali. Tujuh ribu tracer digital ini adalah salah satu bentuk upaya untuk melipatgandakan kemampuan tracer digital yang ada di lapangan.

“Saat ini sebagian sedang melaksanakan pelatihan dan kalau kita samakan dengan konsep perang semesta, maka BNPB ini adalah dari elemen masyarakat yang diperbantukan untuk melaksanakan secara total,” ucap Hadi.

Konsep perang gerilya ini, diingatkan Panglima TNI, harus dilaksanakan secara total. Tak hanya TNI-Polri, Kemenkes, dan BNPB, tapi juga dibantu seluruh komponen masyarakat.

Seluruh individu, seluruh kelompok, seluruh komponen, memiliki tugas yang penting dan berat untuk mengatasi Covid-19 ini.

“Saya yakin dengan konsep semesta ini maka keinginan kita semua menekan kasus aktif di Indonesia akan bisa terealisasi sehingga sampai angka paling rendah. Dan saya yakin dengan kerja keras seluruh elemen, kerja keras seluruh komponen maka permasalahan terkait dengan masalah Covid akan bisa kita tekan,” tandas Panglima TNI. [OKT]

]]> Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengungkapkan, rasio pelaksanaan tracing kontak erat di Tanah Air hanya 1:1. Rasio itu jauh di bawah standar World Health Organization alias WHO yang menetapkan 1:30.

“Artinya 1 yang terkonfirmasi (Covid-19), dan 1 yang kita laksanakan tracing kontak erat. TNI, Polri, BNPB, dan Kemenkes berusaha memenuhi standar yang dikeluarkan oleh WHO tersebut,” ujar Hadi dalam konferensi pers, Senin (26/7).

Caranya, lanjut Hadi, adalah dengan memperbanyak tracer-tracer dari dinas kesehatan, TNI/Polri, dan BNPB. Saat ini, ada 63 ribu tenaga tracer dari TNI yang sudah tersebar di wilayah-wilayah dan di posko Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro, untuk membantu puskesmas dalam melaksanakan tracing kontak erat.

“Namun kendala juga kita temukan di lapangan. Oleh sebab itu, dari Kemenkes memberikan pelatihan bagi tracer digital, tujuannya adalah untuk mempermudah melaksanakan tracing kontak erat,” tuturnya.

Setelah mendapat notifikasi dari kadinkes, tracer digital akan mewawancarai masyarakat yang harus di-tracing karena terjadi kontak erat dengan menggunakan alat komunikasi, handphone misalnya.

Namun, apabila menemui kendala, maka tracer lapangan, Babinsa dan Bhabinkamtibmas, juga bidan desa akan mendatangi masyarakat yang disinyalir terkena Covid-19 secara manual.

“Hari ini kita melaksanakan pelatihan bagi anggota TNI-Polri untuk bisa mengetahui cara kerja dari aplikasi Silacak Kemenkes yang terus diperdalam oleh Babinsa dan Bhabinkamtibsmas,” ungkap Hadi.

Setelah itu para tracer TNI-Polri ini akan mengimplementasikan di lapangan. Jika ada masalah, mereka akan mengeceknya. “Ini adalah feedback bagi kita untuk memperbaiki permasalahan-permasalahan di lapangan,” bebernya.

Sementara dari BNPB, lanjut Hadi, ada 7 ribu tracer digital yang akan disebar di seluruh wilayah Jawa dan Bali. Tujuh ribu tracer digital ini adalah salah satu bentuk upaya untuk melipatgandakan kemampuan tracer digital yang ada di lapangan.

“Saat ini sebagian sedang melaksanakan pelatihan dan kalau kita samakan dengan konsep perang semesta, maka BNPB ini adalah dari elemen masyarakat yang diperbantukan untuk melaksanakan secara total,” ucap Hadi.

Konsep perang gerilya ini, diingatkan Panglima TNI, harus dilaksanakan secara total. Tak hanya TNI-Polri, Kemenkes, dan BNPB, tapi juga dibantu seluruh komponen masyarakat.

Seluruh individu, seluruh kelompok, seluruh komponen, memiliki tugas yang penting dan berat untuk mengatasi Covid-19 ini.

“Saya yakin dengan konsep semesta ini maka keinginan kita semua menekan kasus aktif di Indonesia akan bisa terealisasi sehingga sampai angka paling rendah. Dan saya yakin dengan kerja keras seluruh elemen, kerja keras seluruh komponen maka permasalahan terkait dengan masalah Covid akan bisa kita tekan,” tandas Panglima TNI. [OKT]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories