Pulihkan Ekonomi Global Negara G-20 Sepakat Tingkatkan Koordinasi .

Sebanyak 20 negara dengan ekonomi terkuat di dunia, atau G-20, sepakat meningkatkan kerja sama dan koordinasi global dalam mengatasi pandemi dan kerentanan yang terjadi. Hal ini untuk menjaga dan mendorong pemulihan ekonomi global. Pemulihan ekonomi global perlu diarahkan untuk mendukung pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, dan inklusif. Dengan menjadikan pertumbuhan yang berwawasan lingkungan sebagai perhatian utama, serta meningkatkan ketahanan sektor keuangan, khususnya di sektor keuangan non bank.

Kesepakatan tersebut mengemuka dalam pertemuan virtual para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara G20 yang dihadiri oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati pada Jumat (26/2).

Dukungan kebijakan moneter dan fiskal yang kuat dinilai dapat mendukung pemulihan ekonomi di berbagai negara. IMF memproyeksikan perekonomian global pada 2021 dapat tumbuh di atas proyeksi Januari lalu yang sebesar 5,5%, seiring tambahan stimulus ekonomi yang dilakukan beberapa negara besar.

Seperti diketahui, pandemi Covid-19 telah meningkatkan ketimpangan ekonomi di dalam dan antarnegara. Oleh karena itu, diperlukan percepatan pelaksanaan vaksinasi, serta dukungan kebijakan dengan prioritas untuk meringankan dampak pandemi terhadap kelompok masyarakat rentan dan dunia usaha, khususnya UMKM.

Pada kesempatan tersebut, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan pentingnya program vaksinasi dapat berjalan dengan baik untuk mendukung pemulihan ekonomi.

“Bank Indonesia bersinergi dan mendukung stimulus fiskal yang telah dilakukan Pemerintah, dalam rangka mengatasi pandemi dan mendukung pemulihan ekonomi Indonesia melalui stimulus moneter berupa penurunan suku bunga kebijakan hingga sebesar 150 bps sejak 2020, level terendah sepanjang sejarah,” kata Perry Warjiyo, dikutip dari siaran pers, Minggu (28/2).

Selain itu, Bank Sentral juga menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan senilai 4,8% dari PDB dan melakukan pembelian SBN di pasar perdana, sekitar 3% dari PDB di tahun 2020.

Bank Indonesia, lanjut Perry, juga berupaya mendorong pengembangan ekonomi dan keuangan digital yang inklusif melalui serangkaian kebijakan guna peningkatan akses keuangan bagi UMKM, penyaluran bantuan sosial dan beberapa kebijakan sistem pembayaran. Seperti perluasan akseptasi QRIS dan pengembangan infrastruktur sistem pembayaran.

Lebih lanjut, Perry juga menyampaikan dukungan rencana Financial Stability Board (FSB) dan lembaga keuangan internasional untuk mengidentifikasi (stocktaking) pelajaran yang didapat dari pandemi Covid-19.

Hal ini dilakukan guna mengatasi kerentanan di sektor keuangan, serta pengaktifan kembali Sustainable Finance Study Group (SFSG), untuk mendiskusikan upaya pengembangan pembiayaan yang memperhatikan aspek lingkungan hidup dan memitigasi risikonya. Serta menggarisbawahi pentingnya pendekatan yang inklusif, sehingga dapat meningkatkan peran negara berkembang.

Negara-negara G20 juga berkomitmen mendorong inklusi keuangan melalui pemanfaatan teknologi dan perluasan akses bagi UMKM, mendorong transisi menuju ekonomi yang berwawasan lingkungan. Dan mencapai konsensus global terkait perpajakan digital yang tertunda dari target semula di akhir 2020.

Lebih lanjut, dalam forum tersebut juga disepakati bahwa penguatan kerja sama perlu dilakukan untuk membantu negara berpenghasilan rendah dalam menghadapi pandemi. Dan meningkatkan kapasitas dalam pengelolaan utang. Selain itu, G20 juga meminta IMF untuk mempersiapkan proposal alokasi Special Drawing Rights (SDR) untuk negara-negara anggota, guna menjaga likuiditas dan memperkuat cadangan devisa di tengah masih tingginya ketidakpastian akibat pandemi Covid-19. [EFI]

]]> .
Sebanyak 20 negara dengan ekonomi terkuat di dunia, atau G-20, sepakat meningkatkan kerja sama dan koordinasi global dalam mengatasi pandemi dan kerentanan yang terjadi. Hal ini untuk menjaga dan mendorong pemulihan ekonomi global. Pemulihan ekonomi global perlu diarahkan untuk mendukung pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, dan inklusif. Dengan menjadikan pertumbuhan yang berwawasan lingkungan sebagai perhatian utama, serta meningkatkan ketahanan sektor keuangan, khususnya di sektor keuangan non bank.

Kesepakatan tersebut mengemuka dalam pertemuan virtual para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara G20 yang dihadiri oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati pada Jumat (26/2).

Dukungan kebijakan moneter dan fiskal yang kuat dinilai dapat mendukung pemulihan ekonomi di berbagai negara. IMF memproyeksikan perekonomian global pada 2021 dapat tumbuh di atas proyeksi Januari lalu yang sebesar 5,5%, seiring tambahan stimulus ekonomi yang dilakukan beberapa negara besar.

Seperti diketahui, pandemi Covid-19 telah meningkatkan ketimpangan ekonomi di dalam dan antarnegara. Oleh karena itu, diperlukan percepatan pelaksanaan vaksinasi, serta dukungan kebijakan dengan prioritas untuk meringankan dampak pandemi terhadap kelompok masyarakat rentan dan dunia usaha, khususnya UMKM.

Pada kesempatan tersebut, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan pentingnya program vaksinasi dapat berjalan dengan baik untuk mendukung pemulihan ekonomi.

“Bank Indonesia bersinergi dan mendukung stimulus fiskal yang telah dilakukan Pemerintah, dalam rangka mengatasi pandemi dan mendukung pemulihan ekonomi Indonesia melalui stimulus moneter berupa penurunan suku bunga kebijakan hingga sebesar 150 bps sejak 2020, level terendah sepanjang sejarah,” kata Perry Warjiyo, dikutip dari siaran pers, Minggu (28/2).

Selain itu, Bank Sentral juga menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan senilai 4,8% dari PDB dan melakukan pembelian SBN di pasar perdana, sekitar 3% dari PDB di tahun 2020.

Bank Indonesia, lanjut Perry, juga berupaya mendorong pengembangan ekonomi dan keuangan digital yang inklusif melalui serangkaian kebijakan guna peningkatan akses keuangan bagi UMKM, penyaluran bantuan sosial dan beberapa kebijakan sistem pembayaran. Seperti perluasan akseptasi QRIS dan pengembangan infrastruktur sistem pembayaran.

Lebih lanjut, Perry juga menyampaikan dukungan rencana Financial Stability Board (FSB) dan lembaga keuangan internasional untuk mengidentifikasi (stocktaking) pelajaran yang didapat dari pandemi Covid-19.

Hal ini dilakukan guna mengatasi kerentanan di sektor keuangan, serta pengaktifan kembali Sustainable Finance Study Group (SFSG), untuk mendiskusikan upaya pengembangan pembiayaan yang memperhatikan aspek lingkungan hidup dan memitigasi risikonya. Serta menggarisbawahi pentingnya pendekatan yang inklusif, sehingga dapat meningkatkan peran negara berkembang.

Negara-negara G20 juga berkomitmen mendorong inklusi keuangan melalui pemanfaatan teknologi dan perluasan akses bagi UMKM, mendorong transisi menuju ekonomi yang berwawasan lingkungan. Dan mencapai konsensus global terkait perpajakan digital yang tertunda dari target semula di akhir 2020.

Lebih lanjut, dalam forum tersebut juga disepakati bahwa penguatan kerja sama perlu dilakukan untuk membantu negara berpenghasilan rendah dalam menghadapi pandemi. Dan meningkatkan kapasitas dalam pengelolaan utang. Selain itu, G20 juga meminta IMF untuk mempersiapkan proposal alokasi Special Drawing Rights (SDR) untuk negara-negara anggota, guna menjaga likuiditas dan memperkuat cadangan devisa di tengah masih tingginya ketidakpastian akibat pandemi Covid-19. [EFI]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories