PPKM Berbasis Mikro Diyakini Tekan Penambahan Kasus Covid-19 .
Penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) selama periode 11 hingga 25 Januari 2021 di Jawa dan Bali dinilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak efektif menekan laju penularan Covid-19. Sehingga pemerintah memperpanjang menjadi PPKM jilid 2 hingga tanggal 8 Februari 2021 dengan pendekatan berbasis mikro.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) Airlangga Hartarto mengatakan, sesuai keputusan rapat terbatas yang digelar hari Rabu (3/2), Presiden Jokowi memberikan arahan agar penanganan Covid-19 dilakukan lebih efektif.
“Tentu bisa dilakukan dengan optimal efektif pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat. Arahan Bapak Presiden Jokowi adalah pendekatan mikro atau di tingkat lokal, mulai dari tingkat desa, kampung, RT dan RW,” kata Menko Airlangga.
Pengamat ekonomi Universitas Airlangga Badri Munir Sukoco menyambut baik langkah pemerintah ini untuk menekan kasus Covid-19 di tanah air. “Tentu dampaknya akan lebih efektif. Saat ini jumlah kasus aktif Covid-19 memang cukup besar telah mencapai 1.078.314 juta per tanggal 31 Januari kemarin. Tapi kalau tidak ada PPKM bahkan bisa melonjak lebih tinggi lagi dari jumlah tersebut,” ujar Badri dalam keterangannya, Sabtu (6/2).
Terlebih, menurut Badri, PPKM berbasis mikro yang akan diberlakukan oleh pemerintah memang memerlukan biaya yang cukup besar. Selain itu, koordinasi pasti akan membutuhkan sumberdaya dan energi yang tak sedikit.
Namun demikian, hal ini harus dilakukan pemerintah untuk menyeimbangkan antara kebutuhan kesehatan dan ekonomi dan penanganan Covid-19 dengan mengutamakan protokol kesehatan dan pelaksanaan vaksinasi.
“Saat ini langkah pemerintah adalah menyampaikan informasi bahwa efikasi vaksinasi yang ditawarkan oleh pemerintah telah terbukti mengatasi wabah seperti pes, campak termasuk sekarang ada Covid-19, pemerintah juga memperbolehkan kegiatan ekonomi namun tetap menegakkan protokol kesehatan,” ucapnya.
Sementara itu, menurut Pengamat Kesehatan Masyarakat dari Universitas Indonesia (UI) Hasbullah Thabrany mengatakan, penyebab masih tingginya angka kasus positif Covid-19 di dalam negeri karena kemungkinan adanya penumpukkan data kasus Covid-19. Seperti merujuk pada lonjakan data kasus Covid-19 di Provinsi Jawa Barat (Jabar) pada 27 Januari 2021, yang disebabkan keterlambatan input data antara pemerintah daerah dengan Kementerian Kesehatan.
“Jumlah kasus Covid-19 yang meningkat secara nasional bisa jadi karena data kasus yang tertunda. Kalau laporannya tertunda dan tertumpuk, maka jumlah harian tersebut bisa jadi tidak betul. Karena kita tidak tahu permasalahan pendataan nasional dalam hal testing dan tracing ini,” ujar Hasbullah.
Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali yang berlaku saat ini, kata dia, telah mengalami perbaikan dari angka kesembuhan di sejumlah daerah seperti DKII Jakarta, Jawa Tengah, dan Yogyakarta.
Selain itu, terjadi penurunan pada mobilitas penduduk di berbagai sektor. Namun, mobilitas di tempat kerja dan area pemukiman masih relatif tinggi, sehingga pemerintah akan berlakukan PPKM berbasis mikro hingga RT dan RW.
Dengan kebijakan ini, diharapkan masyarakat lebih meningkatkan disiplin protokol kesehatan dan juga diperlukan ketegasan aparat untuk mewajibkan masyarakat benar-benar terapkan protokol kesehatan hingga tingkat RT dan RW.
Ditegaskannya, penerapan protokol kesehatan pada masyarakat menjadi kunci utama dari pemutusan penyebaran kasus Covid-19. Kerja sama masyarakat sangat diperlukan untuk keberhasilan PPKM ini. “Jika pemberlakuan PPKM berbasis mikro ini dapat disiplin, ini akan sukses memutus rantai penyebaran Covid-19,” pungkasnya. [TIF]
]]> .
Penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) selama periode 11 hingga 25 Januari 2021 di Jawa dan Bali dinilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak efektif menekan laju penularan Covid-19. Sehingga pemerintah memperpanjang menjadi PPKM jilid 2 hingga tanggal 8 Februari 2021 dengan pendekatan berbasis mikro.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) Airlangga Hartarto mengatakan, sesuai keputusan rapat terbatas yang digelar hari Rabu (3/2), Presiden Jokowi memberikan arahan agar penanganan Covid-19 dilakukan lebih efektif.
“Tentu bisa dilakukan dengan optimal efektif pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat. Arahan Bapak Presiden Jokowi adalah pendekatan mikro atau di tingkat lokal, mulai dari tingkat desa, kampung, RT dan RW,” kata Menko Airlangga.
Pengamat ekonomi Universitas Airlangga Badri Munir Sukoco menyambut baik langkah pemerintah ini untuk menekan kasus Covid-19 di tanah air. “Tentu dampaknya akan lebih efektif. Saat ini jumlah kasus aktif Covid-19 memang cukup besar telah mencapai 1.078.314 juta per tanggal 31 Januari kemarin. Tapi kalau tidak ada PPKM bahkan bisa melonjak lebih tinggi lagi dari jumlah tersebut,” ujar Badri dalam keterangannya, Sabtu (6/2).
Terlebih, menurut Badri, PPKM berbasis mikro yang akan diberlakukan oleh pemerintah memang memerlukan biaya yang cukup besar. Selain itu, koordinasi pasti akan membutuhkan sumberdaya dan energi yang tak sedikit.
Namun demikian, hal ini harus dilakukan pemerintah untuk menyeimbangkan antara kebutuhan kesehatan dan ekonomi dan penanganan Covid-19 dengan mengutamakan protokol kesehatan dan pelaksanaan vaksinasi.
“Saat ini langkah pemerintah adalah menyampaikan informasi bahwa efikasi vaksinasi yang ditawarkan oleh pemerintah telah terbukti mengatasi wabah seperti pes, campak termasuk sekarang ada Covid-19, pemerintah juga memperbolehkan kegiatan ekonomi namun tetap menegakkan protokol kesehatan,” ucapnya.
Sementara itu, menurut Pengamat Kesehatan Masyarakat dari Universitas Indonesia (UI) Hasbullah Thabrany mengatakan, penyebab masih tingginya angka kasus positif Covid-19 di dalam negeri karena kemungkinan adanya penumpukkan data kasus Covid-19. Seperti merujuk pada lonjakan data kasus Covid-19 di Provinsi Jawa Barat (Jabar) pada 27 Januari 2021, yang disebabkan keterlambatan input data antara pemerintah daerah dengan Kementerian Kesehatan.
“Jumlah kasus Covid-19 yang meningkat secara nasional bisa jadi karena data kasus yang tertunda. Kalau laporannya tertunda dan tertumpuk, maka jumlah harian tersebut bisa jadi tidak betul. Karena kita tidak tahu permasalahan pendataan nasional dalam hal testing dan tracing ini,” ujar Hasbullah.
Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali yang berlaku saat ini, kata dia, telah mengalami perbaikan dari angka kesembuhan di sejumlah daerah seperti DKII Jakarta, Jawa Tengah, dan Yogyakarta.
Selain itu, terjadi penurunan pada mobilitas penduduk di berbagai sektor. Namun, mobilitas di tempat kerja dan area pemukiman masih relatif tinggi, sehingga pemerintah akan berlakukan PPKM berbasis mikro hingga RT dan RW.
Dengan kebijakan ini, diharapkan masyarakat lebih meningkatkan disiplin protokol kesehatan dan juga diperlukan ketegasan aparat untuk mewajibkan masyarakat benar-benar terapkan protokol kesehatan hingga tingkat RT dan RW.
Ditegaskannya, penerapan protokol kesehatan pada masyarakat menjadi kunci utama dari pemutusan penyebaran kasus Covid-19. Kerja sama masyarakat sangat diperlukan untuk keberhasilan PPKM ini. “Jika pemberlakuan PPKM berbasis mikro ini dapat disiplin, ini akan sukses memutus rantai penyebaran Covid-19,” pungkasnya. [TIF]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .