Perpres Miras Dianggap Banyak Mudharatnya Muhammadiyah Dan MUI: Batalkan Pak Presiden! .

Penolakan atas kebijakan Pemerintah membuka investasi minuman keras alias miras terus mengalir deras. Terbaru disuarakan Muhammadiyah.

Menurut Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dadang Kahmad keputusan itu lebih banyak mudharatnya.

Dadang tidak alergi terhadap investasi, jika hal tersebut banyak memberikan maslahat. Beda dengan miras, yang dianggap lebih banyak mudaratnya meskipun hanya boleh dilakukan di empat provinsi: Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua.

“Walaupun di tempat khusus, tetap saja bagi kami orang beragama, tidak baik. Lebih baik direvisi Perpresnya, dengan tidak memasukkan miras,” ujar Dadang kepada Rakyat Merdeka, Sabtu (27/2).

Untuk diketahui, Pemerintah baru saja mengeluarkan aturan soal investasi miras. Aturan itu tertuang dalam Perpres 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini, telah diteken Presiden Jokowi, dan mulai berlaku 2 Februari 2021.

Dalam lampiran III Perpres 10/2021, pemerintah mengatur ada empat klasifikasi miras yang masuk daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu. Pertama, industri minuman keras mengandung alkohol. Kedua, minuman keras mengandung alkohol berbahan anggur. Ketiga, perdagangan eceran minuman keras dan beralkohol. Kempat, perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau beralkohol.

Menurut Dadang, kebijakan ini sangat tidak mencerminkan ideologi Pancasila, khususnya sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. Apalagi, dia yakin seluruh agama menganggap miras tidak baik, sebab memabukkan. Contohnya banyak. Paling terbaru, kejadian di Cengkareng, Jakarta Barat. Karena mabuk, oknum polisi menembak tiga orang di kafe hingga tewas.

Dadang sangat berharap kepada Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin untuk membatalkan Perpres miras tersebut. “Beliau kan ulama, dekat juga dengan Presiden, kami meminta Perpres investasi miras dibatalkan,” imbuhnya.

Dadang pun berencana membicarakannya dengan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. Setelah ada koordinasi di level pimpinan pusat, tidak menutup kemungkinan, Muhammadiyah akan berkomunikasi dengan Kiai Ma’ruf untuk meminta mengurungkan kebijakan tersebut.

“Silakan investasi, tapi jangan di miras atau perjudian. Cari yang lain, yang tidak dilarang agama,” tukas Dadang.

Pernyataan keras datang juga dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Wakil Ketua MUI Anwar Abbas mengatakan, kebijakan ini membuktikan pemerintah mengedepankan kepentingan investor ketimbang rakyatnya. Sebagai bangsa, Indonesia dijadikan objek yang bisa dieksploitasi untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya.

“Dengan kehadiran kebijakan ini, saya melihat bangsa ini sekarang seperti bangsa yang telah kehilangan arah,” sesal Anwar dalam keterangan resminya, Sabtu (27/2).

Semestinya, kata dia, pemerintah tidak memberi izin bagi usaha-usaha yang akan menimbulkan mafsadat (kerusakan) bagi putra-putri bangsa. Padahal, sering digembar-gemborkan tentang Pancasila dan UUD 1945. Tapi kenyataannya, sistem ekonomi liberalisme kapitalisme yang dikedepankan, bukan karakter dan jati diri sebagai bangsa.

Bagaimana tanggapan ekonom soal investasi miras itu? Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menyebut, kebijakan ini justru merugikan, bahkan dobel kerugiannya. “Bukan saja bagi image Indonesia yang sedang mempromosikan ekonomi syariah, wisata halal misalnya, tapi juga berdampak jangka panjang pada kerugian kesehatan,” ulasnya.

Bhima meminta Perpres ini direvisi, dan dipikirkan matang-matang. Dengan adanya pandemi, sektor kesehatan bangsa baru terungkap boroknya. Apalagi jika investasi di sektor miras sudah terealisasi, dampaknya sangat besar bagi kesehatan. Seperti kecelakaan di jalan, kekerasan, yang akhirnya membuat klaim BPJS Kesehatan bocor. [MEN]

]]> .
Penolakan atas kebijakan Pemerintah membuka investasi minuman keras alias miras terus mengalir deras. Terbaru disuarakan Muhammadiyah.

Menurut Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dadang Kahmad keputusan itu lebih banyak mudharatnya.

Dadang tidak alergi terhadap investasi, jika hal tersebut banyak memberikan maslahat. Beda dengan miras, yang dianggap lebih banyak mudaratnya meskipun hanya boleh dilakukan di empat provinsi: Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua.

“Walaupun di tempat khusus, tetap saja bagi kami orang beragama, tidak baik. Lebih baik direvisi Perpresnya, dengan tidak memasukkan miras,” ujar Dadang kepada Rakyat Merdeka, Sabtu (27/2).

Untuk diketahui, Pemerintah baru saja mengeluarkan aturan soal investasi miras. Aturan itu tertuang dalam Perpres 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini, telah diteken Presiden Jokowi, dan mulai berlaku 2 Februari 2021.

Dalam lampiran III Perpres 10/2021, pemerintah mengatur ada empat klasifikasi miras yang masuk daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu. Pertama, industri minuman keras mengandung alkohol. Kedua, minuman keras mengandung alkohol berbahan anggur. Ketiga, perdagangan eceran minuman keras dan beralkohol. Kempat, perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau beralkohol.

Menurut Dadang, kebijakan ini sangat tidak mencerminkan ideologi Pancasila, khususnya sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. Apalagi, dia yakin seluruh agama menganggap miras tidak baik, sebab memabukkan. Contohnya banyak. Paling terbaru, kejadian di Cengkareng, Jakarta Barat. Karena mabuk, oknum polisi menembak tiga orang di kafe hingga tewas.

Dadang sangat berharap kepada Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin untuk membatalkan Perpres miras tersebut. “Beliau kan ulama, dekat juga dengan Presiden, kami meminta Perpres investasi miras dibatalkan,” imbuhnya.

Dadang pun berencana membicarakannya dengan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. Setelah ada koordinasi di level pimpinan pusat, tidak menutup kemungkinan, Muhammadiyah akan berkomunikasi dengan Kiai Ma’ruf untuk meminta mengurungkan kebijakan tersebut.

“Silakan investasi, tapi jangan di miras atau perjudian. Cari yang lain, yang tidak dilarang agama,” tukas Dadang.

Pernyataan keras datang juga dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Wakil Ketua MUI Anwar Abbas mengatakan, kebijakan ini membuktikan pemerintah mengedepankan kepentingan investor ketimbang rakyatnya. Sebagai bangsa, Indonesia dijadikan objek yang bisa dieksploitasi untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya.

“Dengan kehadiran kebijakan ini, saya melihat bangsa ini sekarang seperti bangsa yang telah kehilangan arah,” sesal Anwar dalam keterangan resminya, Sabtu (27/2).

Semestinya, kata dia, pemerintah tidak memberi izin bagi usaha-usaha yang akan menimbulkan mafsadat (kerusakan) bagi putra-putri bangsa. Padahal, sering digembar-gemborkan tentang Pancasila dan UUD 1945. Tapi kenyataannya, sistem ekonomi liberalisme kapitalisme yang dikedepankan, bukan karakter dan jati diri sebagai bangsa.

Bagaimana tanggapan ekonom soal investasi miras itu? Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menyebut, kebijakan ini justru merugikan, bahkan dobel kerugiannya. “Bukan saja bagi image Indonesia yang sedang mempromosikan ekonomi syariah, wisata halal misalnya, tapi juga berdampak jangka panjang pada kerugian kesehatan,” ulasnya.

Bhima meminta Perpres ini direvisi, dan dipikirkan matang-matang. Dengan adanya pandemi, sektor kesehatan bangsa baru terungkap boroknya. Apalagi jika investasi di sektor miras sudah terealisasi, dampaknya sangat besar bagi kesehatan. Seperti kecelakaan di jalan, kekerasan, yang akhirnya membuat klaim BPJS Kesehatan bocor. [MEN]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories