Peringati HPSN 2021 Menteri Siti Minta Sampah Dijadikan Bahan Baku Ekonomi Di Masa Pandemi .
Hari sampah nasional harus dijadikan platform untuk memperkuat posisi sektor pengelolaan sampah sebagai pendorong pertumbuhan perekonomian nasional di masa pandemi Covid-19.
Hal itu disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya di acara Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2021 dengan tema ‘Sampah Sebagai Bahan Baku Ekonomi di Masa Pandemi’ yang dilakukan secara virtual, Senin (22/2)
“Selama 5 tahun HPSN berhasil membangun kesadaran publik dalam upaya pengurangan sampah, dan sudah saatnya platform HPSN digeser ke upaya-upaya penanganan sampah yang dapat memberikan kontribusi nyata dalam pertumbuhan ekonomi,” ujar Siti dalam sambutannya .
Menurutnya, pendekatan ekonomi linier dalam pengelolaan sampah harus digantikan dengan ekonomi sirkular melalui proses daung ulang barang, mudah diperbaiki, dapat diisi ulang, dapat di-charge ulang dan dapat dikomposkan.
“Langkah tersebut merupakan perwujudan dan praktek terbaik menjadikan sampah sebagai bahan baku ekonomi baru,” kata Siti disambut tepuk tangan.
Selain pendekatan ekonomi sirkular, lanjut Siti, sampah sebagai bahan baku ekonomi dapat dilakukan melalui pendekatan sampah sebagai sumber energi alternatif melalui implementasi sampah menjadi bahan bakar, sampah menjadi energi listrik atau sampah menjadi energi panas.
Meskipun tantangan pengelolaan sampah sangat berat, KLHK tetap optimis dapat menghadapi dan melewati persoalan tersebut.
“Optimisme itu tetap tumbuh karena sudah banyak yang kita lakukan dengan hasil positif. Saya meyakini kebijakan dan regulasi saat ini sudah terhitung lebih dari cukup. Kita sudah punya undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah, peraturan presiden, dan beberapa peraturan menteri yang dilengkapi oleh beberapa pedoman teknis,” paparnya.
Adapun beberapa kebijakan dan peraturan yang bersifat progresif dan berani antara lain penetapan target pengurangan dan penanganan sampah yang terhitung ambisius, yaitu 30% pengurangan sampah dan 70% penanganan sampah, serta phase-out dan pelarangan beberapa jenis plastik sekali pakai seperti kantong belanja plastik, sedotan plastik, dan wadah styrofoam.
“Tercatat sampai saat ini, terdapat 2 provinsi dan 39 kabupaten/kota yang telah mengeluarkan kebijakan daerah terkait pelarangan dan pembatasan plastik sekali pakai,” ungkapnya.
Lalu, dari aspek peningkatan kapasitas pengelolaan sampah, sudah banyak pemerintah daerah yang melaksanakannya. Termasuk meningkatnya alokasi anggaran pengelolaan sampah, menguatnya kelembagaan pengelolaan sampah, dan meningkatnya tingkat pelayanan pengelolaan sampah.
Tak hanya itu, Pemerintah telah memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan kapasitas tersebut, melalui bantuan sarana dan prasarana, asistensi penyusunan peraturan, pelatihan, pilot proyek, subsidi, dan insentif lainnya.
Dari sisi subsidi, Pemerintah telah mengeluarkan 3 skema subsidi yang berbeda, yaitu dana alokasi khusus (DAK), dana insentif daerah (DID), dan bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah (BLPS).
Untuk sarana dan prasarana pengelolaan sampah, Pemerintah sudah membantu penyediaan Tempat Pengolahan Sampah Berbasis 3R (TPS3R), Pusat Daur Ulang (PDU), Bank Sampah Induk, kendaraan pengumpul dan pengangkut sampah, fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF), fasilitasi pembangunan pengolahan sampah tenaga termal serta tempat pemrosesan akhir (TPA) tingkat lokal dan regional.
Pemerintah juga memberikan insentif berupa Dana Insentif Daerah (DID) melalui Kementerian Keuangan atas Rekomendasi KLHK.
“Pemberian DID ini dilakukan melalui penilaian kinerja pemerintah daerah kabupaten/kota dan provinsi di Indonesia dalam ketersediaan kebijakan pengurangan sampah plastik, implementasi kebijakan pengurangan sampah plastik, dan inovasi dan/atau kreativitas pengurangan sampah, serta kinerja fasilitas pengolahan sampah sehingga secara signifikan mampu mengurangi sampah yang ditimbun di TPA,”terangnya.
Dengan bantuan ini, Ia berharap dapat menjadi pemicu percepatan peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah, yang sampai hari ini secara rerata nasional masih di bawah 50% dari target 100% di tahun 2025. [MFA]
]]> .
Hari sampah nasional harus dijadikan platform untuk memperkuat posisi sektor pengelolaan sampah sebagai pendorong pertumbuhan perekonomian nasional di masa pandemi Covid-19.
Hal itu disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya di acara Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2021 dengan tema ‘Sampah Sebagai Bahan Baku Ekonomi di Masa Pandemi’ yang dilakukan secara virtual, Senin (22/2)
“Selama 5 tahun HPSN berhasil membangun kesadaran publik dalam upaya pengurangan sampah, dan sudah saatnya platform HPSN digeser ke upaya-upaya penanganan sampah yang dapat memberikan kontribusi nyata dalam pertumbuhan ekonomi,” ujar Siti dalam sambutannya .
Menurutnya, pendekatan ekonomi linier dalam pengelolaan sampah harus digantikan dengan ekonomi sirkular melalui proses daung ulang barang, mudah diperbaiki, dapat diisi ulang, dapat di-charge ulang dan dapat dikomposkan.
“Langkah tersebut merupakan perwujudan dan praktek terbaik menjadikan sampah sebagai bahan baku ekonomi baru,” kata Siti disambut tepuk tangan.
Selain pendekatan ekonomi sirkular, lanjut Siti, sampah sebagai bahan baku ekonomi dapat dilakukan melalui pendekatan sampah sebagai sumber energi alternatif melalui implementasi sampah menjadi bahan bakar, sampah menjadi energi listrik atau sampah menjadi energi panas.
Meskipun tantangan pengelolaan sampah sangat berat, KLHK tetap optimis dapat menghadapi dan melewati persoalan tersebut.
“Optimisme itu tetap tumbuh karena sudah banyak yang kita lakukan dengan hasil positif. Saya meyakini kebijakan dan regulasi saat ini sudah terhitung lebih dari cukup. Kita sudah punya undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah, peraturan presiden, dan beberapa peraturan menteri yang dilengkapi oleh beberapa pedoman teknis,” paparnya.
Adapun beberapa kebijakan dan peraturan yang bersifat progresif dan berani antara lain penetapan target pengurangan dan penanganan sampah yang terhitung ambisius, yaitu 30% pengurangan sampah dan 70% penanganan sampah, serta phase-out dan pelarangan beberapa jenis plastik sekali pakai seperti kantong belanja plastik, sedotan plastik, dan wadah styrofoam.
“Tercatat sampai saat ini, terdapat 2 provinsi dan 39 kabupaten/kota yang telah mengeluarkan kebijakan daerah terkait pelarangan dan pembatasan plastik sekali pakai,” ungkapnya.
Lalu, dari aspek peningkatan kapasitas pengelolaan sampah, sudah banyak pemerintah daerah yang melaksanakannya. Termasuk meningkatnya alokasi anggaran pengelolaan sampah, menguatnya kelembagaan pengelolaan sampah, dan meningkatnya tingkat pelayanan pengelolaan sampah.
Tak hanya itu, Pemerintah telah memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan kapasitas tersebut, melalui bantuan sarana dan prasarana, asistensi penyusunan peraturan, pelatihan, pilot proyek, subsidi, dan insentif lainnya.
Dari sisi subsidi, Pemerintah telah mengeluarkan 3 skema subsidi yang berbeda, yaitu dana alokasi khusus (DAK), dana insentif daerah (DID), dan bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah (BLPS).
Untuk sarana dan prasarana pengelolaan sampah, Pemerintah sudah membantu penyediaan Tempat Pengolahan Sampah Berbasis 3R (TPS3R), Pusat Daur Ulang (PDU), Bank Sampah Induk, kendaraan pengumpul dan pengangkut sampah, fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF), fasilitasi pembangunan pengolahan sampah tenaga termal serta tempat pemrosesan akhir (TPA) tingkat lokal dan regional.
Pemerintah juga memberikan insentif berupa Dana Insentif Daerah (DID) melalui Kementerian Keuangan atas Rekomendasi KLHK.
“Pemberian DID ini dilakukan melalui penilaian kinerja pemerintah daerah kabupaten/kota dan provinsi di Indonesia dalam ketersediaan kebijakan pengurangan sampah plastik, implementasi kebijakan pengurangan sampah plastik, dan inovasi dan/atau kreativitas pengurangan sampah, serta kinerja fasilitas pengolahan sampah sehingga secara signifikan mampu mengurangi sampah yang ditimbun di TPA,”terangnya.
Dengan bantuan ini, Ia berharap dapat menjadi pemicu percepatan peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah, yang sampai hari ini secara rerata nasional masih di bawah 50% dari target 100% di tahun 2025. [MFA]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .