Penyidikan Perkara Heli Mandek KPK Dimejahijaukan! .

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengajukan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antirasuah itu dianggap menghentikan penyidikan kasus korupsi pengadaan helikopter AW-101.

“Menyatakan secara hukum Termohon (KPK—red) telah melakukan tindakan penghentian penyidikan secara materiil dan diam-diam yang tidak sah menurut hukum terhadap perkarakorupsi pengadaan Heli AW-101,” demikian tuntutan MAKI.

Anggapan itu didasari sikap KPK yang tak kunjung menyelesaikan penyidikan perkara korupsi dengan tersangka Irfan Kurnia Saleh itu. MAKI meminta Majelis Hakim memerintahkan kepada KPK agar segera menuntaskan penyidikan.

“Selanjutnya melimpahkan berkas perkara aquo kepada Jaksa Penuntut Umum,” petitum akhir gugatan ini.

Gugatan praperadilan ini didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan —mengacu domisili kantor KPK— pada 18 Maret 2021. Gugatan diregister sebagai perkara nomor 34/Pid.Pra/2021/PN JKT.SEL.

Berdasarkan informasi dari situs PN Jakarta Selatan, gugatan ini mulai disidangkan pada Senin 5 April 2021. Agendanya, pembacaan gugatan dari MAKI selaku pemohon.

Pengusutan kasus heli AW 101 dilakukan lewat mekanisme joint investigation antara KPK dengan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI. Pelaku dari kalangan militer ditangani Puspom TNI. Sedangkan KPK menyidik pelaku dari kalangan sipil.

Awalnya Puspom TNI menetapkan empat tersangka. Yakni bekas Kepala Dinas Pengadaan TNI AU Marsekal Pertama Fachri Adamy yang menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pembelian heli, Kepala Unit Layanan Pengadaan TNI AU Kolonel FTS, Letnan Kolonel WW selaku Pejabat Pemegang Kas, dan Pembantu Letnan Dua SS yang berperan memberikan uang ke sejumlah pihak.

Belakangan, Asisten Perencanaan Kepala Staf TNI AU Marsekal Muda Supriyanto Basuki menyusul ditetapkan sebagai tersangka. Sementara, Irfan Kurnia Saleh, Direktur PT Diratama Jaya Mandiri ditetapkan sebagai tersangka dari kalangan sipil. Perkaranya ditangani KPK.

Dari hasil penyelidikan bersama, diduga tersangka Irfan telah mengatur proses lelang pengadaan heli. Irfan sudah meneken kontrak dengan pabrikan Agusta Westland pada Oktober 2015, sebelum lelang heli dibuka. Adapun nilai kontrak sebesar 39 juta dolar Amerika atau Rp 514 miliar.

Namun setelah proses lelang dimenangkan pada Juli 2016, PT Diratama mengajukan harga Rp 738 miliar kepada TNI AU. Pembengkakan biaya ini menyebabkan kerugian negara Rp 224 miliar.

KPK menduga, tersangka Irfan Kurnia Saleh juga pengendali PT Karya Cipta Gemilang (KCG). Perusahaan ini menjadi pendamping PT Diratama Jaya Mandiri dalam lelang pengadaan heli AW-101. Sehingga seolah-olah ada kompetensi dalam lelang ini.

Irfan disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam penyidikan kasus ini, KPK berulang kali memeriksa mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal (Purn) Agus Supriatna. Pemeriksaan terkait pengajuan usul pembelian helikopter Agusta Westland (AW) 101.

“Kami mendalami mekanisme pengajuan pembelian heli saat saksi masih aktif tentu saja di Angkatan Udara. Jadi kami klarifikasi sebenarnya saat itu mekanismenya seperti apa, sampai kemudian terjadi katakanlah perubahan atau penunjukan atau yang lain-lainnya, apa yang diketahui oleh saksi,” kata Juru Bicara KPK saat itu, Febri Diansyah.

Pemeriksaan terhadap mantan KSAU itu untuk melengkapi berkas perkara tersangka Irfan Kurnia Saleh, Direktur PT Diratama Jaya Mandiri. Perusahaan itu ditunjuk sebagai rekanan TNI AU dalam pembelian AW 101 buatan Inggris-Italia. [GPG]

]]> .
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengajukan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antirasuah itu dianggap menghentikan penyidikan kasus korupsi pengadaan helikopter AW-101.

“Menyatakan secara hukum Termohon (KPK—red) telah melakukan tindakan penghentian penyidikan secara materiil dan diam-diam yang tidak sah menurut hukum terhadap perkarakorupsi pengadaan Heli AW-101,” demikian tuntutan MAKI.

Anggapan itu didasari sikap KPK yang tak kunjung menyelesaikan penyidikan perkara korupsi dengan tersangka Irfan Kurnia Saleh itu. MAKI meminta Majelis Hakim memerintahkan kepada KPK agar segera menuntaskan penyidikan.

“Selanjutnya melimpahkan berkas perkara aquo kepada Jaksa Penuntut Umum,” petitum akhir gugatan ini.

Gugatan praperadilan ini didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan —mengacu domisili kantor KPK— pada 18 Maret 2021. Gugatan diregister sebagai perkara nomor 34/Pid.Pra/2021/PN JKT.SEL.

Berdasarkan informasi dari situs PN Jakarta Selatan, gugatan ini mulai disidangkan pada Senin 5 April 2021. Agendanya, pembacaan gugatan dari MAKI selaku pemohon.

Pengusutan kasus heli AW 101 dilakukan lewat mekanisme joint investigation antara KPK dengan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI. Pelaku dari kalangan militer ditangani Puspom TNI. Sedangkan KPK menyidik pelaku dari kalangan sipil.

Awalnya Puspom TNI menetapkan empat tersangka. Yakni bekas Kepala Dinas Pengadaan TNI AU Marsekal Pertama Fachri Adamy yang menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pembelian heli, Kepala Unit Layanan Pengadaan TNI AU Kolonel FTS, Letnan Kolonel WW selaku Pejabat Pemegang Kas, dan Pembantu Letnan Dua SS yang berperan memberikan uang ke sejumlah pihak.

Belakangan, Asisten Perencanaan Kepala Staf TNI AU Marsekal Muda Supriyanto Basuki menyusul ditetapkan sebagai tersangka. Sementara, Irfan Kurnia Saleh, Direktur PT Diratama Jaya Mandiri ditetapkan sebagai tersangka dari kalangan sipil. Perkaranya ditangani KPK.

Dari hasil penyelidikan bersama, diduga tersangka Irfan telah mengatur proses lelang pengadaan heli. Irfan sudah meneken kontrak dengan pabrikan Agusta Westland pada Oktober 2015, sebelum lelang heli dibuka. Adapun nilai kontrak sebesar 39 juta dolar Amerika atau Rp 514 miliar.

Namun setelah proses lelang dimenangkan pada Juli 2016, PT Diratama mengajukan harga Rp 738 miliar kepada TNI AU. Pembengkakan biaya ini menyebabkan kerugian negara Rp 224 miliar.

KPK menduga, tersangka Irfan Kurnia Saleh juga pengendali PT Karya Cipta Gemilang (KCG). Perusahaan ini menjadi pendamping PT Diratama Jaya Mandiri dalam lelang pengadaan heli AW-101. Sehingga seolah-olah ada kompetensi dalam lelang ini.

Irfan disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam penyidikan kasus ini, KPK berulang kali memeriksa mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal (Purn) Agus Supriatna. Pemeriksaan terkait pengajuan usul pembelian helikopter Agusta Westland (AW) 101.

“Kami mendalami mekanisme pengajuan pembelian heli saat saksi masih aktif tentu saja di Angkatan Udara. Jadi kami klarifikasi sebenarnya saat itu mekanismenya seperti apa, sampai kemudian terjadi katakanlah perubahan atau penunjukan atau yang lain-lainnya, apa yang diketahui oleh saksi,” kata Juru Bicara KPK saat itu, Febri Diansyah.

Pemeriksaan terhadap mantan KSAU itu untuk melengkapi berkas perkara tersangka Irfan Kurnia Saleh, Direktur PT Diratama Jaya Mandiri. Perusahaan itu ditunjuk sebagai rekanan TNI AU dalam pembelian AW 101 buatan Inggris-Italia. [GPG]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories