Penundaan Pemilu Terus Bergulir Luhut Maju Tak Gentar Bawa Big Data 100 Juta

Meski mendapat banyak penolakan keras dan deras, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan terus maju tak gentar menyuarakan wacana penundaan Pemilu. Untuk meyakinkan publik, Luhut sampai-sampai membawa big data 110 juta pengguna media sosial yang disebutnya mendukung penundaan Pemilu. Banyak pihak memprotes klaim Luhut ini.

Omongan Luhut soal penundaan Pemilu ini disampaikan saat tampil di podcast Deddy Corbuzier, yang diunggah di YouTube, Jumat lalu. Di acara ini, pensiunan jenderal bintang empat ini, membeberkan sejumlah alasan penundaan Pemilu. Salah satunya, kata dia, wacana penundaan Pemilu muncul berdasarkan suara dari rakyat.

Luhut lalu mengaku memiliki big data dari pengguna media sosial seperti Facebook dan Twitter yang jumlahnya sekitar 110 juta. Nah, kata dia, dari data tersebut diketahui masyarakat kelas menengah ke bawah tidak ingin ada kegaduhan akibat Pemilu 2024. Masyarakat takut adanya pembelahan, seperti pada Pilpres 2019 yang memunculkan istilah cebong dan kampret.

Selain itu, lanjut dia, dari big data itu juga diketahui masyarakat ingin segera bebas dari kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Karena itu banyak yang tidak setuju anggaran yang besar itu dihamburkan untuk menggelar Pemilu. Menurut Luhut, anggaran yang dibutuhkan untuk Pemilu dan Pilkada 2024 sebesar Rp 110 triliun. Jadi, menurut dia, seharusnya partai-partai politik bisa menangkap aspirasi dari masyarakat ini. “Nah, itu yang rakyat omong,” kata Luhut.

Kata dia, suara rakyat yang menginginkan penundaan Pemilu itu tak hanya datang dari partai pendukung penundaan Pemilu seperti PKB, PAN, dan Golkar. Tapi juga dari partai yang menolak penundaan Pemilu seperti PDIP, Gerindra, Demokrat dan lainnya.

Ia optimis, jika aspirasi ini terus meluas dan direspons MPR, tidak menutup kemungkinan aturan masa jabatan akan diubah lewat amandemen konstitusi.

Omongan Luhut yang membawa-bawa big data 110 juta pengguna media sosial ini, diragukan banyak pihak. Ketua DPD La Nyalla Mattalitti menilai omongan Luhut itu berlebihan dan diambil dari analisa yang tidak kredibel.

La Nyalla mengaku, pihaknya juga menganalisa big data mengenai percakapan penundaan pemilu di platform paling besar di Indonesia yaitu Instagram, YouTube dan TikTok. “Hasilnya tidak sampai 1 juta orang yang membicarakan Pemilu 2024,” kata La Nyalla, kemarin.

 

Kata dia, trending topic pengguna media sosial itu bukan soal Pemilu. Tapi, keluhan emak-emak soal kelangkaan minyak goreng, dan komoditas kebutuhan rumah tangga lainnya.

Waketum Gerindra, Fadli Zon ikut mempertanyakan data yang diungkap Luhut. Ia menantang Luhut untuk membuka data soal rakyat yang tidak tertarik pada pesta demokrasi lima tahunan itu. “Sebaiknya diungkap ke publik datanya, agar tak terkesan sedang menghalalkan segala cara untuk tujuan pelanggaran konstitusi,” kata Fadli di akun Twitternya, @fadlizon, kemarin. Ia menyindir, jangan-jangan cuma Luhut yang mau perpanjangan jabatan.

Politikus PDIP, Adian Napitupulu sampai geleng-geleng kepala mendengarkan pemaparan Luhut soal perpanjangan masa jabatan presiden. Adian merasa heran dengan analisa big data yang dimiliki Luhut. Karena hasilnya berbeda dengan data di lapangan. “Analisa big data yang dimiliki Luhut sudah pasti tidak independen dan sarat kepentingan politik, karena disampaikan oleh politikus,” kata Adian, kemarin.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (IPI) Burhanuddin Muhtadi penasaran siapa yang memasok data ke Luhut. “Yang punya big data yang diklaim Opung nggak mau keluar. Harusnya dibuka aja, nanti kita diskusikan secara terbuka. Kalau perlu para ahli big data yang lain seperti @ismailfahmi dll juga presentasi,” ujarnya diakun Twitternya, @BurhanMuhtadi.

Bos lembaga survei SMRC, Saiful Mujani rupanya penasaran juga dengan big data yang diungkap Luhut. Melalui akun Twitter miliknya, Saiful menanyakan soal big data ini ke pakar media sosial Ismail Fahmi. “Mas @ ismailfahmi benar tidak klaim ini? Katanya dari big data. Sangat terbalik dengan berbagai temuan survei nasional. Hampir semua pemilih partai-partai itu menolak penundaan Pemilu,” kicau Saiful, di akun @saiful_mujani, sambil menautkan berita soal pemilih PDIP, Gerindra dan Demokrat menginginkan penundaan Pemilu

Pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia Ismail Fahmi langsung menjawab dengan lugas. “Impossible!!,” tegas @ismailfahmi. Kata dia, tak mungkin ada 110 juta user media sosial Indonesia yang berbicara soal perpanjangan masa jabatan. “Data Drone Emprit, user Twitter yang paling cerewet soal isu masa jabatan presiden ini, mentok hanya 10 ribu,” ungkapnya.

Ismail lalu membeberkan hasil analisa Drone Emprit di jagat Twitter. Kata dia, mengutip Laboratorium Indonesia 2045 (Lab45), hanya ada 10.852 akun Twitter yang terlibat baik secara langsung atau tidak langsung dalam pembicaraan jabatan presiden tiga periode dengan mayoritas menolak. [BCG]

]]> Meski mendapat banyak penolakan keras dan deras, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan terus maju tak gentar menyuarakan wacana penundaan Pemilu. Untuk meyakinkan publik, Luhut sampai-sampai membawa big data 110 juta pengguna media sosial yang disebutnya mendukung penundaan Pemilu. Banyak pihak memprotes klaim Luhut ini.

Omongan Luhut soal penundaan Pemilu ini disampaikan saat tampil di podcast Deddy Corbuzier, yang diunggah di YouTube, Jumat lalu. Di acara ini, pensiunan jenderal bintang empat ini, membeberkan sejumlah alasan penundaan Pemilu. Salah satunya, kata dia, wacana penundaan Pemilu muncul berdasarkan suara dari rakyat.

Luhut lalu mengaku memiliki big data dari pengguna media sosial seperti Facebook dan Twitter yang jumlahnya sekitar 110 juta. Nah, kata dia, dari data tersebut diketahui masyarakat kelas menengah ke bawah tidak ingin ada kegaduhan akibat Pemilu 2024. Masyarakat takut adanya pembelahan, seperti pada Pilpres 2019 yang memunculkan istilah cebong dan kampret.

Selain itu, lanjut dia, dari big data itu juga diketahui masyarakat ingin segera bebas dari kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Karena itu banyak yang tidak setuju anggaran yang besar itu dihamburkan untuk menggelar Pemilu. Menurut Luhut, anggaran yang dibutuhkan untuk Pemilu dan Pilkada 2024 sebesar Rp 110 triliun. Jadi, menurut dia, seharusnya partai-partai politik bisa menangkap aspirasi dari masyarakat ini. “Nah, itu yang rakyat omong,” kata Luhut.

Kata dia, suara rakyat yang menginginkan penundaan Pemilu itu tak hanya datang dari partai pendukung penundaan Pemilu seperti PKB, PAN, dan Golkar. Tapi juga dari partai yang menolak penundaan Pemilu seperti PDIP, Gerindra, Demokrat dan lainnya.

Ia optimis, jika aspirasi ini terus meluas dan direspons MPR, tidak menutup kemungkinan aturan masa jabatan akan diubah lewat amandemen konstitusi.

Omongan Luhut yang membawa-bawa big data 110 juta pengguna media sosial ini, diragukan banyak pihak. Ketua DPD La Nyalla Mattalitti menilai omongan Luhut itu berlebihan dan diambil dari analisa yang tidak kredibel.

La Nyalla mengaku, pihaknya juga menganalisa big data mengenai percakapan penundaan pemilu di platform paling besar di Indonesia yaitu Instagram, YouTube dan TikTok. “Hasilnya tidak sampai 1 juta orang yang membicarakan Pemilu 2024,” kata La Nyalla, kemarin.

 

Kata dia, trending topic pengguna media sosial itu bukan soal Pemilu. Tapi, keluhan emak-emak soal kelangkaan minyak goreng, dan komoditas kebutuhan rumah tangga lainnya.

Waketum Gerindra, Fadli Zon ikut mempertanyakan data yang diungkap Luhut. Ia menantang Luhut untuk membuka data soal rakyat yang tidak tertarik pada pesta demokrasi lima tahunan itu. “Sebaiknya diungkap ke publik datanya, agar tak terkesan sedang menghalalkan segala cara untuk tujuan pelanggaran konstitusi,” kata Fadli di akun Twitternya, @fadlizon, kemarin. Ia menyindir, jangan-jangan cuma Luhut yang mau perpanjangan jabatan.

Politikus PDIP, Adian Napitupulu sampai geleng-geleng kepala mendengarkan pemaparan Luhut soal perpanjangan masa jabatan presiden. Adian merasa heran dengan analisa big data yang dimiliki Luhut. Karena hasilnya berbeda dengan data di lapangan. “Analisa big data yang dimiliki Luhut sudah pasti tidak independen dan sarat kepentingan politik, karena disampaikan oleh politikus,” kata Adian, kemarin.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (IPI) Burhanuddin Muhtadi penasaran siapa yang memasok data ke Luhut. “Yang punya big data yang diklaim Opung nggak mau keluar. Harusnya dibuka aja, nanti kita diskusikan secara terbuka. Kalau perlu para ahli big data yang lain seperti @ismailfahmi dll juga presentasi,” ujarnya diakun Twitternya, @BurhanMuhtadi.

Bos lembaga survei SMRC, Saiful Mujani rupanya penasaran juga dengan big data yang diungkap Luhut. Melalui akun Twitter miliknya, Saiful menanyakan soal big data ini ke pakar media sosial Ismail Fahmi. “Mas @ ismailfahmi benar tidak klaim ini? Katanya dari big data. Sangat terbalik dengan berbagai temuan survei nasional. Hampir semua pemilih partai-partai itu menolak penundaan Pemilu,” kicau Saiful, di akun @saiful_mujani, sambil menautkan berita soal pemilih PDIP, Gerindra dan Demokrat menginginkan penundaan Pemilu

Pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia Ismail Fahmi langsung menjawab dengan lugas. “Impossible!!,” tegas @ismailfahmi. Kata dia, tak mungkin ada 110 juta user media sosial Indonesia yang berbicara soal perpanjangan masa jabatan. “Data Drone Emprit, user Twitter yang paling cerewet soal isu masa jabatan presiden ini, mentok hanya 10 ribu,” ungkapnya.

Ismail lalu membeberkan hasil analisa Drone Emprit di jagat Twitter. Kata dia, mengutip Laboratorium Indonesia 2045 (Lab45), hanya ada 10.852 akun Twitter yang terlibat baik secara langsung atau tidak langsung dalam pembicaraan jabatan presiden tiga periode dengan mayoritas menolak. [BCG]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories