Pengusaha Titip Uang Suap Lewat Staf Khusus Edhy Prabowo
Staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo, Syafri mengaku pernah dua kali diberikan uang oleh Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.
Safri mengatakan, pemberian uang pertama terjadi sekitar bulan Juni 2020, ketika PT DPPP tengah mengurus izin budidaya dan ekspor benih benih lobster atau benur di KKP.
“Suharjito waktu itu menitipkan uang Pak. Menitipkan titipan kepada saya,” kata Safri saat bersaksi untuk terdakwa Suharjito di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (24/2).
Pemberian uang itu kata Safri terjadi di ruang kerjanya. Suharjito datang menemuinya bersama dengan stafnya bernama Agus Kurniyawanto selaku Manager Operasional Kapal PT DPPP.
Namun, ketika ditanya jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berapa jumlah uang yang dia terima. Safri mengaku tidak mengetahuinya.
Safri berdalih, Suharjito tidak menyebut nominalnya. Dia pun tidak banyak bertanya soal uang titipan itu akan diberikan kepada siapa. “Saya pikir karena diberi oleh temannya Pak Menteri. Ya saya ambil Pak,” tuturnya.
Tak lama kemudian, Safri mengaku ditemui oleh Sekretaris Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Amiril Mukminin.
Ketika bertemu, Amiril menanyakan soal titipan uang dari Suharjito. Mendapat pertanyaan itu, Safri langsung meminta Amiril ke ruangannya dan mengambil titipan dimaksud.
Jaksa lantas mencecar Safri, kenapa uang tadi diberikan kepada Amiril. Padahal Suharjito menitipkan uang itu kepadanya. “Apakah karena Amiril representasi mentri?” tanya jaksa.
Safri pun tidak bisa mengambil kesimpulan demikian. Dia berkelit bahwa uang itu diberikan kepada Amiril, karena dia menanyakan soal itu. Safri menduga bahwa uang itu memang dititipkan Suharjito kepadanya untuk diberikan kepada Amiril.
“Ya saya pikir Amiril sudah tau Pak. Karena dia tanya titipan. Ada saya bilang, langsung (saya) kasihkan aja,” jelas Safri.
Sementara pemberian kedua, kata Safri terjadi setelah PT DPPP mendapatkan izin budidaya dan ekspor benih bening lobster atau benur.
Menurut Safri, kali ini Suharjito memberikan uang sebesar 26 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp 277.172.220 yang ditujukan untuk dirinya pribadi. Dia mengetahui jumlah tersebut karena sempat menghitungnya. “Saya pikir dia kasih saya karena usaha lobsternya sudah lancar, dan kasih saja (uang) ke saya,” ucap Safri.
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), Safri disebut meminta agar PT DPPP memberikan uang senilai Rp 5 miliar untuk Edhy Prabowo jika lolos dalam penetapan izin ekspor benih lobster. Safri juga terseret sebagai tersangka dalam kasus ini.
Dalam perkara ini, bos PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito didakwa menyuap mantan Menteri Keluatan dan Perikanan Edhy Prabowo. Suharjito didakwa menyuap mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu senilai 103 ribu dolar Singapura dan Rp 706.055.440 dengan total Rp 2,1 miliar.
Pemberian suap itu bertujuan agar Edhy Prabowo mempercepat persetujuan perizinan ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun anggaran 2020. [BYU]
]]> Staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo, Syafri mengaku pernah dua kali diberikan uang oleh Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.
Safri mengatakan, pemberian uang pertama terjadi sekitar bulan Juni 2020, ketika PT DPPP tengah mengurus izin budidaya dan ekspor benih benih lobster atau benur di KKP.
“Suharjito waktu itu menitipkan uang Pak. Menitipkan titipan kepada saya,” kata Safri saat bersaksi untuk terdakwa Suharjito di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (24/2).
Pemberian uang itu kata Safri terjadi di ruang kerjanya. Suharjito datang menemuinya bersama dengan stafnya bernama Agus Kurniyawanto selaku Manager Operasional Kapal PT DPPP.
Namun, ketika ditanya jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berapa jumlah uang yang dia terima. Safri mengaku tidak mengetahuinya.
Safri berdalih, Suharjito tidak menyebut nominalnya. Dia pun tidak banyak bertanya soal uang titipan itu akan diberikan kepada siapa. “Saya pikir karena diberi oleh temannya Pak Menteri. Ya saya ambil Pak,” tuturnya.
Tak lama kemudian, Safri mengaku ditemui oleh Sekretaris Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Amiril Mukminin.
Ketika bertemu, Amiril menanyakan soal titipan uang dari Suharjito. Mendapat pertanyaan itu, Safri langsung meminta Amiril ke ruangannya dan mengambil titipan dimaksud.
Jaksa lantas mencecar Safri, kenapa uang tadi diberikan kepada Amiril. Padahal Suharjito menitipkan uang itu kepadanya. “Apakah karena Amiril representasi mentri?” tanya jaksa.
Safri pun tidak bisa mengambil kesimpulan demikian. Dia berkelit bahwa uang itu diberikan kepada Amiril, karena dia menanyakan soal itu. Safri menduga bahwa uang itu memang dititipkan Suharjito kepadanya untuk diberikan kepada Amiril.
“Ya saya pikir Amiril sudah tau Pak. Karena dia tanya titipan. Ada saya bilang, langsung (saya) kasihkan aja,” jelas Safri.
Sementara pemberian kedua, kata Safri terjadi setelah PT DPPP mendapatkan izin budidaya dan ekspor benih bening lobster atau benur.
Menurut Safri, kali ini Suharjito memberikan uang sebesar 26 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp 277.172.220 yang ditujukan untuk dirinya pribadi. Dia mengetahui jumlah tersebut karena sempat menghitungnya. “Saya pikir dia kasih saya karena usaha lobsternya sudah lancar, dan kasih saja (uang) ke saya,” ucap Safri.
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), Safri disebut meminta agar PT DPPP memberikan uang senilai Rp 5 miliar untuk Edhy Prabowo jika lolos dalam penetapan izin ekspor benih lobster. Safri juga terseret sebagai tersangka dalam kasus ini.
Dalam perkara ini, bos PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito didakwa menyuap mantan Menteri Keluatan dan Perikanan Edhy Prabowo. Suharjito didakwa menyuap mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu senilai 103 ribu dolar Singapura dan Rp 706.055.440 dengan total Rp 2,1 miliar.
Pemberian suap itu bertujuan agar Edhy Prabowo mempercepat persetujuan perizinan ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun anggaran 2020. [BYU]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .