Penggunaan Dana Covid Rp 2,9 Triliun Bermasalah Tikus Corona Gentayangan

Penggunaan anggaran penanganan Corona ternyata ada boroknya. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan, penggunaan dana Corona sebesar Rp 2,9 triliun bermasalah. Ayo, segera bereskan, jangan sampai dana sebesar itu, dimakan “tikus” yang terus bergentayangan.

Temuan dana Corona bermasalah itu disampaikan Ketua BPK, Agung Firman Sampurna dalam Workshop Antikorupsi bertajuk “Deteksi dan Pencegahan Korupsi” yang digelar secara virtual, kemarin. Kegiatan itu diikuti sejumlah Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi. Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono ikut hadir. 

Dalam sambutannya, Agung menjelaskan, risiko kecurangan dalam pengelolaan keuangan di masa krisis cenderung makin besar. Ada banyak alasannya. Mulai dari tekanan finansial, keserakahan, sampai anggapan korupsi seolah-olah bukan kesalahan. Atau bisa juga karena lemahnya pengawasan internal. 

Dengan kondisi itu, BPK memutuskan melakukan pemeriksaan komprehensif berbasis risiko atas 241 objek pemeriksaan, dengan 111 hasil pemeriksaan kinerja dan 136 hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan dilakukan terhadap 27 Kementerian/Lembaga, 204 Pemerintah Daerah, dan 10 BUMN yang mengelola dana Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) 2020. 

“Hasil pemeriksaan mengungkapkan, ada 2.170 temuan yang memuat 2.843 permasalahan senilai Rp 2,94 triliun,” beber Agung. 

Temuan permasalahan itu meliputi 887 kelemahan sistem pengendalian intern, 715 ketidakpatuhan terhadap aturan perundang-undangan, dan 1.241 temuan terkait permasalahan ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Dalam pemeriksaan PC-PEN 2020, BPK mengidentifikasi sejumlah masalah terkait identifikasi dan kodefikasi anggaran serta realisasinya.

Atas temuan itu, BPK memberikan sejumlah rekomendasi. Pertama, Pemerintah perlu menetapkan grand design rencana kerja Satgas Covid-19 yang jelas dan terukur, dan menyusun identifikasi kebutuhan barang dan jasa dalam penanganan pandemi. Kedua, memprioritaskan penggunaan anggaran untuk pemberian insentif bagi pelaku usaha terdampak Corona.

Ketiga, Pemerintah membuat perencanaan distribusi, pemenuhan distribusi, serta pelaporan distribusi alat kesehatan. Di samping itu, harga alat kesehatan dari rekanan Pemerintah juga harus diuji terlebih dahulu.

Keempat, Pemerintah melakukan validasi dan pemutakhiran data penerima bantuan by name by addres, serta menyederhanakan proses dan mempercepat waktu penyaluran bantuan ke penerima akhir. Kelima, Pemerintah memperkuat pengawasan dan pengendalian penyaluran dana PC-PEN, serta memproses kerugian yang berpotensi dialami pemerintah daerah dan pusat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Kita menghadapi situasi luar biasa. Oleh karena itu, BPK mendukung upaya Pemerintah yang merespons dengan langkah luar biasa. Namun, sejak awal BPK mengingatkan adanya risiko yang perlu diidentifikasi dan dimitigasi agar langkah Pemerintah menghadapi pandemi dan memulihkan ekonomi nasional dapat dilakukan secara transparan, akuntabel, ekonomis, efisien, dan efektif,” ucap Agung.

 

Wakil Ketua BPK, Agus Joko Pramono menambahkan, pemeriksaan keuangan dan kinerja yang dilakukan BPK sebenarnya untuk mengetahui risiko dari sistem yang sedang berjalan. Jika pemeriksaan tersebut diintegrasikan, BPK dapat memproyeksikan risiko-risiko fraud atau proses yang menyimpang dari standar pada masa yang akan datang.

Melalui pemeriksaan BPK, sistem kontrol internal yang lemah dalam suatu lembaga juga dapat terdeteksi. Selanjutnya, BPK bisa memberikan rekomendasi untuk memperbaiki sistem kontrol internal tersebut. BPK juga dapat menindaklanjuti deteksi tersebut dengan melakukan pemeriksaan investigatif, baik berdasarkan inisiatif BPK maupun permintaan aparat penegak hukum.

Di tempat terpisah, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan, di masa pandemi ini, banyak kementerian/lembaga hingga pemerintah daerah yang memperoleh tambahan anggaran untuk menangani Corona. Beberapa kementerian/lembaga yang mendapat anggaran tambahan itu antara lain Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Koperasi dan UKM, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Namun, dia memastikan, APBN terus dikelola secara akuntabel, transparan, dan kredibel. “Sehingga setiap rupiah yang dibelanjakan dapat benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” ucapnya, dalam Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2021, kemarin. 

Sri Mul memahami, kemungkinan terjadinya risiko penggunaan uang negara dalam situasi krisis. Karena itu, dia memastikan setiap perencanaan maupun pelaksanaan selaku melibatkan lembaga-lembaga penegak hukum. Kepolisian, Kejaksaan, KPK, BPKP selalu dilibatkan saat perancangan maupun pelaksanaan PC-PEN. Tak kalah penting juga jajarannya terus berkonsultasi dan berkomunikasi dengan BPK sebagai lembaga auditor negara eksternal yang independen.

Secara umum, Sri Mul menilai pengelolaan keuangan sudah akuntabel dan transparan. Salah satu indikatornya adalah memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. Dia melihat, ada peningkatan kualitas laporan keuangan yang terjadi pada situasi yang extraordinary. Sebanyak 84 dari 86 kementerian/lembaga mendapatkan opini WTP. Begitu juga Pemda. Sebanyak 486 dari 542 Pemda atau 89,7 persen mendapatkan opini WTP. 

“Alhamdulillah, opini wajar tanpa pengecualian (WTP) untuk tahun 2020 dicapai. Itu bukan sesuatu yang mudah, namun kita mensyukuri apa yang kita capai,” katanya. 

Ia pun menyampaikan apresiasi kepada BPK yang terus mengawal dan menjaga akuntabilitas publik dari penggunaan uang negara menghadapi krisis yang luar biasa dahsyat. 

Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai, temuan BPK itu tidak bisa dipandang sepele. Sebab, ada indikasi tangan-tangan kotor yang mencoba mengambil dana penanganan Corona. “Temuan BPK mestinya ada konsekuensi hukum dan politiknya,” kata Uchok, tadi malam. 

Uchok berharap, temuan ini disikapi serius oleh Pemerintah, penegak hukum, dan DPR. Dia tidak ingin ada kasus korupsi bansos yang dilakukan mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara terulang kembali. “Bukan tidak mungkin saat ini tikus Corona masih bergentayangan. Makanya, temuan BPK itu harus disikapi serius,” tegasnya. [BCG]

]]> Penggunaan anggaran penanganan Corona ternyata ada boroknya. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan, penggunaan dana Corona sebesar Rp 2,9 triliun bermasalah. Ayo, segera bereskan, jangan sampai dana sebesar itu, dimakan “tikus” yang terus bergentayangan.

Temuan dana Corona bermasalah itu disampaikan Ketua BPK, Agung Firman Sampurna dalam Workshop Antikorupsi bertajuk “Deteksi dan Pencegahan Korupsi” yang digelar secara virtual, kemarin. Kegiatan itu diikuti sejumlah Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi. Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono ikut hadir. 

Dalam sambutannya, Agung menjelaskan, risiko kecurangan dalam pengelolaan keuangan di masa krisis cenderung makin besar. Ada banyak alasannya. Mulai dari tekanan finansial, keserakahan, sampai anggapan korupsi seolah-olah bukan kesalahan. Atau bisa juga karena lemahnya pengawasan internal. 

Dengan kondisi itu, BPK memutuskan melakukan pemeriksaan komprehensif berbasis risiko atas 241 objek pemeriksaan, dengan 111 hasil pemeriksaan kinerja dan 136 hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan dilakukan terhadap 27 Kementerian/Lembaga, 204 Pemerintah Daerah, dan 10 BUMN yang mengelola dana Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) 2020. 

“Hasil pemeriksaan mengungkapkan, ada 2.170 temuan yang memuat 2.843 permasalahan senilai Rp 2,94 triliun,” beber Agung. 

Temuan permasalahan itu meliputi 887 kelemahan sistem pengendalian intern, 715 ketidakpatuhan terhadap aturan perundang-undangan, dan 1.241 temuan terkait permasalahan ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Dalam pemeriksaan PC-PEN 2020, BPK mengidentifikasi sejumlah masalah terkait identifikasi dan kodefikasi anggaran serta realisasinya.

Atas temuan itu, BPK memberikan sejumlah rekomendasi. Pertama, Pemerintah perlu menetapkan grand design rencana kerja Satgas Covid-19 yang jelas dan terukur, dan menyusun identifikasi kebutuhan barang dan jasa dalam penanganan pandemi. Kedua, memprioritaskan penggunaan anggaran untuk pemberian insentif bagi pelaku usaha terdampak Corona.

Ketiga, Pemerintah membuat perencanaan distribusi, pemenuhan distribusi, serta pelaporan distribusi alat kesehatan. Di samping itu, harga alat kesehatan dari rekanan Pemerintah juga harus diuji terlebih dahulu.

Keempat, Pemerintah melakukan validasi dan pemutakhiran data penerima bantuan by name by addres, serta menyederhanakan proses dan mempercepat waktu penyaluran bantuan ke penerima akhir. Kelima, Pemerintah memperkuat pengawasan dan pengendalian penyaluran dana PC-PEN, serta memproses kerugian yang berpotensi dialami pemerintah daerah dan pusat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Kita menghadapi situasi luar biasa. Oleh karena itu, BPK mendukung upaya Pemerintah yang merespons dengan langkah luar biasa. Namun, sejak awal BPK mengingatkan adanya risiko yang perlu diidentifikasi dan dimitigasi agar langkah Pemerintah menghadapi pandemi dan memulihkan ekonomi nasional dapat dilakukan secara transparan, akuntabel, ekonomis, efisien, dan efektif,” ucap Agung.

 

Wakil Ketua BPK, Agus Joko Pramono menambahkan, pemeriksaan keuangan dan kinerja yang dilakukan BPK sebenarnya untuk mengetahui risiko dari sistem yang sedang berjalan. Jika pemeriksaan tersebut diintegrasikan, BPK dapat memproyeksikan risiko-risiko fraud atau proses yang menyimpang dari standar pada masa yang akan datang.

Melalui pemeriksaan BPK, sistem kontrol internal yang lemah dalam suatu lembaga juga dapat terdeteksi. Selanjutnya, BPK bisa memberikan rekomendasi untuk memperbaiki sistem kontrol internal tersebut. BPK juga dapat menindaklanjuti deteksi tersebut dengan melakukan pemeriksaan investigatif, baik berdasarkan inisiatif BPK maupun permintaan aparat penegak hukum.

Di tempat terpisah, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan, di masa pandemi ini, banyak kementerian/lembaga hingga pemerintah daerah yang memperoleh tambahan anggaran untuk menangani Corona. Beberapa kementerian/lembaga yang mendapat anggaran tambahan itu antara lain Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Koperasi dan UKM, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Namun, dia memastikan, APBN terus dikelola secara akuntabel, transparan, dan kredibel. “Sehingga setiap rupiah yang dibelanjakan dapat benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” ucapnya, dalam Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2021, kemarin. 

Sri Mul memahami, kemungkinan terjadinya risiko penggunaan uang negara dalam situasi krisis. Karena itu, dia memastikan setiap perencanaan maupun pelaksanaan selaku melibatkan lembaga-lembaga penegak hukum. Kepolisian, Kejaksaan, KPK, BPKP selalu dilibatkan saat perancangan maupun pelaksanaan PC-PEN. Tak kalah penting juga jajarannya terus berkonsultasi dan berkomunikasi dengan BPK sebagai lembaga auditor negara eksternal yang independen.

Secara umum, Sri Mul menilai pengelolaan keuangan sudah akuntabel dan transparan. Salah satu indikatornya adalah memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. Dia melihat, ada peningkatan kualitas laporan keuangan yang terjadi pada situasi yang extraordinary. Sebanyak 84 dari 86 kementerian/lembaga mendapatkan opini WTP. Begitu juga Pemda. Sebanyak 486 dari 542 Pemda atau 89,7 persen mendapatkan opini WTP. 

“Alhamdulillah, opini wajar tanpa pengecualian (WTP) untuk tahun 2020 dicapai. Itu bukan sesuatu yang mudah, namun kita mensyukuri apa yang kita capai,” katanya. 

Ia pun menyampaikan apresiasi kepada BPK yang terus mengawal dan menjaga akuntabilitas publik dari penggunaan uang negara menghadapi krisis yang luar biasa dahsyat. 

Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai, temuan BPK itu tidak bisa dipandang sepele. Sebab, ada indikasi tangan-tangan kotor yang mencoba mengambil dana penanganan Corona. “Temuan BPK mestinya ada konsekuensi hukum dan politiknya,” kata Uchok, tadi malam. 

Uchok berharap, temuan ini disikapi serius oleh Pemerintah, penegak hukum, dan DPR. Dia tidak ingin ada kasus korupsi bansos yang dilakukan mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara terulang kembali. “Bukan tidak mungkin saat ini tikus Corona masih bergentayangan. Makanya, temuan BPK itu harus disikapi serius,” tegasnya. [BCG]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories

Generated by Feedzy