Pengamat: Kunjungan Jokowi Ke Pacitan Tak Ada Hubungannya Dengan Isu Kudeta Demokrat .
Di tengah isu kudeta di Partai Demokrat yang belum sepenuhnya reda, Presiden Jokowi datang ke Pacitan, Jawa Timur, Minggu (14/2). Di kampung mantan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)itu, Kepala Negara meresmikan Bendungan Tukul, yang baru selesai dibangun.
Apakah momen itu punya makna politik? Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menilai, peresmian Bendungan Tukul hal biasa. Sebab, Jokowi memang punya perhatian membangun bendungan di berbagai daerah. Apalagi bendungan Tukul sudah dibangun sejak lama.
“Kalau dikatakan peresmian Waduk Tukul di Pacitan itu memberi pesan tertentu ke AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) atau Partai Demokrat, tidak tepat. Apalagi kalau dikatakan bahwa misalnya, ini AHY air tuba dibayar air susu oleh Jokowi,” kata Qodari, Senin (15/2).
Pada 1 Februari lalu, AHY mengirim surat ke Jokowi mengenai isu adanya rencana pengambilalihan Partai Demokrat. Dalam surat itu, AHY meminta klarifikasi Jokowi. Namun, Jokowi tak menjawab surat itu.
Menurut Qodari, peresmian Bendungan Tukul itu kebetulan saja berbarengan dengan isu kudeta di tubuh Partai Demokrat. “Karena sesungguhnya memang setahu saya, Pak Jokowi ini memiliki program pembangunan bendungan di seluruh Indonesia. Bukan hanya di Pacitan. Ada sekitar 65 bendungan dimulai dari 2015. Jadi, dari 6 tahun ini memang sudah harus selesai,” ungkap dia.
Pekan depan saja, lanjut Qodari, Jokowi akan meresmikan 3 bendungan lagi, yakni di Nusa Tenggara Timur, Banten, dan di Kalimantan Selatan. “Bahwasanya, Pak Jokowi meresmikan bendungan di daerah asal basis suara SBY dan AHY, boleh jadi kebetulan aja,” ucapnya.
Dia melihat, langkah AHY memunculkan isu kudeta di tubuh Partai Demokrat punya tujuan beberapa tujuan. Pertama, agar bisa menghentikan gerakan politik Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko, yang dicurigai Demokrat akan mengkudeta posisi AHY. “Mengenai apa sebab tudingan kudeta ini dimunculkan, tentu diharapkan bisa menghentikan gerakan atau gerilya politik untuk mengadakan KLB (Kongres Luar Biasa) di Partai Demokrat,” ujar dia.
Kedua, meningkatkan elektoral Partai Demokrat. Empasan isu kudeta membuat Partai Demokrat seolah dizalimi sehingga diharapkan bisa mengangkat citra Partai Demokrat maupun AHY.
“Yang kedua merupakan sebagian dari strategi electoral, baik bagi AHY sendiri maupun bagi Partai Demokrat. Bagi AHY, dengan cara ini, maka mengalami lonjakan pemberitaan, diharapkan meningkatkan simpati bahkan dukungan karena dizalimi oleh penguasa begitu,” paparnya.
Benefit politik yang diharapkan berikutnya ialah memberi kesan Partai Demokrat berkonfrontasi dengan Jokowi, bahkan pemerintah. Bahkan melebar kepada partai pemerintah lainnya seperti PDIP, NasDem, PKB, bahkan Hanura.
“Kemudian pembelahan pemerintah versus oposisi akan terbangun, yang Partai Demokrat adalah oposisi. Nah, diharapkan ini bisa menggalang suara masyarakat yang tidak suka atau tidak puas dengan pemerintah dengan Jokowi,” ujar Qodari.
Kebetulan, pada saat bersamaan Prabowo Subianto dan Partai Gerindra, yang selama periode 2014-2019 menjadi lawan Jokowi, sekarang sudah bergabung. “Nah, suara itu dimanfaatkan Partai Demokrat. Nah, itu keuntungan yang diharapkan dengan mengumumkan rencana kudeta itu” jelasnya. [USU]
]]> .
Di tengah isu kudeta di Partai Demokrat yang belum sepenuhnya reda, Presiden Jokowi datang ke Pacitan, Jawa Timur, Minggu (14/2). Di kampung mantan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)itu, Kepala Negara meresmikan Bendungan Tukul, yang baru selesai dibangun.
Apakah momen itu punya makna politik? Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menilai, peresmian Bendungan Tukul hal biasa. Sebab, Jokowi memang punya perhatian membangun bendungan di berbagai daerah. Apalagi bendungan Tukul sudah dibangun sejak lama.
“Kalau dikatakan peresmian Waduk Tukul di Pacitan itu memberi pesan tertentu ke AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) atau Partai Demokrat, tidak tepat. Apalagi kalau dikatakan bahwa misalnya, ini AHY air tuba dibayar air susu oleh Jokowi,” kata Qodari, Senin (15/2).
Pada 1 Februari lalu, AHY mengirim surat ke Jokowi mengenai isu adanya rencana pengambilalihan Partai Demokrat. Dalam surat itu, AHY meminta klarifikasi Jokowi. Namun, Jokowi tak menjawab surat itu.
Menurut Qodari, peresmian Bendungan Tukul itu kebetulan saja berbarengan dengan isu kudeta di tubuh Partai Demokrat. “Karena sesungguhnya memang setahu saya, Pak Jokowi ini memiliki program pembangunan bendungan di seluruh Indonesia. Bukan hanya di Pacitan. Ada sekitar 65 bendungan dimulai dari 2015. Jadi, dari 6 tahun ini memang sudah harus selesai,” ungkap dia.
Pekan depan saja, lanjut Qodari, Jokowi akan meresmikan 3 bendungan lagi, yakni di Nusa Tenggara Timur, Banten, dan di Kalimantan Selatan. “Bahwasanya, Pak Jokowi meresmikan bendungan di daerah asal basis suara SBY dan AHY, boleh jadi kebetulan aja,” ucapnya.
Dia melihat, langkah AHY memunculkan isu kudeta di tubuh Partai Demokrat punya tujuan beberapa tujuan. Pertama, agar bisa menghentikan gerakan politik Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko, yang dicurigai Demokrat akan mengkudeta posisi AHY. “Mengenai apa sebab tudingan kudeta ini dimunculkan, tentu diharapkan bisa menghentikan gerakan atau gerilya politik untuk mengadakan KLB (Kongres Luar Biasa) di Partai Demokrat,” ujar dia.
Kedua, meningkatkan elektoral Partai Demokrat. Empasan isu kudeta membuat Partai Demokrat seolah dizalimi sehingga diharapkan bisa mengangkat citra Partai Demokrat maupun AHY.
“Yang kedua merupakan sebagian dari strategi electoral, baik bagi AHY sendiri maupun bagi Partai Demokrat. Bagi AHY, dengan cara ini, maka mengalami lonjakan pemberitaan, diharapkan meningkatkan simpati bahkan dukungan karena dizalimi oleh penguasa begitu,” paparnya.
Benefit politik yang diharapkan berikutnya ialah memberi kesan Partai Demokrat berkonfrontasi dengan Jokowi, bahkan pemerintah. Bahkan melebar kepada partai pemerintah lainnya seperti PDIP, NasDem, PKB, bahkan Hanura.
“Kemudian pembelahan pemerintah versus oposisi akan terbangun, yang Partai Demokrat adalah oposisi. Nah, diharapkan ini bisa menggalang suara masyarakat yang tidak suka atau tidak puas dengan pemerintah dengan Jokowi,” ujar Qodari.
Kebetulan, pada saat bersamaan Prabowo Subianto dan Partai Gerindra, yang selama periode 2014-2019 menjadi lawan Jokowi, sekarang sudah bergabung. “Nah, suara itu dimanfaatkan Partai Demokrat. Nah, itu keuntungan yang diharapkan dengan mengumumkan rencana kudeta itu” jelasnya. [USU]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .