
Peneliti CIPS : PTM Terbatas Perlu Prioritaskan Atasi Learning Loss
Pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas perlu memprioritaskan learning loss yang dialami para siswa. Hal ini mendesak dilakukan untuk memastikan para siswa masih mampu mengikuti pembelajaran dan memahami materi yang disampaikan.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza mengatakan, langkah pertama yang dapat dilakukan guru ketika PTM sudah dimulai adalah melakukan tes diagnostik kepada peserta didik, untuk mengetahui tingkat pemahaman dan kompetensi mereka.
Dari hasil tes ini, guru dapat merencanakan pembelajaran apabila terdapat indikasi learning loss. Pembelajaran tersebut tidak dengan mengejar ketertinggalan kurikulum, tetapi berupa pengulangan materi pembelajaran sebelumnya.
“Pengulangan materi dan memastikan anak-anak memahami materi pelajaran sebelumnya akan membantu mereka untuk memahami materi pelajaran di tingkat yang lebih tinggi,” jelas Nadia
Nadia menambahkan, para guru dapat merancang metode pembelajaran yang interaktif dan dua arah sehingga para siswa dapat terlibat lebih aktif di dalam kelas, misalnya dalam bentuk diskusi atau kerja berkelompok.
Tugas-tugas yang diberikan juga sebaiknya merupakan tugas-tugas yang mengharuskan siswa menggali lebih banyak informasi dari berbagai sumber dan melibatkan interaksi dengan pihak lain secara lebih luas.
Ia menambahkan, kegiatan-kegiatan yang bersifat interaktif juga dapat dimanfaatkan secara efisien dalam waktu pembelajaran selama PTM terbatas yang terbilang singkat.
Singkatnya waktu pelaksanaan PTM terbatas idealnya dapat mendorong para guru dan para siswa menjadi lebih siap dan terencana dalam proses belajar mengejar.
Tidak hanya itu, membangkitkan minat siswa untuk kembali mengikuti pembelajaran di kelas juga penting untuk dilakukan. Kecemasan kembali ke sekolah sangat mungkin dialami para siswa setelah satu tahun lebih lamanya belajar di rumah.
“Komunikasi antar guru dan siswa juga perlu dilakukan untuk merujuk pada kebutuhan untuk menjaga kesehatan mental keduanya. Membangun komunikasi dapat menimbulkan kenyamanan sehingga interaksi di kelas menjadi semakin baik,” tambahnya.
Hasil asesmen nasional, sebagaimana juga diungkapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan-Riset dan Teknologi Nadiem Makarim, dapat digunakan untuk memetakan learning loss pada level nasional.
Untuk itu, para guru mesti mengantisipasi berbagai bentuk learning loss yang mungkin saja terjadi dan menyesuaikan dengan materi pembelajaran yang disampaikan.
Nadia mengakui, memang tidak mudah untuk para guru dalam mengadaptasi perubahan kegiatan belajar akibat pandemi Covid-19.
Setelah dipaksa berpindah pada pembelajaran jarak jauh yang mengharuskan mereka memanfaatkan perangkat digital, kini mereka kembali dipaksa untuk melakukan pembelajaran tatap muka dengan waktu yang terbatas. Tetapi harus mengatasi berbagai persoalan di saat yang bersamaan.
Menurut Nadia, para guru membutuhkan dukungan sekolah dan Dinas Pendidikan mensukseskan pelaksanaan PTM terbatas.
Misalnya saja asistensi dalam memanfaatkan waktu belajar secara maksimal dan keleluasaan dalam menentukan kegiatan selama tatap muka.
Upaya terstruktur untuk meningkatkan kapasitas guru perlu terus dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang muncul selama pandemi Covid-19.
Pemerintah perlu melakukan pembaharuan pada materi pelatihan guru agar materi pelatihan ini dapat beradaptasi dengan kebutuhan zaman dan responsif terhadap berbagai kemungkinan.
“Pandemi Covid-19 tidak pernah terpikir akan terjadi. Tetapi bentuk pembelajaran seperti blended learning, campuran antara pembelajaran jarak jauh dan tatap muka, sangat mungkin diterapkan di masa-masa mendatang dengan menyelesaikan berbagai permasalahan. Seperti pemerataan akses pada koneksi internet,” tandasnya. [FAZ]
]]> Pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas perlu memprioritaskan learning loss yang dialami para siswa. Hal ini mendesak dilakukan untuk memastikan para siswa masih mampu mengikuti pembelajaran dan memahami materi yang disampaikan.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza mengatakan, langkah pertama yang dapat dilakukan guru ketika PTM sudah dimulai adalah melakukan tes diagnostik kepada peserta didik, untuk mengetahui tingkat pemahaman dan kompetensi mereka.
Dari hasil tes ini, guru dapat merencanakan pembelajaran apabila terdapat indikasi learning loss. Pembelajaran tersebut tidak dengan mengejar ketertinggalan kurikulum, tetapi berupa pengulangan materi pembelajaran sebelumnya.
“Pengulangan materi dan memastikan anak-anak memahami materi pelajaran sebelumnya akan membantu mereka untuk memahami materi pelajaran di tingkat yang lebih tinggi,” jelas Nadia
Nadia menambahkan, para guru dapat merancang metode pembelajaran yang interaktif dan dua arah sehingga para siswa dapat terlibat lebih aktif di dalam kelas, misalnya dalam bentuk diskusi atau kerja berkelompok.
Tugas-tugas yang diberikan juga sebaiknya merupakan tugas-tugas yang mengharuskan siswa menggali lebih banyak informasi dari berbagai sumber dan melibatkan interaksi dengan pihak lain secara lebih luas.
Ia menambahkan, kegiatan-kegiatan yang bersifat interaktif juga dapat dimanfaatkan secara efisien dalam waktu pembelajaran selama PTM terbatas yang terbilang singkat.
Singkatnya waktu pelaksanaan PTM terbatas idealnya dapat mendorong para guru dan para siswa menjadi lebih siap dan terencana dalam proses belajar mengejar.
Tidak hanya itu, membangkitkan minat siswa untuk kembali mengikuti pembelajaran di kelas juga penting untuk dilakukan. Kecemasan kembali ke sekolah sangat mungkin dialami para siswa setelah satu tahun lebih lamanya belajar di rumah.
“Komunikasi antar guru dan siswa juga perlu dilakukan untuk merujuk pada kebutuhan untuk menjaga kesehatan mental keduanya. Membangun komunikasi dapat menimbulkan kenyamanan sehingga interaksi di kelas menjadi semakin baik,” tambahnya.
Hasil asesmen nasional, sebagaimana juga diungkapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan-Riset dan Teknologi Nadiem Makarim, dapat digunakan untuk memetakan learning loss pada level nasional.
Untuk itu, para guru mesti mengantisipasi berbagai bentuk learning loss yang mungkin saja terjadi dan menyesuaikan dengan materi pembelajaran yang disampaikan.
Nadia mengakui, memang tidak mudah untuk para guru dalam mengadaptasi perubahan kegiatan belajar akibat pandemi Covid-19.
Setelah dipaksa berpindah pada pembelajaran jarak jauh yang mengharuskan mereka memanfaatkan perangkat digital, kini mereka kembali dipaksa untuk melakukan pembelajaran tatap muka dengan waktu yang terbatas. Tetapi harus mengatasi berbagai persoalan di saat yang bersamaan.
Menurut Nadia, para guru membutuhkan dukungan sekolah dan Dinas Pendidikan mensukseskan pelaksanaan PTM terbatas.
Misalnya saja asistensi dalam memanfaatkan waktu belajar secara maksimal dan keleluasaan dalam menentukan kegiatan selama tatap muka.
Upaya terstruktur untuk meningkatkan kapasitas guru perlu terus dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang muncul selama pandemi Covid-19.
Pemerintah perlu melakukan pembaharuan pada materi pelatihan guru agar materi pelatihan ini dapat beradaptasi dengan kebutuhan zaman dan responsif terhadap berbagai kemungkinan.
“Pandemi Covid-19 tidak pernah terpikir akan terjadi. Tetapi bentuk pembelajaran seperti blended learning, campuran antara pembelajaran jarak jauh dan tatap muka, sangat mungkin diterapkan di masa-masa mendatang dengan menyelesaikan berbagai permasalahan. Seperti pemerataan akses pada koneksi internet,” tandasnya. [FAZ]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .