Pemotongan Insentif Nakes Dibatalkan, Alhamdulillah…

Setelah kabar pemotongan insentif tenaga kesehatan (nakes) dikritik habis-habisan, para pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya buka suara. Dan, alhamdulillah, pemerintah menyatakan pemotongan itu dibatalkan. Insentif para pahlawan Corona tetap seperti semula. Kalau uang negara lagi banyak, mungkin harus dipikirkan juga agar insentif para nakes itu, dinaikkan lagi. Amin.

Kemarin sore, Kemenkeu menggelar keterangan pers secara virtual. Hanya saja, Menteri Keuangan Sri Mulyani tak hadir. Pejabat yang hadir adalah Dirjen Anggaran Kemenkeu, Askolani dan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, Oscar Primadi.

Dalam kesempatan ini, awak media bertanya banyak hal. Misalnya, apa alasan Kemenkeu memotong insentif nakes 50 persen, apa yang dilakukan Kemenkeu agar pemberian insentif nakes tidak terlambat lagi, dan sebagainya.

Askolani tak memberikan jawaban lugas. Soal pemotogan insentif, dia bilang, Kemenkeu sedang membahas dan mereview kembali kebijakan itu dengan Kemenkes.

“Hasilnya belum ditetapkan. Tapi ditegaskan di awal, insentif nakes itu akan kita jaga (besarannya) sama seperti di 2020,” kata Askolani.

Dia bilang, pemerintah saat ini sedang melakukan realokasi dan refocusing anggaran yang tidak mendesak di kementerian dan lembaga. Dana itu kelak akan dialihkan untuk pos kesehatan.

Askolani menjanjikan akan mengupayakan anggaran pos kesehatan akan lebih besar dari 2020. Selain untuk insentif nakes, juga akan digunakan untuk program vaksinasi.

“Rinciannya sedang kami konsolidasikan. Berapa perhitungan untuk pasien Covid, berapa jumlah untuk peralatan kesehatan dan pemberian insentif nakes. Juga, untuk menekan penyebaran Covid melalui 3T yang bekerjasama dengan lembaga lain. Tentunya akan kami lakukan semua perhitungan, akan kami percepat,” janjinya.

Jika insentif nakes tidak dipotong, berarti besaran insentif untuk dokter spesialis tetap mendapat Rp 15 juta, dokter umum dan gigi Rp 10 juta, bidan dan perawat Rp 7,5 juta, tenaga kesehatan lainnya Rp 5 juta. Sedangkan santunan kematian bagi tenaga kesehatan, besarnya Rp 300 juta.

Di tempat terpisah, Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo menegaskan, besaran insentif untuk tenaga kesehatan di tahun 2021 tidak berubah.

“Bahkan dukungan anggaran untuk sektor kesehatan ditingkatkan, diperkirakan sebesar Rp 254 triliun. Mari terus bergandeng tangan melawan pandemi!” cuitnya, di Twitter, kemarin.

 

Anggaran tersebut, kata dia, antara lain untuk pemberian insentif dan santunan nakes, vaksinasi, perawatan pasien, obat-obatan, biaya isolasi, biaya 3T, dan penerapan disiplin protokol kesehatan.

“Kita bicara komprehensif dan holistik, tak sekadar jangka pendek dan parsial,” tegasnya.

Sebelumnya, banyak pihak yang dongkol mendengar kabar insentif nakes akan dipotong 50 persen. PDIP yang merupakan pendukung utama pemerintah sampai ikutan ‘nanduk’.

Berita pemotongan insentif nakes itu rame awal pekan lalu, setelah surat Menkeu yang ditujukan ke Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin itu, bocor. Dalam surat itu, Menkeu bilang dana insentif dokter bakal dipotong.

Salah satu kader banteng yang menyampaikan protes adalah Rahmad Handoyo. Anggota Komisi IX DPR ini kecewa dengan keputusan Sri Mulyani itu. Kata dia, keputusan itu justru dibuat saat kasus positif Covid-19 terus melonjak. Ia minta pemerintah mengevaluasi kembali kalau bisa membatalkan kebijakan tersebut.

“Kalau alasannya keterbatasan fiskal, kan bisa direalokasi kegiatan-kegiatan yang tidak skala prioritas untuk difokuskan untuk membantu para nakes,” kata Rahmad, kemarin.

Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Slamet Budiarto menilai pemerintah tak punya sense of crisis. Pemangkasan insentif dilakukan saat kondisi pandemi dan kematian nakes melonjak. Ia khawatir keputusan pemerintah nakes kecewa dan hilang motivasi saat bekerja.

“Kalau sampai tenaga kesehatan marah, selesai semua kita,” kata Slamet, kemarin.

Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadilah menyampaikan kekecewaan serupa. Dia bilang pemerintah seperti tidak peka dengan nakes yang tiap hari berjibaku dengan Covid-19 dengan risiko terpapar.

Meski nakes sudah mendapatkan vaksin Covid-19, tidak berarti beban kerja berkurang. Apalagi kasus covid-19 di tanah air terus bertambah dengan angka kematian yang juga melonjak. [BCG]

]]> Setelah kabar pemotongan insentif tenaga kesehatan (nakes) dikritik habis-habisan, para pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya buka suara. Dan, alhamdulillah, pemerintah menyatakan pemotongan itu dibatalkan. Insentif para pahlawan Corona tetap seperti semula. Kalau uang negara lagi banyak, mungkin harus dipikirkan juga agar insentif para nakes itu, dinaikkan lagi. Amin.

Kemarin sore, Kemenkeu menggelar keterangan pers secara virtual. Hanya saja, Menteri Keuangan Sri Mulyani tak hadir. Pejabat yang hadir adalah Dirjen Anggaran Kemenkeu, Askolani dan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, Oscar Primadi.

Dalam kesempatan ini, awak media bertanya banyak hal. Misalnya, apa alasan Kemenkeu memotong insentif nakes 50 persen, apa yang dilakukan Kemenkeu agar pemberian insentif nakes tidak terlambat lagi, dan sebagainya.

Askolani tak memberikan jawaban lugas. Soal pemotogan insentif, dia bilang, Kemenkeu sedang membahas dan mereview kembali kebijakan itu dengan Kemenkes.

“Hasilnya belum ditetapkan. Tapi ditegaskan di awal, insentif nakes itu akan kita jaga (besarannya) sama seperti di 2020,” kata Askolani.

Dia bilang, pemerintah saat ini sedang melakukan realokasi dan refocusing anggaran yang tidak mendesak di kementerian dan lembaga. Dana itu kelak akan dialihkan untuk pos kesehatan.

Askolani menjanjikan akan mengupayakan anggaran pos kesehatan akan lebih besar dari 2020. Selain untuk insentif nakes, juga akan digunakan untuk program vaksinasi.

“Rinciannya sedang kami konsolidasikan. Berapa perhitungan untuk pasien Covid, berapa jumlah untuk peralatan kesehatan dan pemberian insentif nakes. Juga, untuk menekan penyebaran Covid melalui 3T yang bekerjasama dengan lembaga lain. Tentunya akan kami lakukan semua perhitungan, akan kami percepat,” janjinya.

Jika insentif nakes tidak dipotong, berarti besaran insentif untuk dokter spesialis tetap mendapat Rp 15 juta, dokter umum dan gigi Rp 10 juta, bidan dan perawat Rp 7,5 juta, tenaga kesehatan lainnya Rp 5 juta. Sedangkan santunan kematian bagi tenaga kesehatan, besarnya Rp 300 juta.

Di tempat terpisah, Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo menegaskan, besaran insentif untuk tenaga kesehatan di tahun 2021 tidak berubah.

“Bahkan dukungan anggaran untuk sektor kesehatan ditingkatkan, diperkirakan sebesar Rp 254 triliun. Mari terus bergandeng tangan melawan pandemi!” cuitnya, di Twitter, kemarin.

 

Anggaran tersebut, kata dia, antara lain untuk pemberian insentif dan santunan nakes, vaksinasi, perawatan pasien, obat-obatan, biaya isolasi, biaya 3T, dan penerapan disiplin protokol kesehatan.

“Kita bicara komprehensif dan holistik, tak sekadar jangka pendek dan parsial,” tegasnya.

Sebelumnya, banyak pihak yang dongkol mendengar kabar insentif nakes akan dipotong 50 persen. PDIP yang merupakan pendukung utama pemerintah sampai ikutan ‘nanduk’.

Berita pemotongan insentif nakes itu rame awal pekan lalu, setelah surat Menkeu yang ditujukan ke Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin itu, bocor. Dalam surat itu, Menkeu bilang dana insentif dokter bakal dipotong.

Salah satu kader banteng yang menyampaikan protes adalah Rahmad Handoyo. Anggota Komisi IX DPR ini kecewa dengan keputusan Sri Mulyani itu. Kata dia, keputusan itu justru dibuat saat kasus positif Covid-19 terus melonjak. Ia minta pemerintah mengevaluasi kembali kalau bisa membatalkan kebijakan tersebut.

“Kalau alasannya keterbatasan fiskal, kan bisa direalokasi kegiatan-kegiatan yang tidak skala prioritas untuk difokuskan untuk membantu para nakes,” kata Rahmad, kemarin.

Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Slamet Budiarto menilai pemerintah tak punya sense of crisis. Pemangkasan insentif dilakukan saat kondisi pandemi dan kematian nakes melonjak. Ia khawatir keputusan pemerintah nakes kecewa dan hilang motivasi saat bekerja.

“Kalau sampai tenaga kesehatan marah, selesai semua kita,” kata Slamet, kemarin.

Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadilah menyampaikan kekecewaan serupa. Dia bilang pemerintah seperti tidak peka dengan nakes yang tiap hari berjibaku dengan Covid-19 dengan risiko terpapar.

Meski nakes sudah mendapatkan vaksin Covid-19, tidak berarti beban kerja berkurang. Apalagi kasus covid-19 di tanah air terus bertambah dengan angka kematian yang juga melonjak. [BCG]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories