
Pemerintah Dukung Penuh UMKM Dalam Program PEN
Pemerintah terus memberikan dukungan kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam upaya melaksanakan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan pandemi Covid-19 telah memberikan dampak buruk terhadap UMKM.
“Mayoritas UMKM (82,9 persen) merasakan dampak negatif dari pandemi ini dan hanya sebagian kecil (5,9 persen) yang mengalami pertumbuhan positif,” ujar Susiwijono dalam webinar bertajuk “Pemulihan Ekonomi untuk UMKM Nasional” yang dibagikan dalam keterangan tertulis kemarin.
Ia menerangkan, hasil survey dari beberapa lembaga (BPS, Bappenas, dan World Bank) menunjukkan bahwa pandemi ini menyebabkan banyak UMKM kesulitan melunasi pinjaman serta membayar tagihan listrik, gas, dan gaji karyawan.
Beberapa di antaranya sampai harus melakukan PHK karyawan. Kendala lain yang dialami UMKM, antara lain sulitnya memperoleh bahan baku, permodalan, pelanggan menurun, hingga distribusi dan produksi terhambat.
“Oleh sebab itu, Pemerintah berupaya menyediakan sejumlah stimulus melalui kebijakan restrukturisasi pinjaman, tambahan bantuan modal, keringanan pembayaran tagihan listrik, dan dukungan pembiayaan lainnya,” ujarnya.
Sementara, Deputi Komisioner III OJK Slamet Edy Purnomo menerangkan, per Maret 2021, porsi kredit UMKM dari total kredit perbankan baru mencapai 20,59 persen.
Angka ini mengalami penurunan bila dibandingkan dengan posisi Februari 2021 yang mencapai 20,80 persen, namun sedikit lebih baik dibandingkan dengan posisi Januari 2021 sebesar 20,58 persen.
“Penurunan penyaluran kredit tersebut terjadi karena industri perbankan sedang tidak percaya dengan beberapa sektor UMKM, utamanya sektor konstruksi,” ujarnya.
Hal ini karena tingkat kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) pada sektor konstruksi mengalami kenaikan signifikan, dari 10,31 persen pada Maret 2020 menjadi 12,69 persen di Maret 2021.
Karenanya, kata Edy, kebijakan jangka pendek dukungan sektor jasa keuangan tahun 2020-2021 untuk Program Pemulihan Ekonomi Nasional meliputi mendukung pelaksanaan PEN, monitoring dan evaluasi kebijakan stimulus dan normalisasi transisi kebijakan relaksasi yang telah diberikan, peningkatan permintaan masyarakat, hingga pembangunan UMKM.
“Kita juga mempercepat penciptaan lapangan kerja, percepatan integrasi ekosistem ekonomi dan keuangan digital, serta percepatan reformasi pasar modal dan keuangan non-bank dalam rangka menjaga integrasi pasar keuangan,” ujarnya lagi.
Dosen MBA ITB, Erman Sumirat, mengatakan tantangan kunci bagi UMKM selama pandemi adalah mengatasi masalah cash flow operasional, permintaan produk dan jasa turun, bisnis ditutup, peluang untuk bertemu dengan klien berkurang, serta isu perubahan strategi bisnis untuk menawarkan jasa dan produk.
Dari sisi keuangan, selain relaksasi kredit dan modal kerja baru, dia menilai program OJK menerbitkan regulasi dan menciptakan ekosistem Bank Digital sangat efektif mengembangkan UMKM.
Bank Digital tidak hanya mendukung program digitalisasi UMKM, tetapi juga memangkas biaya modal, terutama dari bunga pinjaman.
“Langkah yang perlu didorong adalah digitalisasi UMKM, memperkuat ekosistem UMKM dari hulu hingga hilir serta kebijakan restrukturisasi kedit dan pembiayaan. Sejalan dengan itu, kuncinya adalah mobilisasi masyarakat dengan mempercepat vaksinasi,” ujar Erman.
Ekonom INDEF, Bhima Yudhistria, mengatakan pada tahun 2020, fokus UMKM adalah bertahan menghadapi dampak pandemi Covid-19.
Umumnya, pelaku UMKM mampu bertahan dengan melakukan penyesuaian bisnis atau memanfaatkan cadangan modal yang tersisa.
“Namun, di tahun 2021, pelaku UMKM tidak hanya harus bisa memulai bisnisnya, tetapi juga harus siap menghadapi booming ekonomi, seperti yang terjadi pasca-pemulihan ekonomi dari krisis di tahun 1930, 1998 atau 2008,” tegasnya. NOV
]]> Pemerintah terus memberikan dukungan kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam upaya melaksanakan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan pandemi Covid-19 telah memberikan dampak buruk terhadap UMKM.
“Mayoritas UMKM (82,9 persen) merasakan dampak negatif dari pandemi ini dan hanya sebagian kecil (5,9 persen) yang mengalami pertumbuhan positif,” ujar Susiwijono dalam webinar bertajuk “Pemulihan Ekonomi untuk UMKM Nasional” yang dibagikan dalam keterangan tertulis kemarin.
Ia menerangkan, hasil survey dari beberapa lembaga (BPS, Bappenas, dan World Bank) menunjukkan bahwa pandemi ini menyebabkan banyak UMKM kesulitan melunasi pinjaman serta membayar tagihan listrik, gas, dan gaji karyawan.
Beberapa di antaranya sampai harus melakukan PHK karyawan. Kendala lain yang dialami UMKM, antara lain sulitnya memperoleh bahan baku, permodalan, pelanggan menurun, hingga distribusi dan produksi terhambat.
“Oleh sebab itu, Pemerintah berupaya menyediakan sejumlah stimulus melalui kebijakan restrukturisasi pinjaman, tambahan bantuan modal, keringanan pembayaran tagihan listrik, dan dukungan pembiayaan lainnya,” ujarnya.
Sementara, Deputi Komisioner III OJK Slamet Edy Purnomo menerangkan, per Maret 2021, porsi kredit UMKM dari total kredit perbankan baru mencapai 20,59 persen.
Angka ini mengalami penurunan bila dibandingkan dengan posisi Februari 2021 yang mencapai 20,80 persen, namun sedikit lebih baik dibandingkan dengan posisi Januari 2021 sebesar 20,58 persen.
“Penurunan penyaluran kredit tersebut terjadi karena industri perbankan sedang tidak percaya dengan beberapa sektor UMKM, utamanya sektor konstruksi,” ujarnya.
Hal ini karena tingkat kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) pada sektor konstruksi mengalami kenaikan signifikan, dari 10,31 persen pada Maret 2020 menjadi 12,69 persen di Maret 2021.
Karenanya, kata Edy, kebijakan jangka pendek dukungan sektor jasa keuangan tahun 2020-2021 untuk Program Pemulihan Ekonomi Nasional meliputi mendukung pelaksanaan PEN, monitoring dan evaluasi kebijakan stimulus dan normalisasi transisi kebijakan relaksasi yang telah diberikan, peningkatan permintaan masyarakat, hingga pembangunan UMKM.
“Kita juga mempercepat penciptaan lapangan kerja, percepatan integrasi ekosistem ekonomi dan keuangan digital, serta percepatan reformasi pasar modal dan keuangan non-bank dalam rangka menjaga integrasi pasar keuangan,” ujarnya lagi.
Dosen MBA ITB, Erman Sumirat, mengatakan tantangan kunci bagi UMKM selama pandemi adalah mengatasi masalah cash flow operasional, permintaan produk dan jasa turun, bisnis ditutup, peluang untuk bertemu dengan klien berkurang, serta isu perubahan strategi bisnis untuk menawarkan jasa dan produk.
Dari sisi keuangan, selain relaksasi kredit dan modal kerja baru, dia menilai program OJK menerbitkan regulasi dan menciptakan ekosistem Bank Digital sangat efektif mengembangkan UMKM.
Bank Digital tidak hanya mendukung program digitalisasi UMKM, tetapi juga memangkas biaya modal, terutama dari bunga pinjaman.
“Langkah yang perlu didorong adalah digitalisasi UMKM, memperkuat ekosistem UMKM dari hulu hingga hilir serta kebijakan restrukturisasi kedit dan pembiayaan. Sejalan dengan itu, kuncinya adalah mobilisasi masyarakat dengan mempercepat vaksinasi,” ujar Erman.
Ekonom INDEF, Bhima Yudhistria, mengatakan pada tahun 2020, fokus UMKM adalah bertahan menghadapi dampak pandemi Covid-19.
Umumnya, pelaku UMKM mampu bertahan dengan melakukan penyesuaian bisnis atau memanfaatkan cadangan modal yang tersisa.
“Namun, di tahun 2021, pelaku UMKM tidak hanya harus bisa memulai bisnisnya, tetapi juga harus siap menghadapi booming ekonomi, seperti yang terjadi pasca-pemulihan ekonomi dari krisis di tahun 1930, 1998 atau 2008,” tegasnya. NOV
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .