
Pelaku Radikal Aktif Lakukan Rekrutmen Legislator Dukung Aparat Berantas Jaringan Teroris .
Senayan mengutuk keras aksi terorisme yang terjadi dalam beberapa hari terakhir ini. Polri diminta mengusut tuntas serta menindak jaringan teroris tersebut sampai ke akar-akarnya.
Anggota Komisi VI DPR yang juga Ketua Umum Pengurus Pusat Keluarga Besar Putra Putri (KBPP) Polri Evita Nursanty mendukung langkah Kapolri dan jajarannya membongkar jaringan teror ini.
“Kami juga berharap Polri tetap mawas diri dan meningkatkan kewaspadaan dalam bertugas meski tanpa mengurangi kinerja pelayanan kepada masyarakat,” tegas Evita dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, kemarin.
Sebagai bentuk dukungan kepada Polri, KBPP Polri dari pusat sampai tingkat paling bawah terus membantu tugastugas kepolisian mengantisipasi kegiatan intoleransi, radikalisme dan terorisme.
Dia juga mengimbau agar masyarakat menyadari bahaya terorisme masih belum habis di Indonesia dan para pelaku masih terus aktif melakukan rekrutmen.
Rekrutmen itu, lanjutnya, terutama kepada generasi muda usia 17 tahun sampai 35 tahun, termasuk menyasar dunia pendidikan.
“Apalagi dalam peristiwa terakhir ini, termasuk yang terjadi di Surabaya dan daerah lainnya beberapa tahun lalu, melibatkan kaum perempuan,” kata Evita.
Evita lalu mengutip beberapa survei tentang radikalisme yang dilakukan sejumlah lembaga. Di antaranya survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LAKIP) yang menyatakan 52 persen pelajar setuju dengan aksi radikalisme.
Kemudian survei Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Jakarta (PPIM UIN) menyebut sebanyak 30 persen mahasiswa memiliki sikap intoleran terhadap agama yang berbeda
Selain itu, penelitian PPIM UIN juga mendapatkan data bahwa radikalisme di lingkungan pendidikan sudah berkembang ke arah yang harus diwaspadai secara serius.
Apalagi ditemukan sebanyak 23 persen guru dan dosen memiliki opini yang radikal. Di antaranya 8,4 persen sudah diwujudkan dalam aksi-aksi radikal.
“Ini warning bagi para orangtua untuk mengawasi anak-anak jangan sampai terpapar radikalisme dan terorisme, apalagi mereka sangat aktif menyasar anak-anak kita,” katanya.
Termasuk di lingkungan pendidikan yang makin mudah berkat adanya sosial media. Ini harus jadi problem bersama. Kita memang sangat membutuhkan pembangunan ekonomi dan infrastruktur tapi jangan lupa membangun suprastruktur.
Para orangtua, sambung Evita, perlu mencermati ciri-ciri orang yang terpapar paham radikal. Yaitu, menutup diri dan menghabiskan waktu dengan komunitas yang dirahasiakan, merasa diri paling benar, serta mengajarkan kekerasan, kebencian, dan intoleransi.
“Orangtua harus mencermati itu, dan jika ditemukan ciri-ciri itu harus diarahkan dengan benar,” kata Evita lagi. [KAL]
]]> .
Senayan mengutuk keras aksi terorisme yang terjadi dalam beberapa hari terakhir ini. Polri diminta mengusut tuntas serta menindak jaringan teroris tersebut sampai ke akar-akarnya.
Anggota Komisi VI DPR yang juga Ketua Umum Pengurus Pusat Keluarga Besar Putra Putri (KBPP) Polri Evita Nursanty mendukung langkah Kapolri dan jajarannya membongkar jaringan teror ini.
“Kami juga berharap Polri tetap mawas diri dan meningkatkan kewaspadaan dalam bertugas meski tanpa mengurangi kinerja pelayanan kepada masyarakat,” tegas Evita dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, kemarin.
Sebagai bentuk dukungan kepada Polri, KBPP Polri dari pusat sampai tingkat paling bawah terus membantu tugastugas kepolisian mengantisipasi kegiatan intoleransi, radikalisme dan terorisme.
Dia juga mengimbau agar masyarakat menyadari bahaya terorisme masih belum habis di Indonesia dan para pelaku masih terus aktif melakukan rekrutmen.
Rekrutmen itu, lanjutnya, terutama kepada generasi muda usia 17 tahun sampai 35 tahun, termasuk menyasar dunia pendidikan.
“Apalagi dalam peristiwa terakhir ini, termasuk yang terjadi di Surabaya dan daerah lainnya beberapa tahun lalu, melibatkan kaum perempuan,” kata Evita.
Evita lalu mengutip beberapa survei tentang radikalisme yang dilakukan sejumlah lembaga. Di antaranya survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LAKIP) yang menyatakan 52 persen pelajar setuju dengan aksi radikalisme.
Kemudian survei Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Jakarta (PPIM UIN) menyebut sebanyak 30 persen mahasiswa memiliki sikap intoleran terhadap agama yang berbeda
Selain itu, penelitian PPIM UIN juga mendapatkan data bahwa radikalisme di lingkungan pendidikan sudah berkembang ke arah yang harus diwaspadai secara serius.
Apalagi ditemukan sebanyak 23 persen guru dan dosen memiliki opini yang radikal. Di antaranya 8,4 persen sudah diwujudkan dalam aksi-aksi radikal.
“Ini warning bagi para orangtua untuk mengawasi anak-anak jangan sampai terpapar radikalisme dan terorisme, apalagi mereka sangat aktif menyasar anak-anak kita,” katanya.
Termasuk di lingkungan pendidikan yang makin mudah berkat adanya sosial media. Ini harus jadi problem bersama. Kita memang sangat membutuhkan pembangunan ekonomi dan infrastruktur tapi jangan lupa membangun suprastruktur.
Para orangtua, sambung Evita, perlu mencermati ciri-ciri orang yang terpapar paham radikal. Yaitu, menutup diri dan menghabiskan waktu dengan komunitas yang dirahasiakan, merasa diri paling benar, serta mengajarkan kekerasan, kebencian, dan intoleransi.
“Orangtua harus mencermati itu, dan jika ditemukan ciri-ciri itu harus diarahkan dengan benar,” kata Evita lagi. [KAL]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .