Nakes Di Wisma Atlet Kelelahan, Dokter Mulai Dilematis Oksigen Ada 9, Pasien Ada 20, Mana Yang Harus Didahulukan

Melonjaknya kasus Covid-19 berdampak pada fisik dan psikologis tenaga kesehatan atau nakes. Di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet, dilaporkan para nakes kelelahan. Sementara di RS lain diberitakan, peralatan kesehatan dan pasien mulai tidak seimbang. Sehingga dokter harus pilah-pilah pasien. Misalnya, oksigen untuk membantu pernapasan tinggal 9, sedangkan pasien ada 20. Dokter pun dilematis, pasien mana yang harus didahulukan. 

Setelah libur Lebaran, memang kasus Covid-19 terus melonjak. Dari “hanya” 4.000-an per hari, kemarin hampir tembus 13.000-an. Lonjakan tajam ini bikin nakes yang menangani pasien Covid-19 keteteran.

Di RSD Wisma Atlet, kemarin, tercatat ada 6.466 pasien Covid-19 yang sedang menjalani perawatan. Jumlah ini tak sebanding dengan nakes yang bertugas. Satu dokter harus menangani pasien di empat lantai sekaligus. 

“Kami sudah minta ke Kementerian Kesehatan rekrutmen lagi 150 dokter dan 400 perawat,” kata Koordinator Humas RSD Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Letkol TNI Laut M Arifin, kemarin. 

Lonjakan pasien yang datang ke Wisma Atlet sudah terjadi sejak pekan lalu. Tiap hari, selalu ada bus yang nge-drop pasien. Dari jumlahnya hanya tiga, terus bertambah jadi delapan, lalu bertambah lagi dan bertambah lagi. Sampai, pasien sempat menumpuk di lobby hingga teras pintu masuk.

Ketua Pokja Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan waswas dengan kondisi ini. Apalagi, lonjakan pasien terjadi di semua rumah sakit. Ia bercerita, beberapa rumah sakit juga mulai dilematis dalam memberikan oksigen kepada pasien. Sebab, jumlah oksigen tidak seimbang dengan jumlah pasien Covid-19.

“Di IGD pun, titik-titik oksigen itu terbatas. Kalau oksigen hanya ada 9, pasien yang ada 20, itu akan jadi dilematis sekali bagi dokter untuk memutuskan yang mana yang akan diberi oksigen,” jelas Erlina, dalam konferensi pers secara virtual, kemarin. 

Situasi ini tidak diinginkan oleh dokter dan nakes. Namun, lanjutnya, pemilahan dalam pemberian oksigen sudah terjadi di beberapa rumah sakit. “Dokter dan petugas kesehatan tidak senang situasi ini. Apalagi bagi keluarga melihat keluarganya sudah sangat sesak, tapi tidak dapat diberikan oksigen,” tuturnya.

 

Agar lonjakan pasien bisa diatasi, dia mendesak pemerintah segera menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) secara menyeluruh. Sebab, lonjakan kasus setelah libur Lebaran tahun ini berbeda dengan tahun lalu. Peningkatan pasien begitu cepat. Hal ini ditandai dari keterisian tempat tidur di rumah sakit, dari 20 persen hingga 80 persen. 

“PPKM jangan hanya sporadis. Kalau sporadis, kita nggak bisa mencegah orang masuk dan keluar,” tekan dokter berusia 58 tahun itu. 

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi memperkirakan, ada tren peningkatan kasus hingga awal Juli mendatang. Karenanya, pemerintah memohon masyarakat untuk tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan. 

Menurutnya, melandaikan kurva penambahan kasus sangat diperlukan. Kalau tidak, nakes akan kesulitan menjalankan layanan dengan optimal. “Karena beban yang besar dalam waktu bersamaan. Ini prinsip kurva epidemiologi,” kata Siti Nadia, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Dia juga berharap, ada peningkatan tes Covid. Dengan begitu, diharapkan dapat mengurangi beban rumah sakit. “Dengan tes dini, penyakit lebih cepat diketahui, pasti akan lebih cepat ditangani. Sehingga tidak menjadi berat, yang butuh perawatan RS,” papar Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes itu. 

Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad miris mendengar kabar mulai terbatasnya alat kesehatan. Untuk mengatasi ini, dia menyarankan para dokter mengedepankan sistem triase. 

“Triase itu sistem untuk menentukan pasien yang diutamakan memperoleh penanganan medis terlebih dulu di IGD berdasarkan tingkat keparahan kondisinya,” jelas Riris, saat dihubungi Rakyat Merdeka, tadi malam. [UMM]

]]> Melonjaknya kasus Covid-19 berdampak pada fisik dan psikologis tenaga kesehatan atau nakes. Di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet, dilaporkan para nakes kelelahan. Sementara di RS lain diberitakan, peralatan kesehatan dan pasien mulai tidak seimbang. Sehingga dokter harus pilah-pilah pasien. Misalnya, oksigen untuk membantu pernapasan tinggal 9, sedangkan pasien ada 20. Dokter pun dilematis, pasien mana yang harus didahulukan. 

Setelah libur Lebaran, memang kasus Covid-19 terus melonjak. Dari “hanya” 4.000-an per hari, kemarin hampir tembus 13.000-an. Lonjakan tajam ini bikin nakes yang menangani pasien Covid-19 keteteran.

Di RSD Wisma Atlet, kemarin, tercatat ada 6.466 pasien Covid-19 yang sedang menjalani perawatan. Jumlah ini tak sebanding dengan nakes yang bertugas. Satu dokter harus menangani pasien di empat lantai sekaligus. 

“Kami sudah minta ke Kementerian Kesehatan rekrutmen lagi 150 dokter dan 400 perawat,” kata Koordinator Humas RSD Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Letkol TNI Laut M Arifin, kemarin. 

Lonjakan pasien yang datang ke Wisma Atlet sudah terjadi sejak pekan lalu. Tiap hari, selalu ada bus yang nge-drop pasien. Dari jumlahnya hanya tiga, terus bertambah jadi delapan, lalu bertambah lagi dan bertambah lagi. Sampai, pasien sempat menumpuk di lobby hingga teras pintu masuk.

Ketua Pokja Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan waswas dengan kondisi ini. Apalagi, lonjakan pasien terjadi di semua rumah sakit. Ia bercerita, beberapa rumah sakit juga mulai dilematis dalam memberikan oksigen kepada pasien. Sebab, jumlah oksigen tidak seimbang dengan jumlah pasien Covid-19.

“Di IGD pun, titik-titik oksigen itu terbatas. Kalau oksigen hanya ada 9, pasien yang ada 20, itu akan jadi dilematis sekali bagi dokter untuk memutuskan yang mana yang akan diberi oksigen,” jelas Erlina, dalam konferensi pers secara virtual, kemarin. 

Situasi ini tidak diinginkan oleh dokter dan nakes. Namun, lanjutnya, pemilahan dalam pemberian oksigen sudah terjadi di beberapa rumah sakit. “Dokter dan petugas kesehatan tidak senang situasi ini. Apalagi bagi keluarga melihat keluarganya sudah sangat sesak, tapi tidak dapat diberikan oksigen,” tuturnya.

 

Agar lonjakan pasien bisa diatasi, dia mendesak pemerintah segera menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) secara menyeluruh. Sebab, lonjakan kasus setelah libur Lebaran tahun ini berbeda dengan tahun lalu. Peningkatan pasien begitu cepat. Hal ini ditandai dari keterisian tempat tidur di rumah sakit, dari 20 persen hingga 80 persen. 

“PPKM jangan hanya sporadis. Kalau sporadis, kita nggak bisa mencegah orang masuk dan keluar,” tekan dokter berusia 58 tahun itu. 

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi memperkirakan, ada tren peningkatan kasus hingga awal Juli mendatang. Karenanya, pemerintah memohon masyarakat untuk tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan. 

Menurutnya, melandaikan kurva penambahan kasus sangat diperlukan. Kalau tidak, nakes akan kesulitan menjalankan layanan dengan optimal. “Karena beban yang besar dalam waktu bersamaan. Ini prinsip kurva epidemiologi,” kata Siti Nadia, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Dia juga berharap, ada peningkatan tes Covid. Dengan begitu, diharapkan dapat mengurangi beban rumah sakit. “Dengan tes dini, penyakit lebih cepat diketahui, pasti akan lebih cepat ditangani. Sehingga tidak menjadi berat, yang butuh perawatan RS,” papar Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes itu. 

Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad miris mendengar kabar mulai terbatasnya alat kesehatan. Untuk mengatasi ini, dia menyarankan para dokter mengedepankan sistem triase. 

“Triase itu sistem untuk menentukan pasien yang diutamakan memperoleh penanganan medis terlebih dulu di IGD berdasarkan tingkat keparahan kondisinya,” jelas Riris, saat dihubungi Rakyat Merdeka, tadi malam. [UMM]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories