Mulai Banyak Yang Tekor

Namanya musiman, pasti nggak lama. Ini yang pasti terjadi pada berbagai tren yang belakangan menjamur di Indonesia. Mulai dari ikan louhan yang booming di awal 2000-an, daun gelombang cinta, batu akik, hingga yang terbaru adalah musim ikan cupang dan tanaman hias seperti janda bolong dan monstera.

Saat awal pandemi, peminat musiman ikan cupang dan tanaman hias melonjak. Tapi kini, sudah mulai menurun. Termasuk dari sisi harga. Kondisi ini akhirnya menyisakan kerugian bagi orang-orang yang awalnya berniat mencari keuntungan dari komoditas musiman ini.

Ronal, salah satu kawan saya yang hobi beli tanaman hias, termasuk yang rugi. Sejak pertengahan 2020, ia kerap menghabiskan jutaan rupiah untuk berbelanja tanaman hias seperti philodendron, caladium, calathea, anthurium, aglonema, dan sebagainya. Tidak hanya untuk dipelihara, tanaman-tanaman ini juga diperjualbelikan. Karena sedang musim, peminatnya pun banyak. Ronal pun tak khawatir membelanjakan uangnya untuk stok tanaman jualannya.

Namun, mulai awal 2021, peminat tanaman hias makin turun. Harga tawaran tanaman hiasnya pun ikut turun. Celakanya, stok tanamannya masih sangat banyak. “Agar tidak rugi terlalu besar, terpaksa gue obral. Berapa aja deh, yang penting jadi duit,” keluh Ronal.

Karena musim yang mulai surut, pembeli tanaman hias ini pun jauh berkurang. Kalau di awal musim bisa terjual lima sampai 10 pot per hari, saat ini, jual satu pot sehari sudah bagus.

Sama halnya dengan musim ikan cupang. Muklis, teman saya yang lain, juga mulai mengeluh. Ikannya sekarang ditawar semakin murah. “Banyak yang nawar di bawah harga modal. Tekor, belum biaya rawatnya,” kata Muklis.

Namun, ia lebih beruntung dibandingkan Ronal. Ikan yang ia jual sebagian besar hasil ternak. Jadi, dia tidak mengeluarkan banyak modal untuk belanja ikan. Hanya butuh tenaga ekstra untuk perawatan dan mencari pakan seperti jentik nyamuk dan kutu air. “Kalau dulu, bisa jual Rp 100 ribu untuk cupang tipe avatar. Sekarang ditawar Rp 50 ribu juga paling tinggi,” ujar Muklis.

Bagi penjual musiman, kondisi ini bisa jadi pelajaran. Jangan terlalu nafsu belanja untuk jualan. Sebab, kalau musimnya sudah berakhir, harga akan anjlok dan peminatnya berkurang drastis. Kalau barang jualan masih banyak, bisa amsyong. [Novalliandy/Wartawan Rakyat Merdeka]

]]> Namanya musiman, pasti nggak lama. Ini yang pasti terjadi pada berbagai tren yang belakangan menjamur di Indonesia. Mulai dari ikan louhan yang booming di awal 2000-an, daun gelombang cinta, batu akik, hingga yang terbaru adalah musim ikan cupang dan tanaman hias seperti janda bolong dan monstera.

Saat awal pandemi, peminat musiman ikan cupang dan tanaman hias melonjak. Tapi kini, sudah mulai menurun. Termasuk dari sisi harga. Kondisi ini akhirnya menyisakan kerugian bagi orang-orang yang awalnya berniat mencari keuntungan dari komoditas musiman ini.

Ronal, salah satu kawan saya yang hobi beli tanaman hias, termasuk yang rugi. Sejak pertengahan 2020, ia kerap menghabiskan jutaan rupiah untuk berbelanja tanaman hias seperti philodendron, caladium, calathea, anthurium, aglonema, dan sebagainya. Tidak hanya untuk dipelihara, tanaman-tanaman ini juga diperjualbelikan. Karena sedang musim, peminatnya pun banyak. Ronal pun tak khawatir membelanjakan uangnya untuk stok tanaman jualannya.

Namun, mulai awal 2021, peminat tanaman hias makin turun. Harga tawaran tanaman hiasnya pun ikut turun. Celakanya, stok tanamannya masih sangat banyak. “Agar tidak rugi terlalu besar, terpaksa gue obral. Berapa aja deh, yang penting jadi duit,” keluh Ronal.

Karena musim yang mulai surut, pembeli tanaman hias ini pun jauh berkurang. Kalau di awal musim bisa terjual lima sampai 10 pot per hari, saat ini, jual satu pot sehari sudah bagus.

Sama halnya dengan musim ikan cupang. Muklis, teman saya yang lain, juga mulai mengeluh. Ikannya sekarang ditawar semakin murah. “Banyak yang nawar di bawah harga modal. Tekor, belum biaya rawatnya,” kata Muklis.

Namun, ia lebih beruntung dibandingkan Ronal. Ikan yang ia jual sebagian besar hasil ternak. Jadi, dia tidak mengeluarkan banyak modal untuk belanja ikan. Hanya butuh tenaga ekstra untuk perawatan dan mencari pakan seperti jentik nyamuk dan kutu air. “Kalau dulu, bisa jual Rp 100 ribu untuk cupang tipe avatar. Sekarang ditawar Rp 50 ribu juga paling tinggi,” ujar Muklis.

Bagi penjual musiman, kondisi ini bisa jadi pelajaran. Jangan terlalu nafsu belanja untuk jualan. Sebab, kalau musimnya sudah berakhir, harga akan anjlok dan peminatnya berkurang drastis. Kalau barang jualan masih banyak, bisa amsyong. [Novalliandy/Wartawan Rakyat Merdeka]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories