Mimpi Syarat Capres 0 Persen Gatot Memohon-mohon Ke Hakim

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu yang diajukan Gatot Nurmantyo Cs, di Gedung MK, Jakarta, kemarin. Dalam sidang tersebut, Gatot memohon kepada hakim agar syarat capres menjadi 0 persen.

Sidang ini dipimpin Hakim Konstitusi Aswanto. Anggotanya Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Suhartoyo. Agenda sidang adalah perbaikan permohonan pengujian Pasal 222 UU Pemilu yang berisi aturan presidential threshold atau ambang batas syarat mengajukan capres 20 persen kursi di DPR atau 25 persen hasil suara pemilu. Dalam gugatannya, Gatot menyatakan, presidential threshold itu bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 6 Ayat (2), Pasal 6A Ayat (2), dan Pasal 6A Ayat (5).

Dalam sidang itu, Gatot menegaskan tidak ada perubahan permohonan mengenai kedudukan hukum (legal standing) Pemohon, yaitu terkait hak untuk memilih dan hak untuk dipilih. Mantan Panglima TNI ini lalu menjelaskan alasan menggugat presidential threshold 20 persen. Dia menilai, pemberlakuan presidential threshold merupakan ancaman bagi demokrasi di Indonesia. Menurut dia, kebijakan itu dipertahankan karena menguntungkan sejumlah parpol. 

“Dari hasil analisa, renungan, kami berkesimpulan, presidential threshold 20 persen sangat berbahaya. Ini adalah bentuk kudeta terselubung terhadap negara demokrasi menjadi partaikrasi melalui berbagai rekayasa undang-undang,” kata Gatot, yang mengikuti sidang secara online.

Pentolan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini mengaku resah dengan praktik partaikrasi, yaitu ketika parpol mendominasi urusan berbangsa dan bernegara. Ia menyinggung kondisi politik sekarang, saat parpol koalisi pendukung pemerintahan Jokowi sangat kuat. Kekuatan oposisi kian menyusut seiring bergabungnya Gerindra dan PAN ke dalam koalisi Pemerintah. “Ini sangat berbahaya dalam kehidupan berbangsa bernegara ke depan,” ucapnya.

Karena itu, Gatot berharap para hakim MK bisa mengabulkan gugatannya. Dia membujuk hakim dengan menyebut, mengabulkan gugatan itu merupakan putusan terbaik bagi masa depan bangsa. “Kami mohon yang mulia dapat ambil keputusan yang seadil-adilnya berdasarkan hati nurani dan berdasarkan kebenaran dari Tuhan yang maha Esa,” ucapnya.

 

Sementara itu, kuasa hukum Gatot Cs, Refly Harun, melengkapi berkas permohonan dari semula 13 halaman menjadi 62 halaman. Dalam perbaikan itu, Refly menambahkan putusan-putusan MK sebelumnya yang amarnya mengabulkan permohonan. Selain itu, Refly juga menampilkan puluhan negara yang tidak menerapkan presidential threshold dalam pencalonan presiden.

Dalam sidang sebelumnya, Refly menyatakan, presidential threshold bukan hanya soal prosedur, tapi substansi. Untuk mendukung argumen itu, Refly telah menyiapkan tiga argumen untuk melawan putusan-putusan MK terdahulu yang tidak mengabulkan permohonan uji materi presidential threshold. Total ada 22 putusan MK terkait presidential threshold. Dari 22 putusan tersebut, sebanyak sembilan permohonan yang masuk ke pokok perkara dan 13 permohonan dinyatakan tidak diterima. 

Menurut Refly, hanya ada tiga argumen mendasar MK yang menolak membatalkan Pasal 222 UU Pemilu. Yaitu, presidential threshold penguatan sistem pemerintahan presidensial, presidential threshold merupakan open legal policy, dan presidential threshold merupakan sebagai tata cara.
 
Refly kemudian menyampaikan argumen kontra terhadap tiga alasan tersebut. Menurut dia, tidak benar presidential threshold terkait dengan penguatan sistem pemerintahan presidensial. Menurutnya, sistem presidensial Indonesia sudah sangat kuat setelah amandemen UUD 1945. Ia juga menilai presidential threshold bukan open legal policy. Karena pencalonan presiden dan wakil presiden jelas diatur dalam UUD 1945. “Kami menganggap ini adalah close legal policy, karena ketentuan di dalam konstitusinya sudah expressis verbis, sudah sangat jelas,” ungkapnya.

Refly menambahkan, presidential threshold bukanlah soal tata cara, tetapi substansi. Ia juga mengungkapkan ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen menyebabkan masyarakat saling berkubu dan terbelah. Ia mencontohkan Pemilu 2014 dan 2019. Bahkan, polarisasi tersebut masih terasa hingga saat ini. [BCG]

]]> Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu yang diajukan Gatot Nurmantyo Cs, di Gedung MK, Jakarta, kemarin. Dalam sidang tersebut, Gatot memohon kepada hakim agar syarat capres menjadi 0 persen.

Sidang ini dipimpin Hakim Konstitusi Aswanto. Anggotanya Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Suhartoyo. Agenda sidang adalah perbaikan permohonan pengujian Pasal 222 UU Pemilu yang berisi aturan presidential threshold atau ambang batas syarat mengajukan capres 20 persen kursi di DPR atau 25 persen hasil suara pemilu. Dalam gugatannya, Gatot menyatakan, presidential threshold itu bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 6 Ayat (2), Pasal 6A Ayat (2), dan Pasal 6A Ayat (5).

Dalam sidang itu, Gatot menegaskan tidak ada perubahan permohonan mengenai kedudukan hukum (legal standing) Pemohon, yaitu terkait hak untuk memilih dan hak untuk dipilih. Mantan Panglima TNI ini lalu menjelaskan alasan menggugat presidential threshold 20 persen. Dia menilai, pemberlakuan presidential threshold merupakan ancaman bagi demokrasi di Indonesia. Menurut dia, kebijakan itu dipertahankan karena menguntungkan sejumlah parpol. 

“Dari hasil analisa, renungan, kami berkesimpulan, presidential threshold 20 persen sangat berbahaya. Ini adalah bentuk kudeta terselubung terhadap negara demokrasi menjadi partaikrasi melalui berbagai rekayasa undang-undang,” kata Gatot, yang mengikuti sidang secara online.

Pentolan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini mengaku resah dengan praktik partaikrasi, yaitu ketika parpol mendominasi urusan berbangsa dan bernegara. Ia menyinggung kondisi politik sekarang, saat parpol koalisi pendukung pemerintahan Jokowi sangat kuat. Kekuatan oposisi kian menyusut seiring bergabungnya Gerindra dan PAN ke dalam koalisi Pemerintah. “Ini sangat berbahaya dalam kehidupan berbangsa bernegara ke depan,” ucapnya.

Karena itu, Gatot berharap para hakim MK bisa mengabulkan gugatannya. Dia membujuk hakim dengan menyebut, mengabulkan gugatan itu merupakan putusan terbaik bagi masa depan bangsa. “Kami mohon yang mulia dapat ambil keputusan yang seadil-adilnya berdasarkan hati nurani dan berdasarkan kebenaran dari Tuhan yang maha Esa,” ucapnya.

 

Sementara itu, kuasa hukum Gatot Cs, Refly Harun, melengkapi berkas permohonan dari semula 13 halaman menjadi 62 halaman. Dalam perbaikan itu, Refly menambahkan putusan-putusan MK sebelumnya yang amarnya mengabulkan permohonan. Selain itu, Refly juga menampilkan puluhan negara yang tidak menerapkan presidential threshold dalam pencalonan presiden.

Dalam sidang sebelumnya, Refly menyatakan, presidential threshold bukan hanya soal prosedur, tapi substansi. Untuk mendukung argumen itu, Refly telah menyiapkan tiga argumen untuk melawan putusan-putusan MK terdahulu yang tidak mengabulkan permohonan uji materi presidential threshold. Total ada 22 putusan MK terkait presidential threshold. Dari 22 putusan tersebut, sebanyak sembilan permohonan yang masuk ke pokok perkara dan 13 permohonan dinyatakan tidak diterima. 

Menurut Refly, hanya ada tiga argumen mendasar MK yang menolak membatalkan Pasal 222 UU Pemilu. Yaitu, presidential threshold penguatan sistem pemerintahan presidensial, presidential threshold merupakan open legal policy, dan presidential threshold merupakan sebagai tata cara.
 
Refly kemudian menyampaikan argumen kontra terhadap tiga alasan tersebut. Menurut dia, tidak benar presidential threshold terkait dengan penguatan sistem pemerintahan presidensial. Menurutnya, sistem presidensial Indonesia sudah sangat kuat setelah amandemen UUD 1945. Ia juga menilai presidential threshold bukan open legal policy. Karena pencalonan presiden dan wakil presiden jelas diatur dalam UUD 1945. “Kami menganggap ini adalah close legal policy, karena ketentuan di dalam konstitusinya sudah expressis verbis, sudah sangat jelas,” ungkapnya.

Refly menambahkan, presidential threshold bukanlah soal tata cara, tetapi substansi. Ia juga mengungkapkan ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen menyebabkan masyarakat saling berkubu dan terbelah. Ia mencontohkan Pemilu 2014 dan 2019. Bahkan, polarisasi tersebut masih terasa hingga saat ini. [BCG]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories