Meski Tak Ada Pilkada 2021, Bawaslu Ingatkan Tetap Jaga Etika .
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pusat mengingatkan seluruh jajarannya untuk menjunjung tinggi dan menjaga etika penyelenggara, meskipun pada 2021 ini tidak ada agenda kepemiluan daerah serentak.
Komisioner Bawaslu pusat, Mochammad Afifuddin mengatakan, etika sebagai penyelenggara penting dijunjung tinggi, demi menjaga kepercayaan publik. Termasuk, menjaga martabat Bawaslu sebagai lembaga pengawas kepemiluan.
“Pada situasi yang tiada tahapan ini dalam hal pembinaan, teman-teman Bawaslu harus tetap menjaga etika,” ujar Afif, dalam keterangannya, kemarin.
Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Ex Officio Bawaslu ini mengingatkan, upaya-upaya menjaga etika penyelenggara saat tidak ada tahapan Pilkada atau pun Pemilu sangatlah berat. Ini berbanding terbalik saat ada tahapan-tahapan kepemiluan.
Afif menyebut, godaan-godaan kepada jajaran pengawas bisa datang darimana saja. Karena itu, ulasnya, perlu pola pembinaan dalam mengantisipasi hal itu.
Dia meyakinkan, jajaran pengawas perlu memedomani Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan terhadap Pelaksanaan Tugas Pengawas Pemilihan Umum.
“Kalau kita bisa memaksimalkan pembinaan, harapannya apa yang masuk ke DKPP terkait bisa minim (sedikit),” harap dia.
Sementara Komisioner Bawaslu pusat lainnya, Ratna Dewi Pettalolo menilai, perlu harmonisasi dan sinkronisasi peraturan DKPP, Peraturan KPU (PKPU), dan Perbawaslu, terkait penanganan pelanggaran etik penyelenggara ad hoc.
Sinkronisasi itu, kata dia, agar ada kesamaan penafsiran dalam penanganan pelanggaran kode etik penyelenggara ad hoc oleh KPU dan Bawaslu.
Dewi beralasan, baik penyelenggara Pemilu yang bersifat permanen maupun ad hoc, sebetulnya memiliki tanggung jawab yang sama sebagai penyelenggara Pemilu.
“Penyelenggara ad hoc jika dilakukan secara menyimpang akan sangat berpotensi mengganggu kualitas hasil penyelenggaran Pemilu,” tegas Koordinator Divisi Penanganan Pelanggatan Bawaslu itu.
Seperti diketahui, pada 2021, tidak ada gelaran Pilkada. Ini terjadi karena Badan legislasi (Baleg) DPR memutuskan tidak memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilihan Umum (Pemilu) ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.
Dengan demikian jadwal Pilkada selanjutnya tetap digelar pada 2024. Keputusan Baleg DPR untuk mendrop RUU Pemilu ini dibacakan di Gedung DPR bersama Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Prof Yasonna Laoly, dan Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI, pada Senin (8/3). [SSL]
]]> .
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pusat mengingatkan seluruh jajarannya untuk menjunjung tinggi dan menjaga etika penyelenggara, meskipun pada 2021 ini tidak ada agenda kepemiluan daerah serentak.
Komisioner Bawaslu pusat, Mochammad Afifuddin mengatakan, etika sebagai penyelenggara penting dijunjung tinggi, demi menjaga kepercayaan publik. Termasuk, menjaga martabat Bawaslu sebagai lembaga pengawas kepemiluan.
“Pada situasi yang tiada tahapan ini dalam hal pembinaan, teman-teman Bawaslu harus tetap menjaga etika,” ujar Afif, dalam keterangannya, kemarin.
Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Ex Officio Bawaslu ini mengingatkan, upaya-upaya menjaga etika penyelenggara saat tidak ada tahapan Pilkada atau pun Pemilu sangatlah berat. Ini berbanding terbalik saat ada tahapan-tahapan kepemiluan.
Afif menyebut, godaan-godaan kepada jajaran pengawas bisa datang darimana saja. Karena itu, ulasnya, perlu pola pembinaan dalam mengantisipasi hal itu.
Dia meyakinkan, jajaran pengawas perlu memedomani Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan terhadap Pelaksanaan Tugas Pengawas Pemilihan Umum.
“Kalau kita bisa memaksimalkan pembinaan, harapannya apa yang masuk ke DKPP terkait bisa minim (sedikit),” harap dia.
Sementara Komisioner Bawaslu pusat lainnya, Ratna Dewi Pettalolo menilai, perlu harmonisasi dan sinkronisasi peraturan DKPP, Peraturan KPU (PKPU), dan Perbawaslu, terkait penanganan pelanggaran etik penyelenggara ad hoc.
Sinkronisasi itu, kata dia, agar ada kesamaan penafsiran dalam penanganan pelanggaran kode etik penyelenggara ad hoc oleh KPU dan Bawaslu.
Dewi beralasan, baik penyelenggara Pemilu yang bersifat permanen maupun ad hoc, sebetulnya memiliki tanggung jawab yang sama sebagai penyelenggara Pemilu.
“Penyelenggara ad hoc jika dilakukan secara menyimpang akan sangat berpotensi mengganggu kualitas hasil penyelenggaran Pemilu,” tegas Koordinator Divisi Penanganan Pelanggatan Bawaslu itu.
Seperti diketahui, pada 2021, tidak ada gelaran Pilkada. Ini terjadi karena Badan legislasi (Baleg) DPR memutuskan tidak memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilihan Umum (Pemilu) ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.
Dengan demikian jadwal Pilkada selanjutnya tetap digelar pada 2024. Keputusan Baleg DPR untuk mendrop RUU Pemilu ini dibacakan di Gedung DPR bersama Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Prof Yasonna Laoly, dan Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI, pada Senin (8/3). [SSL]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .
