Menjaga dan Terus Meningkatkan Hubungan Indonesia-Korea Selatan: Sebuah Tantangan
Tahun ini, 2021, hubungan diplomatik Republik Indonesia dan Republik Korea tepat berusia 48 tahun. Sebuah usia hubungan diplomatik yang sudah lumayan lama, karena hanya kurang dari dua tahun menjelang Perayaan Perak hubungan diplomatik yang selalu berjalan mulus ini.
Hubungan kedua negara sejauh ini memang bisa dibilang tak pernah mengalami kendala yang berarti sama sekali, bahkan cenderung terus meningkat. Peningkatan ini bahkan bisa dilihat dari semua bidang, baik dari segi hubungan diplomatik, ekonomi, sosial budaya, yang meliputi kerja sama di bidang pariwisata dan pendidikan.
Demikian juga kerja sama antar kota/antar provinsi (paling sedikit terdapat 22 bentuk kerja sama antar kota/antar provinsi yang terdaftar di Indonesia dan kota/provinsi Republik Korea, yang terdiri dari 14 Sister City dan 8 kerja sama); kekonsuleran, imigran dan buruh, bahkan hingga kerja sama di bidang militer dan pertahanan.
Harus juga diakui, bahwa kondisi pandemi telah memukul perekonomian seluruh negara di dunia, tak terkecuali terhadap Indonesia-Korea Selatan. Tapi di tengah kondisi yang sulit ini, kedua negara justru tetap terus berupaya keras untuk memperkuat kerja sama, termasuk dalam menghadapi pandemi.
Hal ini misalnya, bisa dilihat dari pernyataan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, Prof Yasonna H Laoly saat menerima kunjungan Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Park Tae-sung pada 16 Februari 2021. Yasonna menegaskan pentingnya memperkuat kerja sama dalam menghadapi wabah Covid-19 ini, termasuk diperlukannya kemudahan regulasi untuk dapat secepatnya memulihkan kembali perekonomian kedua negara.
“Para investor tidak perlu ragu lagi untuk berinvestasi di Indonesia. Potensi investasi di Indonesia tahun ini akan lebih besar daripada sebelumnya. Semua proses dan regulasi untuk berinvestasi pun akan dipermudah,’’ ujar Yasonna.
Yang jelas, tantangan kedua negara saat ini adalah justru tak hanya terus mempertahanakan, tapi juga berupaya keras meningkatkan hubungan diplomatik kedua negara.
Sebagai upaya memperkuat hubungan Indonesia-Korea Selatan, setidaknya ada tiga hal bentuk konrit yang mungkin juga bisa dilakukan dalam konteks media massa kedua negara. Ketiga rekomendasi ini saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya.
Pertama, program talkshow. Publikasi berkala tentang hot issues terkait Indonesia-Korea Selatan di media, sebaiknya tidak hanya sekadar tulisan atau artikel di media cetak, tapi juga menyertakan talkshow, selama minimal selama 30 menit, misalnya.
Seperti diketahui, tren talkshow selama masa pandemi kini sudah semakin populer, seiring penerapan protokol kesehatan. Sehingga tak hanya dilakukan oleh media televisi dan radio, tapi juga oleh media cetak, karena saat ini semua media cetak juga sudah memiliki versi media online.
Talkshow ini di-upload di jejaring media sosial Rakyat Merdeka Group, terutama YouTube, Instagram dan Facebook. Dengan adanya sosialisasi model talkshow ini, pesan yang akan disampaikan menjadi lebih jelas, instan tapi tetap efektif.
Kedua, pihak Korea Selatan sebaiknya terus memperbanyak restoran-restoran ‘halal food’ dan ramah Muslim di Korea Selatan –yang juga diiringi sosialisasi yang intensif, sehingga akan membuat warga Indonesia akan semakin tertarik untuk berkunjung. Hal ini mengingat, Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.
Dengan makin banyaknya tersedia ‘halal food’ dan kawasan wisata ramah Muslim di Korea Selatan, hal ini tentunya akan menjadi daya tarik yang makin kuat bagi turis Indonesia untuk berkunjung ke Korea Selatan.
Ketiga, kebijakan bebas visa tanpa syarat. Puncak penguatan hubungan kedua negara, terutama dalam konteks people to people (pariwisata) adalah memberlakukan kebijakan bebas visa tanpa kecuali, bagi kedua negara. Hal ini dengan mempertimbangkan antara lain, melihat kerja sama yang makin meningkat antara Indonesia-Korea Selatan dalam banyak hal.
Juga, seiring program vaksinasi yang sudah mulai terus berjalan, yang harapannya dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi dunia pariwisata akan kembali bergerak (tentunya tetap dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat).
Kemudian, besarnya potensi kedua negara untuk terus dikembangkan. Kebanyakan warga Indonesia sering membandingkan antara Korea Selatan dan Jepang, karena dinilai punya banyak kemiripan, baik dari segi budaya dan alamnya (termasuk musim atau cuacanya, terutama daya tarik salju bagi warga Indonesia).
Selama ini, ke Negeri Ginseng dinilai cenderung lebih murah untuk berwisata dibandingkan dengan Jepang, terutama dari segi transportasi. Seandainya ada kebijakan bebas visa antara Indonesia dan Korea Selatan, tentu hal ini akan menjadi nilai plus lagi dalam menggerakkan potensi pariwisata bagi kedua negara. (*)
[Muhammad Rusmadi/wartawan Rakyat Merdeka/RM.id]
]]> Tahun ini, 2021, hubungan diplomatik Republik Indonesia dan Republik Korea tepat berusia 48 tahun. Sebuah usia hubungan diplomatik yang sudah lumayan lama, karena hanya kurang dari dua tahun menjelang Perayaan Perak hubungan diplomatik yang selalu berjalan mulus ini.
Hubungan kedua negara sejauh ini memang bisa dibilang tak pernah mengalami kendala yang berarti sama sekali, bahkan cenderung terus meningkat. Peningkatan ini bahkan bisa dilihat dari semua bidang, baik dari segi hubungan diplomatik, ekonomi, sosial budaya, yang meliputi kerja sama di bidang pariwisata dan pendidikan.
Demikian juga kerja sama antar kota/antar provinsi (paling sedikit terdapat 22 bentuk kerja sama antar kota/antar provinsi yang terdaftar di Indonesia dan kota/provinsi Republik Korea, yang terdiri dari 14 Sister City dan 8 kerja sama); kekonsuleran, imigran dan buruh, bahkan hingga kerja sama di bidang militer dan pertahanan.
Harus juga diakui, bahwa kondisi pandemi telah memukul perekonomian seluruh negara di dunia, tak terkecuali terhadap Indonesia-Korea Selatan. Tapi di tengah kondisi yang sulit ini, kedua negara justru tetap terus berupaya keras untuk memperkuat kerja sama, termasuk dalam menghadapi pandemi.
Hal ini misalnya, bisa dilihat dari pernyataan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, Prof Yasonna H Laoly saat menerima kunjungan Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Park Tae-sung pada 16 Februari 2021. Yasonna menegaskan pentingnya memperkuat kerja sama dalam menghadapi wabah Covid-19 ini, termasuk diperlukannya kemudahan regulasi untuk dapat secepatnya memulihkan kembali perekonomian kedua negara.
“Para investor tidak perlu ragu lagi untuk berinvestasi di Indonesia. Potensi investasi di Indonesia tahun ini akan lebih besar daripada sebelumnya. Semua proses dan regulasi untuk berinvestasi pun akan dipermudah,’’ ujar Yasonna.
Yang jelas, tantangan kedua negara saat ini adalah justru tak hanya terus mempertahanakan, tapi juga berupaya keras meningkatkan hubungan diplomatik kedua negara.
Sebagai upaya memperkuat hubungan Indonesia-Korea Selatan, setidaknya ada tiga hal bentuk konrit yang mungkin juga bisa dilakukan dalam konteks media massa kedua negara. Ketiga rekomendasi ini saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya.
Pertama, program talkshow. Publikasi berkala tentang hot issues terkait Indonesia-Korea Selatan di media, sebaiknya tidak hanya sekadar tulisan atau artikel di media cetak, tapi juga menyertakan talkshow, selama minimal selama 30 menit, misalnya.
Seperti diketahui, tren talkshow selama masa pandemi kini sudah semakin populer, seiring penerapan protokol kesehatan. Sehingga tak hanya dilakukan oleh media televisi dan radio, tapi juga oleh media cetak, karena saat ini semua media cetak juga sudah memiliki versi media online.
Talkshow ini di-upload di jejaring media sosial Rakyat Merdeka Group, terutama YouTube, Instagram dan Facebook. Dengan adanya sosialisasi model talkshow ini, pesan yang akan disampaikan menjadi lebih jelas, instan tapi tetap efektif.
Kedua, pihak Korea Selatan sebaiknya terus memperbanyak restoran-restoran ‘halal food’ dan ramah Muslim di Korea Selatan –yang juga diiringi sosialisasi yang intensif, sehingga akan membuat warga Indonesia akan semakin tertarik untuk berkunjung. Hal ini mengingat, Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.
Dengan makin banyaknya tersedia ‘halal food’ dan kawasan wisata ramah Muslim di Korea Selatan, hal ini tentunya akan menjadi daya tarik yang makin kuat bagi turis Indonesia untuk berkunjung ke Korea Selatan.
Ketiga, kebijakan bebas visa tanpa syarat. Puncak penguatan hubungan kedua negara, terutama dalam konteks people to people (pariwisata) adalah memberlakukan kebijakan bebas visa tanpa kecuali, bagi kedua negara. Hal ini dengan mempertimbangkan antara lain, melihat kerja sama yang makin meningkat antara Indonesia-Korea Selatan dalam banyak hal.
Juga, seiring program vaksinasi yang sudah mulai terus berjalan, yang harapannya dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi dunia pariwisata akan kembali bergerak (tentunya tetap dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat).
Kemudian, besarnya potensi kedua negara untuk terus dikembangkan. Kebanyakan warga Indonesia sering membandingkan antara Korea Selatan dan Jepang, karena dinilai punya banyak kemiripan, baik dari segi budaya dan alamnya (termasuk musim atau cuacanya, terutama daya tarik salju bagi warga Indonesia).
Selama ini, ke Negeri Ginseng dinilai cenderung lebih murah untuk berwisata dibandingkan dengan Jepang, terutama dari segi transportasi. Seandainya ada kebijakan bebas visa antara Indonesia dan Korea Selatan, tentu hal ini akan menjadi nilai plus lagi dalam menggerakkan potensi pariwisata bagi kedua negara. (*)
[Muhammad Rusmadi/wartawan Rakyat Merdeka/RM.id]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .