Membangun Peradaban Berbasis Masjid (6) Fungsi Masjid Nabi (9): Tempat Pendidikan Formal (1)
Pada masa Nabi, belum ada sekolah atau kampus sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan formal, terutama bagi anak-anak dan usia remaja. Semua kegiatan pendidikan dalam berbagai jenjang dilakukan di masjid. Ada kelas khusus untuk laki-laki dan ada kelas khusus bagi perempuan.
Di zaman Nabi, laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki akses untuk mendapatkan pendidikan formal. Generasi muda yang biasa disebut dengan Sahabat Kecil (Shigar al-Shahabah) banyak ditemukan. Kita kenal Abdullah ibn Umar, Abdullah ibn Abbas, Abdullah ibn Zubair, dan Abdullah ibn Mas’ud. Ayah mereka dikenal sebagai sahabat senior (Kibar al-Shahabah).
Dalam sebuah sumber dikatakan sahabat dekat Nabi yang aktif di masjidnya sekitar 500 orang. Keseluruhan mereka itu masing-masing beranggapan: “Akulah yang paling dicintai Nabi”.
Masjid Nabi tempat untuk menyampaikan wahyu yang baru turun disampaikan secara terbuka di masjid, sekaligus menambahkan penjelasan, sekiranya ada yang memerlukan penjelasan. Para murid Nabi dari berbagai macam usia. Ada yang sangat senior seperti Abu bakar, dan ada yang sangat yunior seperti yang tergabung di dalam ‘sahabat yunior” (Shigar al- Shahabah).
Model pendidikan formal pada masa Nabi tentu jangan kita membayangkan seperti zaman sekarang yang sudah sedemikian kompleks.
Pada masa Nabi, kelas antara senior dan yunior umumnya tidak dipisah. Mereka sama-sama bisa mengakses ilmu-ilmu tingkat tinggi, baik laki-laki maupun perempuan. Bahkan ada yang menarik ketika sekelompok perempuan sahabat meminta kepada Nabi agar dibuatkan kelas tersendiri terpisah dengan kaum laki-laki, supaya perempuan bebas berdiskusi dengan Nabi, lalu turunlah ayat sebagai berikut:
]]> Pada masa Nabi, belum ada sekolah atau kampus sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan formal, terutama bagi anak-anak dan usia remaja. Semua kegiatan pendidikan dalam berbagai jenjang dilakukan di masjid. Ada kelas khusus untuk laki-laki dan ada kelas khusus bagi perempuan.
Di zaman Nabi, laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki akses untuk mendapatkan pendidikan formal. Generasi muda yang biasa disebut dengan Sahabat Kecil (Shigar al-Shahabah) banyak ditemukan. Kita kenal Abdullah ibn Umar, Abdullah ibn Abbas, Abdullah ibn Zubair, dan Abdullah ibn Mas’ud. Ayah mereka dikenal sebagai sahabat senior (Kibar al-Shahabah).
Dalam sebuah sumber dikatakan sahabat dekat Nabi yang aktif di masjidnya sekitar 500 orang. Keseluruhan mereka itu masing-masing beranggapan: “Akulah yang paling dicintai Nabi”.
Masjid Nabi tempat untuk menyampaikan wahyu yang baru turun disampaikan secara terbuka di masjid, sekaligus menambahkan penjelasan, sekiranya ada yang memerlukan penjelasan. Para murid Nabi dari berbagai macam usia. Ada yang sangat senior seperti Abu bakar, dan ada yang sangat yunior seperti yang tergabung di dalam ‘sahabat yunior” (Shigar al- Shahabah).
Model pendidikan formal pada masa Nabi tentu jangan kita membayangkan seperti zaman sekarang yang sudah sedemikian kompleks.
Pada masa Nabi, kelas antara senior dan yunior umumnya tidak dipisah. Mereka sama-sama bisa mengakses ilmu-ilmu tingkat tinggi, baik laki-laki maupun perempuan. Bahkan ada yang menarik ketika sekelompok perempuan sahabat meminta kepada Nabi agar dibuatkan kelas tersendiri terpisah dengan kaum laki-laki, supaya perempuan bebas berdiskusi dengan Nabi, lalu turunlah ayat sebagai berikut:
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .