Membangun Peradaban Berbasis Masjid (6) Fungsi Masjid Nabi (16): Tempat Memutuskan Perkara (2)

Akhirnya perempuan itu dirajam di depan masjid. Perempuan itu meninggal dalam keadaan tersenyum seperti puas akan keputusan Nabi.

Itulah satu-satunya orang yang dihukum rajam semenjak Nabi hidup di Madinah. Setelah perempuan itu selesai dieksekusi, Nabi memberikan komentar, seandainya iman para penghuni Kota Madinah dit­imbang, maka keimanan perempuan ini lebih berat timbangan keimanannya.

Peristiwa lain terjadi pada seorang pemuda yang sudah lama dicari-cari masyarakat. Ia seorang tukang onar dengan perbuatan pidana berlapis. Bahkan ia sudah pernah dihukum mati secara inabsensia, namun tidak diketahui bersembunyi di mana.

Pada satu saat ia tiba-tiba muncul di masjid Nabi. Para sahabat langsung men­ghunus pedang untuk membunuh orang yang dianggap sangat berbahaya itu.

Namun Nabi meminta sabahatnya untuk menyarungkan pedangnya sambil meminta mereka tenang. Nabi bertanya kepadanya, kenapa hadir di masjid sementara dia sedang dicari.

Laki-laki itu menjawab, “Saya datang ke sini untuk menawarkan kepada salah seorang di antara sahabatmu, siapa tahu di masa lampau saya pernah melakukan kebaikan, maka saya datang untuk menghibahkan amal-amal kebajikan tersebut.”

“Itu tentu tidak berguna bagi saua, karena begitu banyaknya dosa yang per­nah saya lakukan,” kata pemuda itu.

Semua sahabat terdiam mendengarkan jawaban pemuda itu. Lalu tu­run ayat: “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (Q.S. Hud/11:114).

Nasib laki-laki itu tidak dijelaskan apakah ia diqishhash atau tidak, tetapi ia sudah mendapatkan ketenangan dengan sikap yang jujur terhadap Nabi.

Banyak lagi peristiwa yang penetapan hukumnya diselesaikan di masjid. Ini mem­buktikan bahwa Masjid Nabi betul-betul menjadi sentral pembinaan umat. Semua perkara yang muncul di masyarakat, seperti persoalan rumah tangga, persoalan perdata, hingga persoalan pidana, semuanya disele­saikan di masjid.

Nabi sendiri terlibat dalam penetapan hukum sejumlah orang yang bersengketa. Jika Nabi berhalangan, maka sahabat lain yang ditunjuk bisa menggantikannya dan umumnya tempatnya di masjid.

]]> Akhirnya perempuan itu dirajam di depan masjid. Perempuan itu meninggal dalam keadaan tersenyum seperti puas akan keputusan Nabi.

Itulah satu-satunya orang yang dihukum rajam semenjak Nabi hidup di Madinah. Setelah perempuan itu selesai dieksekusi, Nabi memberikan komentar, seandainya iman para penghuni Kota Madinah dit­imbang, maka keimanan perempuan ini lebih berat timbangan keimanannya.

Peristiwa lain terjadi pada seorang pemuda yang sudah lama dicari-cari masyarakat. Ia seorang tukang onar dengan perbuatan pidana berlapis. Bahkan ia sudah pernah dihukum mati secara inabsensia, namun tidak diketahui bersembunyi di mana.

Pada satu saat ia tiba-tiba muncul di masjid Nabi. Para sahabat langsung men­ghunus pedang untuk membunuh orang yang dianggap sangat berbahaya itu.

Namun Nabi meminta sabahatnya untuk menyarungkan pedangnya sambil meminta mereka tenang. Nabi bertanya kepadanya, kenapa hadir di masjid sementara dia sedang dicari.

Laki-laki itu menjawab, “Saya datang ke sini untuk menawarkan kepada salah seorang di antara sahabatmu, siapa tahu di masa lampau saya pernah melakukan kebaikan, maka saya datang untuk menghibahkan amal-amal kebajikan tersebut.”

“Itu tentu tidak berguna bagi saua, karena begitu banyaknya dosa yang per­nah saya lakukan,” kata pemuda itu.

Semua sahabat terdiam mendengarkan jawaban pemuda itu. Lalu tu­run ayat: “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (Q.S. Hud/11:114).

Nasib laki-laki itu tidak dijelaskan apakah ia diqishhash atau tidak, tetapi ia sudah mendapatkan ketenangan dengan sikap yang jujur terhadap Nabi.

Banyak lagi peristiwa yang penetapan hukumnya diselesaikan di masjid. Ini mem­buktikan bahwa Masjid Nabi betul-betul menjadi sentral pembinaan umat. Semua perkara yang muncul di masyarakat, seperti persoalan rumah tangga, persoalan perdata, hingga persoalan pidana, semuanya disele­saikan di masjid.

Nabi sendiri terlibat dalam penetapan hukum sejumlah orang yang bersengketa. Jika Nabi berhalangan, maka sahabat lain yang ditunjuk bisa menggantikannya dan umumnya tempatnya di masjid.
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories