
Membangun Peradaban Berbasis Masjid (6) Fungsi Masjid Nabi (14): Tempat Latihan Bela Diri (2)
Salman al-Farisi menganjurkan Nabi dan prajuritnya membangun benteng pertahanan dari musuh, bukan dengan membangun tembok tinggi seperti benteng-benteng konvensional dunia lain, berupa pembangunan tembok tinggi yang tak bisa diterobos oleh pasukan musuh.
Benteng yang diusulkan Salman ialah, menggali parit di sekeliling kota Madinah. Jika membangun tembok tinggi tidak mungkin karena biayanya mahal dan terbatasnya jumlah penduduk, sementara para musuh sudah siap mengepung. Benteng yang diusulkan ialah menggali parit (khandaq) di seputar kota Madinah.
Hasilnya luar biasa, selain murah-meriah juga efektif menghalau pasukan musuh yang tidak biasa menghadapi musuh di balik benteng Parit. Kuda meloncat kuda yang jatuh dan korban dari pihak musuh jumlahnya lebih besar, karena mereka perang menggunakan otot, bukan dengan otak seperti yang dikembangkan pasukan Nabi. Para sahabat yang memiliki keterampilan dan ilmu bela diri diminta mengajar dan melatih pasukan di dalam masjid.
Dalam latihan itu ada yang menggunakan alat dan ada dengan tangan kosong. Tidak terkecuali peran diplomasi secara pribadi dan kekeluargaan dengan kelompok Yahudi atau kelompok agama lain.
Bisa dibayangkan seandainya masjid kita sekarang digunakan latihan Karate atau Tinju di masjid, sudah barang tentu akan menimbulkan sikap reaktif terhadap umat Islam. Namun kenyataannya, masjid Nabi ketika masih hidup maupun setelah wafat, latihan peperangan atau bela diri masih tetap dilangsungkan sejumlah masjid terkenal hingga saat ini.
Dengan demikian, masjid semestinya bukan hanya dijadikan sebagai tempat beribadah, sebagaimana hal ini dilakukan di berbagai masjid di Indonesia. Meski sebagian sudah mengembangkan masjid sebagai pusat pemberdayaan masyarakat. Masjid Nabi benar-benar difungsikan secara optimistik untuk memberdayakan umat dan segenap warga masyarakat. Masjid benar-benar dijadikan sebagai benteng pertahanan militer dan sosial budaya masyarakat.
]]> Salman al-Farisi menganjurkan Nabi dan prajuritnya membangun benteng pertahanan dari musuh, bukan dengan membangun tembok tinggi seperti benteng-benteng konvensional dunia lain, berupa pembangunan tembok tinggi yang tak bisa diterobos oleh pasukan musuh.
Benteng yang diusulkan Salman ialah, menggali parit di sekeliling kota Madinah. Jika membangun tembok tinggi tidak mungkin karena biayanya mahal dan terbatasnya jumlah penduduk, sementara para musuh sudah siap mengepung. Benteng yang diusulkan ialah menggali parit (khandaq) di seputar kota Madinah.
Hasilnya luar biasa, selain murah-meriah juga efektif menghalau pasukan musuh yang tidak biasa menghadapi musuh di balik benteng Parit. Kuda meloncat kuda yang jatuh dan korban dari pihak musuh jumlahnya lebih besar, karena mereka perang menggunakan otot, bukan dengan otak seperti yang dikembangkan pasukan Nabi. Para sahabat yang memiliki keterampilan dan ilmu bela diri diminta mengajar dan melatih pasukan di dalam masjid.
Dalam latihan itu ada yang menggunakan alat dan ada dengan tangan kosong. Tidak terkecuali peran diplomasi secara pribadi dan kekeluargaan dengan kelompok Yahudi atau kelompok agama lain.
Bisa dibayangkan seandainya masjid kita sekarang digunakan latihan Karate atau Tinju di masjid, sudah barang tentu akan menimbulkan sikap reaktif terhadap umat Islam. Namun kenyataannya, masjid Nabi ketika masih hidup maupun setelah wafat, latihan peperangan atau bela diri masih tetap dilangsungkan sejumlah masjid terkenal hingga saat ini.
Dengan demikian, masjid semestinya bukan hanya dijadikan sebagai tempat beribadah, sebagaimana hal ini dilakukan di berbagai masjid di Indonesia. Meski sebagian sudah mengembangkan masjid sebagai pusat pemberdayaan masyarakat. Masjid Nabi benar-benar difungsikan secara optimistik untuk memberdayakan umat dan segenap warga masyarakat. Masjid benar-benar dijadikan sebagai benteng pertahanan militer dan sosial budaya masyarakat.
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .