
Mau Rangkul Barat, Sesumbar Anti China Junta Sewa Pelobi Israel Rp 28 Miliar .
Junta militer Myanmar berupaya menjinakkan Amerika Serikat (AS) dan negara barat lainnya agar bisa memahami langkah politik yang mereka lakukan di Myanmar. Caranya, dengan menyewa pelobi ulung dari Israel.
Tak tanggung-tanggung, Myanmar merogoh kocek 2 juta dolar AS atau Rp 28,8 miliar (kurs Rp 14.431) untuk menyewa pelobi Israel-Kanada, Ari Ben-Menashe dan perusahaannya, Dickens & Madson Canada. Mantan pejabat intelijen militer Israel itu, sebelumnya juga mewakili Robert Mugabe dari Zimbabwe dan penguasa militer Sudan.
Pelobi ini akan mewakili junta militer Myanmar di Amerika Serikat (AS), serta, akan bertugas melobi Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Israel dan Rusia, serta badan-badan internasional seperti Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB).
Langkah itu terungkap dalam dokumen yang diajukan ke Departemen Kehakiman Amerika AS. Menurut dokumen itu, perusahaan yang berbasis di Montreal itu ini bakal membantu merancang dan melaksanakan kebijakan Myanmar serta membantu menjelaskan situasi nyata di negara itu.
Mengutip Reuters, penyerahan dokumen tersebut sebagai bagian dari kepatuhan terhadap Undang-Undang Pendaftaran Agen Asing AS, dan dipublikasikan secara online.
Kepada Reuters, Ben-Menashe mengaku, dia ditugaskan untuk meyakinkan AS bahwa para jenderal Myanmar ingin bergerak lebih dekat ke barat dan menjauh dari China. Dia mengatakan, para jenderal ingin memulangkan kembali Muslim Rohingya yang melarikan diri dari seranganmiliter 2017. Sebelumnya, PBB menuding para jenderal menjadi pihak yang bertanggung jawab terhadap genosida etnis Rohingya.
“Sangat tidak masuk akal bahwa dia bisa meyakinkan Amerika Serikat tentang narasi yang dia usulkan,” kata Direktur Advokasi Asia di Human Rights Watch, John Sifton.
Dokumen lain yang diserahkan Ben-Menashe menunjukkan kesepakatan dicapai denganMenteri Pertahanan junta, Jenderal Mya Tun Oo dan bahwa pemerintah akan membayar perusahaan itu 2 juta dolar AS.
Mya Tun Oo dan jenderal top Myanmar lainnya telah diberi sanksi oleh Departemen Keuangan AS dan Pemerintah Kanada. Sehingga, dokumen itu mengatakan pembayaran akan dilakukan jika diizinkan secara hukum.
Ben-Menashe mengklaim telah berbicara dari Korea Selatan setelah melakukan kunjungan ke Ibu Kota Myanmar, Naypyidaw. Di sana, dia menandatangani perjanjian dengan Menteri Pertahanan junta, Jenderal Mya Tun Oo. Menurut Ben-Menashe, dirinya akan dibayar dengan biaya yang dirahasiakan jika sanksi terhadap militer dicabut.
Dekat Dengan China
Ben-Menashe mengatakan, Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar sejak 2016, telah tumbuh terlalu dekat dengan China. Kondisi ini tidak disukai para Jenderal Myanmar. “Ada dorongan nyata untuk bergerak ke Barat dan AS daripada mencoba lebih dekat dengan China,” kata Ben-Menashe.
“Mereka tidak ingin menjadi boneka China,” sambungnya.
Para Jenderal Myanmar, kata dia, juga ingin memulangkan Muslim Rohingya, yang melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh.
Tembak 7 Demonstran
Korban sipil terus berjatuhan dalam aksi demonstrasi menentang kudeta di Myanmar. Kemarin, tujuh warga tewas tertembus peluru tajam aparat keamanan. Lembaga hak asasi manusia Amnesty International mengatakan, militer negara itu menggunakan taktik yang biasa dipakai di medan perang untuk menghadapi demonstran. Enam orang tewas ditembak di jalanan di pusat Kota Myaing, sementara satu orang tewas di distrik North Dagon di Yangon, kota terbesar Myanmar.
“Kami melakukan unjuk rasa dengan damai, saya tidak percaya mereka (aparat) melakukan ini,” ujar seorang pria berusia 31 tahun, yang membantu membawa jenazah korban ke rumah sakit, dikutip Reuters.
Kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik Myanmar mengatakan, lebih dari 60 demonstran tewas dan sekitar 2.000 orang ditahan oleh aparat keamanan sejak kudeta 1 Februari lalu. Mereka turun ke jalan untuk menuntut kudeta dihentikan, dan meminta dibebaskannya pemimpin terpilih, Suu Kyi dan tahanan lainnya.
Amnesty International menuding militer Myanmar menggunakan senjata tempur dalam menangani demonstrasi. Temuan itu berdasarkan hasil pemantauan pada lebih dari 50 video.
Namun, seorang juru bicara junta militer Myanmar menolak memberikan komentar. Dia menyebut akan ada konferensi pers oleh Dewan Militer (sebutan untuk penguasa militer Myanmar) di Kota Naypyitaw. Junta sebelumnya menuding demonstran membuat kerusuhan dengan menyerang polisi, serta merusak keamanan dan stabilitas nasional.
Dewan Keamanan PBB pada Rabu mengutuk kekerasan terhadap demonstran dan mendesak militer menahan diri. Sayangnya, PBB terhalang untuk memberikan kecaman resmi terhadap kudeta militer, karena penolakan dari China dan Rusia. [DAY]
]]> .
Junta militer Myanmar berupaya menjinakkan Amerika Serikat (AS) dan negara barat lainnya agar bisa memahami langkah politik yang mereka lakukan di Myanmar. Caranya, dengan menyewa pelobi ulung dari Israel.
Tak tanggung-tanggung, Myanmar merogoh kocek 2 juta dolar AS atau Rp 28,8 miliar (kurs Rp 14.431) untuk menyewa pelobi Israel-Kanada, Ari Ben-Menashe dan perusahaannya, Dickens & Madson Canada. Mantan pejabat intelijen militer Israel itu, sebelumnya juga mewakili Robert Mugabe dari Zimbabwe dan penguasa militer Sudan.
Pelobi ini akan mewakili junta militer Myanmar di Amerika Serikat (AS), serta, akan bertugas melobi Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Israel dan Rusia, serta badan-badan internasional seperti Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB).
Langkah itu terungkap dalam dokumen yang diajukan ke Departemen Kehakiman Amerika AS. Menurut dokumen itu, perusahaan yang berbasis di Montreal itu ini bakal membantu merancang dan melaksanakan kebijakan Myanmar serta membantu menjelaskan situasi nyata di negara itu.
Mengutip Reuters, penyerahan dokumen tersebut sebagai bagian dari kepatuhan terhadap Undang-Undang Pendaftaran Agen Asing AS, dan dipublikasikan secara online.
Kepada Reuters, Ben-Menashe mengaku, dia ditugaskan untuk meyakinkan AS bahwa para jenderal Myanmar ingin bergerak lebih dekat ke barat dan menjauh dari China. Dia mengatakan, para jenderal ingin memulangkan kembali Muslim Rohingya yang melarikan diri dari seranganmiliter 2017. Sebelumnya, PBB menuding para jenderal menjadi pihak yang bertanggung jawab terhadap genosida etnis Rohingya.
“Sangat tidak masuk akal bahwa dia bisa meyakinkan Amerika Serikat tentang narasi yang dia usulkan,” kata Direktur Advokasi Asia di Human Rights Watch, John Sifton.
Dokumen lain yang diserahkan Ben-Menashe menunjukkan kesepakatan dicapai denganMenteri Pertahanan junta, Jenderal Mya Tun Oo dan bahwa pemerintah akan membayar perusahaan itu 2 juta dolar AS.
Mya Tun Oo dan jenderal top Myanmar lainnya telah diberi sanksi oleh Departemen Keuangan AS dan Pemerintah Kanada. Sehingga, dokumen itu mengatakan pembayaran akan dilakukan jika diizinkan secara hukum.
Ben-Menashe mengklaim telah berbicara dari Korea Selatan setelah melakukan kunjungan ke Ibu Kota Myanmar, Naypyidaw. Di sana, dia menandatangani perjanjian dengan Menteri Pertahanan junta, Jenderal Mya Tun Oo. Menurut Ben-Menashe, dirinya akan dibayar dengan biaya yang dirahasiakan jika sanksi terhadap militer dicabut.
Dekat Dengan China
Ben-Menashe mengatakan, Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar sejak 2016, telah tumbuh terlalu dekat dengan China. Kondisi ini tidak disukai para Jenderal Myanmar. “Ada dorongan nyata untuk bergerak ke Barat dan AS daripada mencoba lebih dekat dengan China,” kata Ben-Menashe.
“Mereka tidak ingin menjadi boneka China,” sambungnya.
Para Jenderal Myanmar, kata dia, juga ingin memulangkan Muslim Rohingya, yang melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh.
Tembak 7 Demonstran
Korban sipil terus berjatuhan dalam aksi demonstrasi menentang kudeta di Myanmar. Kemarin, tujuh warga tewas tertembus peluru tajam aparat keamanan. Lembaga hak asasi manusia Amnesty International mengatakan, militer negara itu menggunakan taktik yang biasa dipakai di medan perang untuk menghadapi demonstran. Enam orang tewas ditembak di jalanan di pusat Kota Myaing, sementara satu orang tewas di distrik North Dagon di Yangon, kota terbesar Myanmar.
“Kami melakukan unjuk rasa dengan damai, saya tidak percaya mereka (aparat) melakukan ini,” ujar seorang pria berusia 31 tahun, yang membantu membawa jenazah korban ke rumah sakit, dikutip Reuters.
Kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik Myanmar mengatakan, lebih dari 60 demonstran tewas dan sekitar 2.000 orang ditahan oleh aparat keamanan sejak kudeta 1 Februari lalu. Mereka turun ke jalan untuk menuntut kudeta dihentikan, dan meminta dibebaskannya pemimpin terpilih, Suu Kyi dan tahanan lainnya.
Amnesty International menuding militer Myanmar menggunakan senjata tempur dalam menangani demonstrasi. Temuan itu berdasarkan hasil pemantauan pada lebih dari 50 video.
Namun, seorang juru bicara junta militer Myanmar menolak memberikan komentar. Dia menyebut akan ada konferensi pers oleh Dewan Militer (sebutan untuk penguasa militer Myanmar) di Kota Naypyitaw. Junta sebelumnya menuding demonstran membuat kerusuhan dengan menyerang polisi, serta merusak keamanan dan stabilitas nasional.
Dewan Keamanan PBB pada Rabu mengutuk kekerasan terhadap demonstran dan mendesak militer menahan diri. Sayangnya, PBB terhalang untuk memberikan kecaman resmi terhadap kudeta militer, karena penolakan dari China dan Rusia. [DAY]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .