Mau Ajak ASN Ke Eropa Tjahjo Diingetin Negara Lagi Cekak

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Tjahjo Kumolo lagi jadi omongan. Gara-garanya, menteri dari PDIP itu mau ajak Aparatur Sipil Negara (ASN) ke Eropa. Tjahjo pun diingetin dompet negara lagi cekak.

Alasan Tjahjo mengajak ASN ke Eropa untuk studi banding sistem birokrasi. Menurut dia, pejabat publik harus menjunjung tinggi profesionalitas agar pelayanan bisa dipercepat selayaknya di negara-negara maju.

Menurut Tjahjo, salah satu cara yang patut dicoba adalah dengan mengajak ASN ke luar negeri, melihat langsung bagaimana pemerintahan di negara maju. Seperti Singapura, Korea Selatan, dan salah satu negara di Eropa.

“Kita bisa berkunjung melihat kecepatan membuat inovasi, kecepatan membangun jaringan IT dengan baik, dan sebagainya,” kata Tjahjo dikutip dari akun YouTube Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, kemarin.

ASN yang dimaksud Tjahjo adalah setingkat Kepala Daerah, Sekretaris Daerah (Sekda), Sekretaris Jenderal (Sekjen) lembaga, dan sekretaris utama (sestama) lembaga.

“Maka kami minta pada Deputi nanti, saya contoh atau Kementerian PAN-RB ajaklah kepala daerah, ajaklah sekda, atau sekjen, sestama untuk berkunjung ke sejumlah negara-negara yang selama ini kita jadikan role model,” ujarnya.

Diakui Tjahjo, pendidikan dan pelatihan yang selama ini diterapkan terhadap ASN kurang. Jadi, perlu contoh langsung yang bisa disaksikan untuk diterapkan dalam birokrasi masing-masing, baik di kementerian dan lembaga atau di daerah.

Ia mencontohkan beberapa sumber masalah yang membuat birokrasi di Indonesia terkesan lambat dan bermasalah. Sebab ada konflik kepentingan antara kepala daerah dengan bawahannya. Konflik kepentingan yang dimaksud adalah masalah latar belakang partai kepala daerah yang menjabat.

PNS itu harus profesional. Tugasnya melayani masyarakat dengan baik, memberikan perizinan dengan cepat, dan memangkas birokrasi yang bertele-tele. “Jangan kalau gubernurnya dari PDIP, terus semua PNS-nya cari kartu anggota PDIP, besok ganti Golkar, pindah cari anggota Golkar, itu yang harus kita hilangkan,” tuturnya.

 

Mantan anggota Komisi II DPR itu mengungkap, dari 514 kabupaten/kota baru 100 daerah yang memiliki layanan publik terpadu. Sisanya tak masuk kategori layanan publik terpadu karena masih terkendala dari sisi rekrutmen pelayan publik.

Bagaimana tanggapan DPR? Anggota Komisi II DPR, Nasir Djamil kecewa berat dengan rencana Tjahjo ini. Responnya pun menggelitik. “Sungguh terlalu,” ucap Nasir kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira menilai, studi banding ke luar negeri tidak harus tatap muka. Bisa memanfaatkan media lain. Apalagi dunia sedang dilanda wabah pandemi Covid-19.

“Bisa pakai webinar atau sharing konten digital,” cecar Bhima saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.

Di tengah pandemi sekarang ini, lanjut Bhima, yang mesti dilakukan pemerintah adalah mengurangi belanja perjalanan dinas, dan fokus pada alokasi belanja kesehatan, perlindungan sosial, dan belanja stimulus usaha mikro kecil menengah (UMKM).

“Dompet negara lagi cekak soalnya,” ajar Bhima.

Warganet ikut riuh. Mereka menolaknya. Menurut akun @raffelino ada pekerjaan yang lebih besar dari Tjahjo ketimbang mengajak PNS ke Eropa. “Nggak usah buang-buang uang aja. Belajar jujur dan amanah aja dulu Pak, itu yang terpenting,” ujarnya me-mantion akun Twitter @tjahjo_kumolo. “Pak Menteri tidak sekarang ya! Karena Indonesia lagi masih pemulihan virus dan ekonomi belum stabil, sorry so sorry,” sahut @elimeidarti.

“Tergantung inisiatif para ASN, walaupun belajar sampai luar angkasa sekalipun tapi sistem pelayanan publik di negri ini dirusak dari dalam ya sama saja Pak @tjahjo_kumolo,” ucap @arie_sgm. “30 menit kemudian. Jokowi: !!!! Tjahjo: Siap ralat,” timpal @HeraLoebss sembari mengunggah capture berita dari media online yang berjudul “Jokowi: Untuk Apa Studi Ke Luar Negeri? Padahal Info Bisa Dapat dari HP”. [UMM]

]]> Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Tjahjo Kumolo lagi jadi omongan. Gara-garanya, menteri dari PDIP itu mau ajak Aparatur Sipil Negara (ASN) ke Eropa. Tjahjo pun diingetin dompet negara lagi cekak.

Alasan Tjahjo mengajak ASN ke Eropa untuk studi banding sistem birokrasi. Menurut dia, pejabat publik harus menjunjung tinggi profesionalitas agar pelayanan bisa dipercepat selayaknya di negara-negara maju.

Menurut Tjahjo, salah satu cara yang patut dicoba adalah dengan mengajak ASN ke luar negeri, melihat langsung bagaimana pemerintahan di negara maju. Seperti Singapura, Korea Selatan, dan salah satu negara di Eropa.

“Kita bisa berkunjung melihat kecepatan membuat inovasi, kecepatan membangun jaringan IT dengan baik, dan sebagainya,” kata Tjahjo dikutip dari akun YouTube Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, kemarin.

ASN yang dimaksud Tjahjo adalah setingkat Kepala Daerah, Sekretaris Daerah (Sekda), Sekretaris Jenderal (Sekjen) lembaga, dan sekretaris utama (sestama) lembaga.

“Maka kami minta pada Deputi nanti, saya contoh atau Kementerian PAN-RB ajaklah kepala daerah, ajaklah sekda, atau sekjen, sestama untuk berkunjung ke sejumlah negara-negara yang selama ini kita jadikan role model,” ujarnya.

Diakui Tjahjo, pendidikan dan pelatihan yang selama ini diterapkan terhadap ASN kurang. Jadi, perlu contoh langsung yang bisa disaksikan untuk diterapkan dalam birokrasi masing-masing, baik di kementerian dan lembaga atau di daerah.

Ia mencontohkan beberapa sumber masalah yang membuat birokrasi di Indonesia terkesan lambat dan bermasalah. Sebab ada konflik kepentingan antara kepala daerah dengan bawahannya. Konflik kepentingan yang dimaksud adalah masalah latar belakang partai kepala daerah yang menjabat.

PNS itu harus profesional. Tugasnya melayani masyarakat dengan baik, memberikan perizinan dengan cepat, dan memangkas birokrasi yang bertele-tele. “Jangan kalau gubernurnya dari PDIP, terus semua PNS-nya cari kartu anggota PDIP, besok ganti Golkar, pindah cari anggota Golkar, itu yang harus kita hilangkan,” tuturnya.

 

Mantan anggota Komisi II DPR itu mengungkap, dari 514 kabupaten/kota baru 100 daerah yang memiliki layanan publik terpadu. Sisanya tak masuk kategori layanan publik terpadu karena masih terkendala dari sisi rekrutmen pelayan publik.

Bagaimana tanggapan DPR? Anggota Komisi II DPR, Nasir Djamil kecewa berat dengan rencana Tjahjo ini. Responnya pun menggelitik. “Sungguh terlalu,” ucap Nasir kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira menilai, studi banding ke luar negeri tidak harus tatap muka. Bisa memanfaatkan media lain. Apalagi dunia sedang dilanda wabah pandemi Covid-19.

“Bisa pakai webinar atau sharing konten digital,” cecar Bhima saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.

Di tengah pandemi sekarang ini, lanjut Bhima, yang mesti dilakukan pemerintah adalah mengurangi belanja perjalanan dinas, dan fokus pada alokasi belanja kesehatan, perlindungan sosial, dan belanja stimulus usaha mikro kecil menengah (UMKM).

“Dompet negara lagi cekak soalnya,” ajar Bhima.

Warganet ikut riuh. Mereka menolaknya. Menurut akun @raffelino ada pekerjaan yang lebih besar dari Tjahjo ketimbang mengajak PNS ke Eropa. “Nggak usah buang-buang uang aja. Belajar jujur dan amanah aja dulu Pak, itu yang terpenting,” ujarnya me-mantion akun Twitter @tjahjo_kumolo. “Pak Menteri tidak sekarang ya! Karena Indonesia lagi masih pemulihan virus dan ekonomi belum stabil, sorry so sorry,” sahut @elimeidarti.

“Tergantung inisiatif para ASN, walaupun belajar sampai luar angkasa sekalipun tapi sistem pelayanan publik di negri ini dirusak dari dalam ya sama saja Pak @tjahjo_kumolo,” ucap @arie_sgm. “30 menit kemudian. Jokowi: !!!! Tjahjo: Siap ralat,” timpal @HeraLoebss sembari mengunggah capture berita dari media online yang berjudul “Jokowi: Untuk Apa Studi Ke Luar Negeri? Padahal Info Bisa Dapat dari HP”. [UMM]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories