
Masuk Aksi Pencegahan Korupsi, Cukai Butuh Aturan Main .
Pemerintah harus segera membuat peta jalan (roadmap) mengenai kebijakan cukai. Apalagi, saat ini optimalisasi penerimaan cukai masuk ke dalam aksi pencegahan korupsi 2021-2022 yang disusun oleh Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK).
Tim Stranas PK Fridolin Berek mengatakan, ada tiga fokus untuk aksi pencegahan korupsi di periode ini yaitu, Perizinan dan Tata Niaga, Keuangan Negara dan Penegakan Hukum dan Reformasi Birokrasi. Salah satunya adalah tata kelola optimalisasi cukai.
“Optimalisasi cukai ini tidak hanya bicara soal penerimaan, tetapi lebih ke tata kelola. Roadmap menjadi penting dan itu sekarang dikerjakan lagi dan sudah mulai dibahas oleh Kemenko Perekonomian,” katanya dalam webinar bertajuk Sosialisasi Aksi Pencegahan Korupsi 2021-2022 Peningkatan Negara Melalui Fokus Aksi Keuangan Negara, Kamis (5/6).
Fridolin menegaskan, kebijakan cukai saat ini masih tergantung pada kebijakan negara terkait dengan fungsinya sebagai sumber penerimaan negara. Namun, dengan adanya roadmap, fokus kebijakan cukai bisa meliputi kesehatan, tenaga kerja, industri, termasuk penerimaan negara.
Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan menuturkan, ada potensi korupsi yang sama dalam praktik pemerintah mencari pendapatan negara, termasuk dalam hal cukai. Sayang, praktik ini justru bisa merugikan pendapatan negara.
“Oleh sebab itu, untuk mengoptimalkan penerimaan negara kami merekomendasikan agar pemerintah memperjelas regulasi, aturan tarif, penyetoran terkait PNBP, mendorong pengawasan, dan membuka informasi agar menganulir kebocoran,” jelasnya.
Sementara itu, Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Danang Widoyoko mengatakan, tercapainya realisasi penerimaan negara dapat didukung oleh dorongan terhadap penerimaan cukai. Ini sebagaimana tujuan dibentuknya Stranas PK oleh pemerintah.
Hingga saat ini, kebijakan cukai terutama pada rokok masih terkendala regulasi lainnya seperti kebijakan pengawasan harga rokok, rokok ilegal, dan struktur cukai. Hal ini dinilai menyebabkan potensi penerimaan negara menjadi hilang.
Selain itu, Danang menjelaskan, kebijakan kenaikan cukai rokok tidak efektif karena tidak ada perubahan prevalensi perokok pemula. Untuk itu, ia menyarankan agar pemerintah menutup celah penghindaran pajak dengan melakukan penyederhanaan struktur cukai.
“Ini yang saya kira perlu ditelaah, dan ditopang dengan pengawasan yang intensif. Kami berharap pemerintah dapat mengatur kembali klasifikasi industri hasil tembakau karena tidak lagi relevan. Bisa mengadopsi skalanya, bukan jumlah produksinya agar sama dengan sektor UMKM lain,” jelasnya. [KPJ]
]]> .
Pemerintah harus segera membuat peta jalan (roadmap) mengenai kebijakan cukai. Apalagi, saat ini optimalisasi penerimaan cukai masuk ke dalam aksi pencegahan korupsi 2021-2022 yang disusun oleh Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK).
Tim Stranas PK Fridolin Berek mengatakan, ada tiga fokus untuk aksi pencegahan korupsi di periode ini yaitu, Perizinan dan Tata Niaga, Keuangan Negara dan Penegakan Hukum dan Reformasi Birokrasi. Salah satunya adalah tata kelola optimalisasi cukai.
“Optimalisasi cukai ini tidak hanya bicara soal penerimaan, tetapi lebih ke tata kelola. Roadmap menjadi penting dan itu sekarang dikerjakan lagi dan sudah mulai dibahas oleh Kemenko Perekonomian,” katanya dalam webinar bertajuk Sosialisasi Aksi Pencegahan Korupsi 2021-2022 Peningkatan Negara Melalui Fokus Aksi Keuangan Negara, Kamis (5/6).
Fridolin menegaskan, kebijakan cukai saat ini masih tergantung pada kebijakan negara terkait dengan fungsinya sebagai sumber penerimaan negara. Namun, dengan adanya roadmap, fokus kebijakan cukai bisa meliputi kesehatan, tenaga kerja, industri, termasuk penerimaan negara.
Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan menuturkan, ada potensi korupsi yang sama dalam praktik pemerintah mencari pendapatan negara, termasuk dalam hal cukai. Sayang, praktik ini justru bisa merugikan pendapatan negara.
“Oleh sebab itu, untuk mengoptimalkan penerimaan negara kami merekomendasikan agar pemerintah memperjelas regulasi, aturan tarif, penyetoran terkait PNBP, mendorong pengawasan, dan membuka informasi agar menganulir kebocoran,” jelasnya.
Sementara itu, Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Danang Widoyoko mengatakan, tercapainya realisasi penerimaan negara dapat didukung oleh dorongan terhadap penerimaan cukai. Ini sebagaimana tujuan dibentuknya Stranas PK oleh pemerintah.
Hingga saat ini, kebijakan cukai terutama pada rokok masih terkendala regulasi lainnya seperti kebijakan pengawasan harga rokok, rokok ilegal, dan struktur cukai. Hal ini dinilai menyebabkan potensi penerimaan negara menjadi hilang.
Selain itu, Danang menjelaskan, kebijakan kenaikan cukai rokok tidak efektif karena tidak ada perubahan prevalensi perokok pemula. Untuk itu, ia menyarankan agar pemerintah menutup celah penghindaran pajak dengan melakukan penyederhanaan struktur cukai.
“Ini yang saya kira perlu ditelaah, dan ditopang dengan pengawasan yang intensif. Kami berharap pemerintah dapat mengatur kembali klasifikasi industri hasil tembakau karena tidak lagi relevan. Bisa mengadopsi skalanya, bukan jumlah produksinya agar sama dengan sektor UMKM lain,” jelasnya. [KPJ]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .