Maraknya Pusat Bisnis Diduga Penyebab Banjir Anies Jangan Takut Tinjau Ulang Tata Ruang Kemang
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta perlu meninjau ulang tata ruang di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Sebab, banjir yang terjadi rutin di wilayah itu, disinyalir dampak dari perubahan fungsi peruntukan lahan.
Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Nirwono menilai, banjir di Kemang merupakan salah satu bukti nyata pelanggaran tata ruang di Ibu Kota. Kawasan yang seharusnya menjadi ruang terbuka hijau kini penuh dengan bangunan.
“Pengendalian tata ruangnya sangat lemah,” sentil Nirwono di Jakarta, Kamis (25/2).
Dia mengusulkan, pembangunan di wilayah Kemang mesti ditinjau ulang untuk mencegah banjir yang lebih besar di masa mendatang. Gubernur DKI Anies Baswedan harus berani meninjau perizinan di Kemang. Mengevaluasi tata ruang di kawasan itu. Bahkan, membatalkan semua Izin Mendirikan Bangunan (IMB) baru.
“Kali Krukut dan saluran air harus diperlebar. Serta, membangun waduk baru di Kemang,” sarannya.
Hal yang sama disampaikan Pengamat Tata Kota Yayat Supriyatna. Dipaparkannya, banjir di Kemang terjadi lantaran perubahan drastis dalam sisi pembangunan. Awalnya, Kemang merupakan kawasan permukiman sekitar tahun 1970-an. Pembangunan mulai marak saat banyak ekspatriat yang menyewa rumah warga di kawasan itu.
“Ketika orang asing banyak ke situ, tumbuh kembang lah usaha pertokoan untuk mendukung keberadaan ekspatriat. Banyak perumahan berubah jadi mall, kafe, dan sebagainya,” katanya.
Hal itu, lanjut Yayat, diperburuk oleh oknum pengembang yang nekat melanggar aturan saat melakukan pembangunan. Mengatasi itu, pada tahun 2010, Pemprov melakukan penataan. Salah satunya, melakukan pemutihan pelanggaran oleh para pengembang.
“Saat itu, sudah 70 persen lebih lahan di Kemang yang tadinya perumahan berubah menjadi kawasan perdagangan dan jasa,” terangnya.
Dia menerangkan, dalam pemberian izin di tata ruang, ada istilah ITBX. Yakni, I memiliki arti pembangunan diizinkan, T terbatas, B bersyarat, dan X tidak diizinkan sama sekali.
Menurut Yayat, Pemprov DKI Jakarta harus mengecek kedisiplinan pengembang dalam mengikuti izin yang mereka terima. Apalagi, Kemang merupakan daerah resapan air dan berada dekat dengan aliran sungai.
“Hijaunya masih dipertahankan atau tidak? Pembangunan di sana itu persyaratannya dipenuhi atau tidak? Itu harus dikontrol,” ujarnya.
Yayat mengatakan, banyak orang yang lupa bahwa wilayah Jakarta Selatan termasuk ke dalam zona dengan intensitas hujan yang tinggi selain Jakarta Utara. Atas dasar itu, Jakarta Selatan ditetapkan menjadi wilayah resapan air.
“Karena itu, keluarlah namanya Koefisien Dasar Bangunan. Pembatasan tanah untuk pembangunan. Mungkin sekitar 40 persen dari peruntukan tanah boleh dibangun, sisanya tidak,” tutur Yayat.
Pengawasan penerapan Koefisien Dasar Bangunan itu, lanjut Yayat, menjadi sulit saat rakyat kelas menengah dan pembangunan mall makin banyak di Jakarta Selatan. Perubahan itu berdampak pada wilayah Kemang yang notabene dilewati oleh aliran Kali Krukut yang memiliki hulu di Depok, yang ruang terbuka hijaunya juga sudah berkurang.
Dia menilai, jika tidak ada upaya yang bersifat masif oleh Pemprov DKI Jakarta, untuk mengatasi banjir, Kemang akan tetap jadi langganan banjir.
“Ke depan kalau tidak ada restorasi dalam arti perubahan tata manajemen air, pengendalian banjir yang betul-betul luar biasa, Kemang akan menjadi kawasan bisnis di kawasan bencana. Akan selalu banjir,” ujar Yayat.
Dia mengingatkan, banjir berpotensi akan makin sering terjadi karena belakangan intensitas hujan makin tinggi.
Siaga Banjir
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan seluruh wilayah DKI Jakarta hingga Bodetabek untuk siaga banjir. Hujan lebat hingga ekstrem diprediksi akan mengguyur kawasan Jabodetabek akibat fenomena siklon tropis.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menjelaskan, terkait fenomena siklon tropis yang dapat berpotensi munculnya hujan lebat hingga ekstrem di sejumlah wilayah di Indonesia. Dia mengatakan wilayah seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, hingga Jawa Tengah berpotensi mengalami banjir akibat fenomena tersebut.
“Yang terdampak tidak hanya DKI Jakarta, tetapi serempak ini Banten siaga banjir, DKI Jakarta siaga banjir, Jawa Barat siaga banjir dan banjir bandang, Jawa Tengah siaga banjir dan banjir bandang,” kata Dwikorita kepada wartawan yang disiarkan secara langsung di YouTube BMKG, Rabu (24/2).
Dwikorita mengatakan, hujan lebat diprediksi terjadi pada malam hari nanti dan akan berlangsung hingga Kamis (25/2) besok. Dia pun mengingatkan masyarakat di seluruh DKI Jakarta dan Bodetabek mewaspadai terjadinya banjir.
Sebelumnya, Dwikorita mengungkap fenomena siklon tropis yang bisa berdampak pada hujan lebat hingga ekstrem diprediksi, tidak hanya terjadi di Jabdetabek tetapi di berbagai wilayah di Indonesia.
“Intensitas hujan lebat hingga ekstrem, di sini, lebih dari 150 mili meter per jam,” katanya.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria mengaku, Pemprov DKI sudah mengantisipasi curah hujan ekstrem di bulan ini.
“Kami sekarang mengantisipasi potensi curah hujan ekstrem,” katanya di Balai Kota pada Selasa (23/2).
Pemprov terus menggeber sejumlah program penanggulangan banjir seperti naturalisasi, pembangunan sumur resapan dan peningkatan pompa air yang mencapai 729 unit.
“Satu tahun terakhir ini kami meningkatkan daya tampung air dengan gerebek lumpur. Termasuk pengerukan sedimentasi yang sudah tinggi menggunakan 257 ekskavator,” terang Riza.
Selain itu, lanjut Riza, pihaknya mensiagakan petugas lapangan. Pemprov DKI juga menjalankan program optimalisasi pengerukan dengan meningkatkan daya tampung air dan membuat sodetan dan juga olakan atau tempat sementara persinggahan air.
Langkah lainnya, meningkatkan ruang terbuka hijau. Ariza menyebutkan, Pemprov DKI akan segera memanggil perusahaan pengembang untuk membicarakan dampak dari pembangunannya di Ibu Kota. Salah satunya, mengenai banjir.
“Kami akan panggil, kami akan diskusikan, supaya para developer ikut bertanggung jawab atas berbagai masalah. Tidak hanya masalah banjir, namun juga masalah macet, dan masalah lingkungan lainnya,” ungkapnya.
Riza menambahkan, pihaknya telah menginventarisir masalah. Pihaknya akan mengecek jumlah perusahaan swasta atau pengembang yang membangun di Jakarta, baik yang memberikan kontribusi positif maupun negatif kepada lingkungan.
“Siapa pun nanti yang bersalah harus diberi sanksi. Ada mekanisme dan aturannya harus ikut bertanggung jawab untuk membantu,” tegasnya. [OSP]
]]> Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta perlu meninjau ulang tata ruang di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Sebab, banjir yang terjadi rutin di wilayah itu, disinyalir dampak dari perubahan fungsi peruntukan lahan.
Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Nirwono menilai, banjir di Kemang merupakan salah satu bukti nyata pelanggaran tata ruang di Ibu Kota. Kawasan yang seharusnya menjadi ruang terbuka hijau kini penuh dengan bangunan.
“Pengendalian tata ruangnya sangat lemah,” sentil Nirwono di Jakarta, Kamis (25/2).
Dia mengusulkan, pembangunan di wilayah Kemang mesti ditinjau ulang untuk mencegah banjir yang lebih besar di masa mendatang. Gubernur DKI Anies Baswedan harus berani meninjau perizinan di Kemang. Mengevaluasi tata ruang di kawasan itu. Bahkan, membatalkan semua Izin Mendirikan Bangunan (IMB) baru.
“Kali Krukut dan saluran air harus diperlebar. Serta, membangun waduk baru di Kemang,” sarannya.
Hal yang sama disampaikan Pengamat Tata Kota Yayat Supriyatna. Dipaparkannya, banjir di Kemang terjadi lantaran perubahan drastis dalam sisi pembangunan. Awalnya, Kemang merupakan kawasan permukiman sekitar tahun 1970-an. Pembangunan mulai marak saat banyak ekspatriat yang menyewa rumah warga di kawasan itu.
“Ketika orang asing banyak ke situ, tumbuh kembang lah usaha pertokoan untuk mendukung keberadaan ekspatriat. Banyak perumahan berubah jadi mall, kafe, dan sebagainya,” katanya.
Hal itu, lanjut Yayat, diperburuk oleh oknum pengembang yang nekat melanggar aturan saat melakukan pembangunan. Mengatasi itu, pada tahun 2010, Pemprov melakukan penataan. Salah satunya, melakukan pemutihan pelanggaran oleh para pengembang.
“Saat itu, sudah 70 persen lebih lahan di Kemang yang tadinya perumahan berubah menjadi kawasan perdagangan dan jasa,” terangnya.
Dia menerangkan, dalam pemberian izin di tata ruang, ada istilah ITBX. Yakni, I memiliki arti pembangunan diizinkan, T terbatas, B bersyarat, dan X tidak diizinkan sama sekali.
Menurut Yayat, Pemprov DKI Jakarta harus mengecek kedisiplinan pengembang dalam mengikuti izin yang mereka terima. Apalagi, Kemang merupakan daerah resapan air dan berada dekat dengan aliran sungai.
“Hijaunya masih dipertahankan atau tidak? Pembangunan di sana itu persyaratannya dipenuhi atau tidak? Itu harus dikontrol,” ujarnya.
Yayat mengatakan, banyak orang yang lupa bahwa wilayah Jakarta Selatan termasuk ke dalam zona dengan intensitas hujan yang tinggi selain Jakarta Utara. Atas dasar itu, Jakarta Selatan ditetapkan menjadi wilayah resapan air.
“Karena itu, keluarlah namanya Koefisien Dasar Bangunan. Pembatasan tanah untuk pembangunan. Mungkin sekitar 40 persen dari peruntukan tanah boleh dibangun, sisanya tidak,” tutur Yayat.
Pengawasan penerapan Koefisien Dasar Bangunan itu, lanjut Yayat, menjadi sulit saat rakyat kelas menengah dan pembangunan mall makin banyak di Jakarta Selatan. Perubahan itu berdampak pada wilayah Kemang yang notabene dilewati oleh aliran Kali Krukut yang memiliki hulu di Depok, yang ruang terbuka hijaunya juga sudah berkurang.
Dia menilai, jika tidak ada upaya yang bersifat masif oleh Pemprov DKI Jakarta, untuk mengatasi banjir, Kemang akan tetap jadi langganan banjir.
“Ke depan kalau tidak ada restorasi dalam arti perubahan tata manajemen air, pengendalian banjir yang betul-betul luar biasa, Kemang akan menjadi kawasan bisnis di kawasan bencana. Akan selalu banjir,” ujar Yayat.
Dia mengingatkan, banjir berpotensi akan makin sering terjadi karena belakangan intensitas hujan makin tinggi.
Siaga Banjir
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan seluruh wilayah DKI Jakarta hingga Bodetabek untuk siaga banjir. Hujan lebat hingga ekstrem diprediksi akan mengguyur kawasan Jabodetabek akibat fenomena siklon tropis.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menjelaskan, terkait fenomena siklon tropis yang dapat berpotensi munculnya hujan lebat hingga ekstrem di sejumlah wilayah di Indonesia. Dia mengatakan wilayah seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, hingga Jawa Tengah berpotensi mengalami banjir akibat fenomena tersebut.
“Yang terdampak tidak hanya DKI Jakarta, tetapi serempak ini Banten siaga banjir, DKI Jakarta siaga banjir, Jawa Barat siaga banjir dan banjir bandang, Jawa Tengah siaga banjir dan banjir bandang,” kata Dwikorita kepada wartawan yang disiarkan secara langsung di YouTube BMKG, Rabu (24/2).
Dwikorita mengatakan, hujan lebat diprediksi terjadi pada malam hari nanti dan akan berlangsung hingga Kamis (25/2) besok. Dia pun mengingatkan masyarakat di seluruh DKI Jakarta dan Bodetabek mewaspadai terjadinya banjir.
Sebelumnya, Dwikorita mengungkap fenomena siklon tropis yang bisa berdampak pada hujan lebat hingga ekstrem diprediksi, tidak hanya terjadi di Jabdetabek tetapi di berbagai wilayah di Indonesia.
“Intensitas hujan lebat hingga ekstrem, di sini, lebih dari 150 mili meter per jam,” katanya.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria mengaku, Pemprov DKI sudah mengantisipasi curah hujan ekstrem di bulan ini.
“Kami sekarang mengantisipasi potensi curah hujan ekstrem,” katanya di Balai Kota pada Selasa (23/2).
Pemprov terus menggeber sejumlah program penanggulangan banjir seperti naturalisasi, pembangunan sumur resapan dan peningkatan pompa air yang mencapai 729 unit.
“Satu tahun terakhir ini kami meningkatkan daya tampung air dengan gerebek lumpur. Termasuk pengerukan sedimentasi yang sudah tinggi menggunakan 257 ekskavator,” terang Riza.
Selain itu, lanjut Riza, pihaknya mensiagakan petugas lapangan. Pemprov DKI juga menjalankan program optimalisasi pengerukan dengan meningkatkan daya tampung air dan membuat sodetan dan juga olakan atau tempat sementara persinggahan air.
Langkah lainnya, meningkatkan ruang terbuka hijau. Ariza menyebutkan, Pemprov DKI akan segera memanggil perusahaan pengembang untuk membicarakan dampak dari pembangunannya di Ibu Kota. Salah satunya, mengenai banjir.
“Kami akan panggil, kami akan diskusikan, supaya para developer ikut bertanggung jawab atas berbagai masalah. Tidak hanya masalah banjir, namun juga masalah macet, dan masalah lingkungan lainnya,” ungkapnya.
Riza menambahkan, pihaknya telah menginventarisir masalah. Pihaknya akan mengecek jumlah perusahaan swasta atau pengembang yang membangun di Jakarta, baik yang memberikan kontribusi positif maupun negatif kepada lingkungan.
“Siapa pun nanti yang bersalah harus diberi sanksi. Ada mekanisme dan aturannya harus ikut bertanggung jawab untuk membantu,” tegasnya. [OSP]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .