
Maju Terus, KPK!
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus bergerak. Masih bertaji menjalankan program Operasi Tangkap Tangan (OTT). Terakhir, Gubernur yang sesungguhnya memiliki riwayat bersih bahkan pejuang antikorupsi.
Semakin kuat saja alasan negeri ini untuk tetap mempertahankan bahkan memperkuat peran KPK. Ini karena masih saja ada pejabat negeri ini yang masih berani bermain api. Suap menyuap masih saja jadi perilaku kekuasaan dan menegakkan keadilan. OTT merupakan cara pembuktian agar kita menjaga agar sejarah perjalanan bangsa ini tetap pada relnya.
Setiap keputusan yang diambil oleh para pemangku kekuasaan akan menjadi sejarah. Tidak ada yang luput dari catatan. Lalu sejarah akan menjadi saksi reformis atau pecinta status quo seseorang atau sekelompok partai.
Kita sedang berada di persimpangan atau tikungan sejarah. Ini terkait sikap kolektif bangsa ini terhadap institusi baris depan pemberantasan korupsi. Masih ada upaya terencana untuk menjinakkan, untuk tidak menyebut membunuhnya secara perlahan.
Upaya seperti itu, sebagian besar sudah mengambil bagian sejarahnya masing-masing meski belum final. Namun mereka seperti ingin ‘lempar batu sembunyi tangan.’ Semua ingin steril dari citra tidak reformis. Tangan mereka ingin bersih dari lumur darah dan jejak pembunuhan. Mereka inginnya tidak terdeteksi dan juga tidak terolah di TKP. Ramai-ramai pinjam tangan orang lain sebagai dirty hand.
Perbaikan regulasi eksistensi KPK yang pernah jadi agenda hampir seluruh kekuatan politik di parlemen harus terus dilakukan. Semua harus berjuang agar dikenang sejarah sebagai pembela utama KPK. Ini soal legacy untuk generasi di masa yang akan datang.
Publik harus terus ngeuh. Harus terus alert, bila lengah maka habislah sudah harapan kita. Benteng pemberantasan korupsi negeri ini roboh dan kita tak punya lagi alat pembendung arus kejahatan korupsi.
Para koruptor seperti anjing yang terus menyalak dan ingin memangsa. KPK selama ini adalah penggertak agar mereka pergi menjauh, dan berharap pergi tak kembali. Bayangkan bila ia tiada, anjing-anjing itu berhenti menyalak dan menikmati hidangan korupsi di negeri ini. Naudzubillahi min dzalik.
]]> Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus bergerak. Masih bertaji menjalankan program Operasi Tangkap Tangan (OTT). Terakhir, Gubernur yang sesungguhnya memiliki riwayat bersih bahkan pejuang antikorupsi.
Semakin kuat saja alasan negeri ini untuk tetap mempertahankan bahkan memperkuat peran KPK. Ini karena masih saja ada pejabat negeri ini yang masih berani bermain api. Suap menyuap masih saja jadi perilaku kekuasaan dan menegakkan keadilan. OTT merupakan cara pembuktian agar kita menjaga agar sejarah perjalanan bangsa ini tetap pada relnya.
Setiap keputusan yang diambil oleh para pemangku kekuasaan akan menjadi sejarah. Tidak ada yang luput dari catatan. Lalu sejarah akan menjadi saksi reformis atau pecinta status quo seseorang atau sekelompok partai.
Kita sedang berada di persimpangan atau tikungan sejarah. Ini terkait sikap kolektif bangsa ini terhadap institusi baris depan pemberantasan korupsi. Masih ada upaya terencana untuk menjinakkan, untuk tidak menyebut membunuhnya secara perlahan.
Upaya seperti itu, sebagian besar sudah mengambil bagian sejarahnya masing-masing meski belum final. Namun mereka seperti ingin ‘lempar batu sembunyi tangan.’ Semua ingin steril dari citra tidak reformis. Tangan mereka ingin bersih dari lumur darah dan jejak pembunuhan. Mereka inginnya tidak terdeteksi dan juga tidak terolah di TKP. Ramai-ramai pinjam tangan orang lain sebagai dirty hand.
Perbaikan regulasi eksistensi KPK yang pernah jadi agenda hampir seluruh kekuatan politik di parlemen harus terus dilakukan. Semua harus berjuang agar dikenang sejarah sebagai pembela utama KPK. Ini soal legacy untuk generasi di masa yang akan datang.
Publik harus terus ngeuh. Harus terus alert, bila lengah maka habislah sudah harapan kita. Benteng pemberantasan korupsi negeri ini roboh dan kita tak punya lagi alat pembendung arus kejahatan korupsi.
Para koruptor seperti anjing yang terus menyalak dan ingin memangsa. KPK selama ini adalah penggertak agar mereka pergi menjauh, dan berharap pergi tak kembali. Bayangkan bila ia tiada, anjing-anjing itu berhenti menyalak dan menikmati hidangan korupsi di negeri ini. Naudzubillahi min dzalik.
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .