
KPK Kembali Bidik Garong Bansos Covid Virus Juliari Nular Ke Daerah
Skandal korupsi dana bantuan sosial (bansos) dengan tersangka utama, eks Menteri Sosial Juliari Batubara tak hanya terjadi di Jakarta. Kejahatan dengan cara ngembat jatah orang miskin itu, juga mulai muncul di daerah. KPK sekarang lagi membidik garong tersebut. Ini membuktikan, kalau virus Juliari sudah nular ke mana-mana.
Pejabat daerah yang lagi dibidik terlibat dalam korupsi bantuan Covid-19 yakni Bupati Bandung Barat, Aa Umbara Sutisna. Seharian kemarin, KPK sudah obok-obok tiga lokasi yang diduga menyimpan barang bukti terkait korupsi bansos.
Sejak pukul 10 pagi, tim KPK sudah merayap ke rumah pribadi Aa Umbara di Jalan Murhadi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Sekitar 45 menit, tim KPK berada di lokasi tersebut. Selanjutnya, dengan mengendarai Kijang Innova, tim KPK bergeser ke Gang Sujadi, tidak jauh dari rumah Bupati.
Di gang ini, ada 3 rumah yang didatangi petugas berompi krem itu. Termasuk rumah anaknya Bupati: Andri Wibawa.
Satu diantaranya tak membukakan pintu. Hingga petugas mengitari rumah tersebut dan mengetuk dari pintu belakang. “Tok… tok… tok,” bunyi ketukan pintu. “Assalamua’alaikum,” ucap petugas KPK. Namun, tak ada yang menjawab. Usai penggeledahan, tidak terlihat ada dokumen atau pun barang yang dibawa KPK.
Dalam waktu yang hampir bersamaan, KPK juga menggeledah Kantor Bupati. Mereka tiba di Kawasan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat sekitar pukul 9 pagi juga. Namun, di sini KPK bercokol lebih lama. Ada sekitar 11 jam pasukan anti rasuah itu menggeledah kantor Aa Umbara.
Hasilnya, penghuni gedung Merah Putih itu tak pulang dengan tangan kosong. Tampak 2 koper warna hitam ukuran besar, 2 dus kemasan air mineral dan beberapa ransel dibawa keluar, lalu dimasukkan ke mobil. Petugas KPK yang coba ditanya wartawan apa saja isinya, tak berkomentar. Tapi kuat dugaan, yang dibawa itu adalah barang atau dokumen terkait kasus yang sedang ditangani. Sekitar pukul 8 malam, 5 mobil yang membawa petugas KPK serempak meninggalkan lokasi.
Ketua KPK, Komjen Firli Bahuri membenarkan anak buahnya sedang melakukan pemeriksaan saksi dan pencarian barang bukti terkait dugaan perkara suatu pidana, di daerah yang sama dengan acara rakornya digelar kemarin. Namun, jenderal bintang 3 itu enggan menyebutkan kasus korupsi apa yang menyeret Bupati Bandung Barat itu.
Firli memastikan KPK akan bekerja profesional, transparan dan mengedepankan azas praduga tak bersalah. “Tolong hormati hak azasi manusia,” kata Firli, kemarin.
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri juga enggan membeberkan uraian lengkap terkait kasus ini. Pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka juga belum dapat disampaikan secara terbuka kepada publik.
Karena, kebijakan pimpinan KPK saat ini, pengumuman tersangka baru disampaikan setelah tim penyidik melakukan upaya paksa penangkapan atau penahanan terhadap para tersangka. “KPK pastikan pada waktunya akan memberitahukan kepada masyarakat,” janji Ali, lewat pesan singkat, kemarin.
Namun, ia membenarkan pihaknya saat ini tengah mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi Covid-19 di Dinas Sosial Pemerintah Kabupaten Bandung Barat tahun 2020.
“KPK telah selesai melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya kecukupan alat bukti, maka benar saat ini KPK telah menaikkan ke tahap penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut,” jelasnya.
Lalu apa kata Komisi VIII DPR, selaku mitra Kementerian Sosial melihat fenomena wabah garong bansos Covid-19 ini yang sudah menular ke daerah? Sayangnya, sejumlah pimpinan Komisi VIII DPR yang dikontak Rakyat Merdeka semalam, belum ada yang memberikan penjelasan.
Ketuanya, yakni Yandri Susanto yang coba dikonfirmasi enggan menanggapi. “Lagi rapat di DPP,” kata Wakil Ketua Umum DPP PAN itu, tadi malam.
Pimpinan Komisi VIII lainnya, yakni Ace Hasan Syadzily dari Fraksi Partai Golkar juga berdalih tengah rapat. Beberapa anggota Komisi VIII lainnya yang coba dikonfirmasi, juga tak merespons.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman tidak terkejut jika ada bupati yang tersandung korupsi bansos Covid-19. Dari laporan dan temuan yang didapat selama ini, “Virus Juliari” memang sudah mewabah sampai ke daerah.
“Banyak. Di Jawa Tengah bagian barat ada, di Jawa Timur ada. Dan di Jakarta juga ada kok,” kata Boyamin, kepada Rakyat Merdeka tadi malam.
Polanya macam-macam. Ada pemotongan dana bansos, mark-up harga sembako, monopoli warung untuk melayani pembelian masyarakat yang dapat bantuan tunai, dan lainnya. Ia mencontohkan, ada penerima bansos Covid-19 yang “dipalakin” hingga Rp 20 ribu dari Rp 300 ribu yang diterima.
“Alasannya biaya survei,” ungkapnya. “Jadi banyak, kalau mau ditelusuri hampir di semua daerah banyak korupsi Bansos,” sambung pengacara eks mantan Ketua KPK, Antasari Azhar ini.
Karena kian mewabahnya “Virus Juliari” ini, Boyamin menyarankan agar KPK tidak bekerja sendiri. Karena waktunya gak akan cukup untuk mengejar semuanya. Ia meminta KPK menggandeng Jaksa dan Polisi di daerah.
Ia mencontohkan apa yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Tegal. Dimana ada dugaan dana CSR (Corporate Social Responsibility) dari BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) yang tadinya dialokasikan untik bantuan Covid-19, tapi ternyata tak disalurkan.
“Saya tahu persis itu prosesnya,” kata Boyamin. “Sekarang sedang penyidikan di Kejaksaan Negeri Tegal dan mudah-mudahan sebentar lagi ditetapkan sebagai tersangka,” pungkasnya. [SAR]
]]> Skandal korupsi dana bantuan sosial (bansos) dengan tersangka utama, eks Menteri Sosial Juliari Batubara tak hanya terjadi di Jakarta. Kejahatan dengan cara ngembat jatah orang miskin itu, juga mulai muncul di daerah. KPK sekarang lagi membidik garong tersebut. Ini membuktikan, kalau virus Juliari sudah nular ke mana-mana.
Pejabat daerah yang lagi dibidik terlibat dalam korupsi bantuan Covid-19 yakni Bupati Bandung Barat, Aa Umbara Sutisna. Seharian kemarin, KPK sudah obok-obok tiga lokasi yang diduga menyimpan barang bukti terkait korupsi bansos.
Sejak pukul 10 pagi, tim KPK sudah merayap ke rumah pribadi Aa Umbara di Jalan Murhadi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Sekitar 45 menit, tim KPK berada di lokasi tersebut. Selanjutnya, dengan mengendarai Kijang Innova, tim KPK bergeser ke Gang Sujadi, tidak jauh dari rumah Bupati.
Di gang ini, ada 3 rumah yang didatangi petugas berompi krem itu. Termasuk rumah anaknya Bupati: Andri Wibawa.
Satu diantaranya tak membukakan pintu. Hingga petugas mengitari rumah tersebut dan mengetuk dari pintu belakang. “Tok… tok… tok,” bunyi ketukan pintu. “Assalamua’alaikum,” ucap petugas KPK. Namun, tak ada yang menjawab. Usai penggeledahan, tidak terlihat ada dokumen atau pun barang yang dibawa KPK.
Dalam waktu yang hampir bersamaan, KPK juga menggeledah Kantor Bupati. Mereka tiba di Kawasan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat sekitar pukul 9 pagi juga. Namun, di sini KPK bercokol lebih lama. Ada sekitar 11 jam pasukan anti rasuah itu menggeledah kantor Aa Umbara.
Hasilnya, penghuni gedung Merah Putih itu tak pulang dengan tangan kosong. Tampak 2 koper warna hitam ukuran besar, 2 dus kemasan air mineral dan beberapa ransel dibawa keluar, lalu dimasukkan ke mobil. Petugas KPK yang coba ditanya wartawan apa saja isinya, tak berkomentar. Tapi kuat dugaan, yang dibawa itu adalah barang atau dokumen terkait kasus yang sedang ditangani. Sekitar pukul 8 malam, 5 mobil yang membawa petugas KPK serempak meninggalkan lokasi.
Ketua KPK, Komjen Firli Bahuri membenarkan anak buahnya sedang melakukan pemeriksaan saksi dan pencarian barang bukti terkait dugaan perkara suatu pidana, di daerah yang sama dengan acara rakornya digelar kemarin. Namun, jenderal bintang 3 itu enggan menyebutkan kasus korupsi apa yang menyeret Bupati Bandung Barat itu.
Firli memastikan KPK akan bekerja profesional, transparan dan mengedepankan azas praduga tak bersalah. “Tolong hormati hak azasi manusia,” kata Firli, kemarin.
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri juga enggan membeberkan uraian lengkap terkait kasus ini. Pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka juga belum dapat disampaikan secara terbuka kepada publik.
Karena, kebijakan pimpinan KPK saat ini, pengumuman tersangka baru disampaikan setelah tim penyidik melakukan upaya paksa penangkapan atau penahanan terhadap para tersangka. “KPK pastikan pada waktunya akan memberitahukan kepada masyarakat,” janji Ali, lewat pesan singkat, kemarin.
Namun, ia membenarkan pihaknya saat ini tengah mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi Covid-19 di Dinas Sosial Pemerintah Kabupaten Bandung Barat tahun 2020.
“KPK telah selesai melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya kecukupan alat bukti, maka benar saat ini KPK telah menaikkan ke tahap penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut,” jelasnya.
Lalu apa kata Komisi VIII DPR, selaku mitra Kementerian Sosial melihat fenomena wabah garong bansos Covid-19 ini yang sudah menular ke daerah? Sayangnya, sejumlah pimpinan Komisi VIII DPR yang dikontak Rakyat Merdeka semalam, belum ada yang memberikan penjelasan.
Ketuanya, yakni Yandri Susanto yang coba dikonfirmasi enggan menanggapi. “Lagi rapat di DPP,” kata Wakil Ketua Umum DPP PAN itu, tadi malam.
Pimpinan Komisi VIII lainnya, yakni Ace Hasan Syadzily dari Fraksi Partai Golkar juga berdalih tengah rapat. Beberapa anggota Komisi VIII lainnya yang coba dikonfirmasi, juga tak merespons.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman tidak terkejut jika ada bupati yang tersandung korupsi bansos Covid-19. Dari laporan dan temuan yang didapat selama ini, “Virus Juliari” memang sudah mewabah sampai ke daerah.
“Banyak. Di Jawa Tengah bagian barat ada, di Jawa Timur ada. Dan di Jakarta juga ada kok,” kata Boyamin, kepada Rakyat Merdeka tadi malam.
Polanya macam-macam. Ada pemotongan dana bansos, mark-up harga sembako, monopoli warung untuk melayani pembelian masyarakat yang dapat bantuan tunai, dan lainnya. Ia mencontohkan, ada penerima bansos Covid-19 yang “dipalakin” hingga Rp 20 ribu dari Rp 300 ribu yang diterima.
“Alasannya biaya survei,” ungkapnya. “Jadi banyak, kalau mau ditelusuri hampir di semua daerah banyak korupsi Bansos,” sambung pengacara eks mantan Ketua KPK, Antasari Azhar ini.
Karena kian mewabahnya “Virus Juliari” ini, Boyamin menyarankan agar KPK tidak bekerja sendiri. Karena waktunya gak akan cukup untuk mengejar semuanya. Ia meminta KPK menggandeng Jaksa dan Polisi di daerah.
Ia mencontohkan apa yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Tegal. Dimana ada dugaan dana CSR (Corporate Social Responsibility) dari BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) yang tadinya dialokasikan untik bantuan Covid-19, tapi ternyata tak disalurkan.
“Saya tahu persis itu prosesnya,” kata Boyamin. “Sekarang sedang penyidikan di Kejaksaan Negeri Tegal dan mudah-mudahan sebentar lagi ditetapkan sebagai tersangka,” pungkasnya. [SAR]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .